Laporkan Masalah

PERAN ORGANISASI SOSIAL DALAM MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN ACEH PASCA PERUNDINGAN HELSINKI TAHUN 2005 – 2011

Tri Fitriani Puspitasari, Dr. Eric Hiariej, M.Phil.

2013 | Tesis | S2 Ilmu Politik/Hubungan Internasional

Dalam konflik Aceh, perempuan adalah korban lapis bawah yang mengalami kesengsaraan paling dalam. Perempuan menjadi pihak yang digunakan sebagai alat perang (weapons of war), karena perempuan dianggap milik lawan. Dalam setiap perundingan damai yang dilakukan, perempuan yang sebenarnya adalah korban terbesar tidak pemah dilibatkan. Pasca MoU Helsinki perempuan Aceh bangkit kembali untuk mengembalikan harkat mereka yang telah lama \"beku\" pasca kemerdekaan utamanya pasca rezim Soeharto. Pasca MoU Helsinki perempuan Aceh kembali bangkit dalam berbagai organisasi sosial. Perempuan Aceh kembali muncul ke permukaan untuk memperoleh hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, mengetahui hak hak yang seharusnya mereka dapatkan di masa damai. Perempuan Aceh aktif melakukan gerakan dalam upayanya meningkatkan keberdayaan di ruang publik. Dalam tesis jni ada dua organisasi yang menjadi pusat kajian, yakni UNA dan MISPI. Efektifitas organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan dianalisis dengan menggunakan pendekatan Mobilisasi Sumber Daya. Mobilitas Sumber Daya akan melihat kemampuan organisasi dalam membangun jaringan, sumber pendanaan, dan media massa. Struktur mobilisasi sumber daya erat kaitannya dengan kemampuan organisasi dalam melakukan gerakan dan akan menentukan goals atau tujuan utama gerakan.

-

Kata Kunci : Konjlik, weapons of war, MoU Helsinki, organisasi sosial, LINA, MISPL Mobilisasi Sumber Daya


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.