PENGARUH KADAR ANDROGEN TERHADAP KEBERHASILAN OVULASI PADA PASIEN POLYCYSTIC OVARY SYNDROME (PCOS) YANG DIINDUKSI DENGAN KLOMIFEN SITRAT (Laporan Kasus: Vaginal Reconstruction pada MRKH

CAKRABUMI WISHNUBROTO, Prof. Dr. dr. H. Ibnu Pranoto, Sp And., SpOG(K)

2011 | Tesis | S2 Ked.Klinik/MS-PPDS

Latar Belakang: Terapi wanita infertil dengan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) masih kontroversi. Sebelum intervensi diberikan, konseling prekonsepsi harus dilakukan berkaitan dengan pengaturan pola hidup, terutama pengurangan berat badan dan olah raga pada wanita kelebihan berat badan. Hiperandrogenisme memiliki implikasi terhadap kejadian oligo atau anovulasi, dinding ovarium fibrosis, hirsutisme, jerawat, seborea, pembesaran klitoris, serta pengecilan payudara. Tujuan: Untuk menganalisis pasien polycystic ovary syndrome (PCOS), terutama kadar androgen dan keberhasilan ovulasi pada pasien PCOS. Desain: Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan cross sectional. Metode: Subjek penelitian ini adalah pasien polycystic ovary syndrome (PCOS) berusia 15 – 45 tahun yang ada di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dipilih menggunakan consecutive sampling design antara bulan Agustus 2008 – February 2010. Kriteria PCOS ditetapkan secara klinis berdasarkan Rotterdam 2003 diagnostic criteria. Empat puluh responden yang terdiagnosis PCOS diuji kadar testosteron serumnya pada awal siklus serta dilakukan pengamatan terhadap keberhasilan ovulasi pada hari ke 12 menstruasi, setiap 2 hari sekali sampai dengan ditemukan adanya ovulasi atau tidak. Selanjutnya dianalisis dengan program statistik. Hasil: Rerata kadar testosteron, massa tubuh (IMT), dan umur responden berturut-turut adalah 0.49 ± 0.45 ng/ml; 25.62 ± 4.46; dan 28.75 ± 4.82 tahun. Seluruh responden mengalami gangguan menstruasi, 17 (50%) responden dengan kadar testoteron normal, terjadi ovulasi sebanding dengan responden yang tidak ovulasi. Kadar testoteron tinggi 1 (16,7%) responden terjadi ovulasi, sedangkan 5 (83,3%) tidak terjadi ovulasi, dengan p > 0,05, RR (95% CI) 0,33 (0,04– 2,5). Dilakukan analisis multivariat, apabila dibandingkan variabel umur, IMT, dan kadar androgen, maka OR (95 %CI), berturut-turut 1,237 (0,315 – 4,859), 0,609 (0,166 – 2,231), dan 4,269 (0,411 – 44,364).. Sedangkan jika analisis multivariat hanya membandingkan IMT dan kadar androgen, maka OR (95 %CI), berturut-turut 0,607 (0,165 – 2,202) dan 4,685 (0,487 – 45,046). Kesimpulan : Pasien dengan kadar androgen tinggi, akan menyebabkan kejadian ovulasi yang lebih rendah, namun tidak bermakna secara statistik.

Background : Treatment of infertile women with polycystic ovary syndrome (PCOS) is still controversial. Before the intervention given, preconception counseling should be related to the setting lifestyle, especially reduction of body weight and overweight women. Hyperandrogenism has implications for the incidence of oligo or anovulation, ovarian wall fibrosis, hirsutism, acne, seborea, enlarged clitoris, and blocked breast growth. Objectives : To analyze patients polycystic ovary syndrome (PCOS), especially androgen levels and the success of ovulation in PCOS patients. Design : This study was a cross sectional. Methods : The subjects of this study were patients polycystic ovary syndrome (PCOS), aged 15-45 years in RSUP. Sardjito Yogyakarta selected using consecutive sampling design between August 2008 - February 2010. PCOS clinical criteria defined by diagnostic criteria based on the Rotterdam 2003. Forty respondents who diagnosed PCOS tested serum testosterone levels at the beginning of the cycle and made observations on the success of ovulation on day 12 of menstruation, once every 2 days to find any ovulatory or not. Then analyzed with statistical programs.. Results : Mean testosterone levels, body mass (BMI), and age of respondents was 0:49 ± 0:45 ng / ml; 25.62 ± 4:46; and 28.75 ± 4.82 years. All the respondents experienced menstrual disorders, 17 (50%) of respondents with normal testosterone levels, ovulation is comparable with respondents who did not ovulate. High levels of testosterone 1 (16.7%) respondents ovulation, whereas 5 (83.3%) did not occur ovulation, with p > 0,05, OR (95% CI) 0,33 (0,04– 2,5). Multivariate analysis, when compared to the variable age, BMI, and levels of androgens, the OR (95% CI), respectively 1.237 (0.315 to 4.859), 0.609 (0.166 to 2.231), and 4.269 (0.411 to 44.364) .. Whereas if you compare the multivariate analysis only BMI and androgen levels, the OR (95% CI), respectively 0.607 (0.165 to 2.202) and 4.685 (0.487 to 45.046). Conclusions Patients with high androgen levels, will cause a lower incidence of ovulation, but not statistically significant .

Kata Kunci : Androgen, testosteron, polycystic ovary syndrome (PCOS), ovulasi