JANJI SUAMI DALAM SIGHAT TAKLIK DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SUAMI/ISTRI
UNGGUL SULISTIAWAN, Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H.,M.H.
2012 | Tesis | S2 Magister KenotariatanTujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah sighat taklik yang diucapkan suami setelah akad nikah dapat dikategorikan sebagai perjanjian dan akibat hukum/konsekwensi hukum yang timbul dari sighat taklik baik terhadap suami maupun istri. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menemukan asasasas hukum positip yang berkenaan dengan sighat taklik yang tercantum dalam Akta Nikah. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dengan melihat pada ketentuan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 dan beberapa pendapat para ahli, maka kedudukan sighat taklik talak dalam perkawinan adalah merupakan suatu perjanjian walaupun perjanjian tersebut hanya bersifat sepihak. Karena jika dilihat dari segi bentuk dan isi sighat taklik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja (suami), sedangkan pihak lain (istri) hanya terdapat hak saja. Atau dengan kata lain, sighat taklik merupakan pernyataan kehendak suami di hadapan para saksi saja dan bukan pernyataan kehendak kedua belah pihak atau suami istri tersebut. Sedangkan konsekwensi hukum dari adanya shigat taklik bagi suami adalah harus dipenuhinya semua isi janji yang tertuang dalam shigat taklik yang terdapat di bagian akhir dari buku nikah yang diucapkan pada saat setalah ijab qobul nikah dengan disaksikan oleh para hadirin di majelis akad nikah. Sedangkan bagi istri, jika shigat taklik itu dilanggar oleh suami, maka dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama selain alasan-alasan lain yang telah ditentukan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Namun penggunaan alasan dengan pelanggaran terhadap sighat taklik ini hanya dapat digunakan oleh istri dan tidak bisa digunakan oleh suami. Suami hanya bisa menggunakan alasanalasan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975.
The purpose of this study to determine whether the sighat taklik pronounced by the husband after marriage contract can be categorized as an agreement and effect of law / legal consequences arising from sighat taklik both to the husband and wife. This type of research is normative legal research, a study that aims to discover the principles of positive law related to sighat taklik stated in the Marriage Certificate. Conclusion obtained from the research that by looking at the provisions contained in the Compilation of Islamic Law and Regulation of the Minister of Religious Affairs No. 3 Year 1975 and some experts, the position of sighat taklik divorce in marriage is an agreement although the agreement is merely unilateral. Because if viewed in terms of form and content sighat taklik is an agreement creates any obligation on one party (husband), while the other party (the wife) have right only. Or in other words, sighat taklik is a statement of husband’s will in the presence of witnesses only and not a statement of both parties’s will or the husband and wife. While the legal consequences of the sighat taklik to the husband is to fulfill all of the contents of the promises contained in the sighat taklik listed in the marriage book that spoken after marriage vow (ijab qobul), witnessed by the audience at the marriage ceremony. As for the wife, if sighat taklik were violated by the husband, then it may be a reason to file for divorce to the religious court in addition to other basic specified in Article 19 of Government Regulation. 9 Year 1975. However, the use of reason in violation of this sighat taklik can only be used by a wife and could not be used by the husband. The husband can only use these reasons as set forth in Article 19 of Regulation No. 9 Year 1975.
Kata Kunci : Sighat Taklik, Perjanjian, Suami