Laporkan Masalah

AMBIVALENSI PENEGAKAN HUKUM DALAM PELANGGARAN HUBUNGAN KONTRAKTUAL (SUATU KAJIAN TERHADAP TEORI WANPRESTASI DAN PENIPUAN)

Tody Sasmitha Jiwa Utama, Taufiq El Rahman, S.H., M.Hum.,

2011 | Tesis | S2 Ilmu Hukum

Penegakan hukum di negeri ini, dalam gambaran yang paling nadir adalah penegakan kepentingan bagi segelintir orang. Keadaan tersebut menggambarkan suatu hiperrealitas terhadap hukum. Sebuah simulakra yang terlihat jauh lebih nyata dibandingkan dengan cita-cita penegakan hukum itu sendiri. Simulakra tersebut, di ranah privat tergambar jelas dalam ambivalensi yang terjadi pada penegakan hukum terhadap pelanggaran hubungan kontraktual. Suatu keadaan wanprestasi dari debitur, seringkali diselesaikan melalui mekanisme pidana. Debitur yang wanprestasi dicap melakukan penipuan karena tidak mampu melaksanakan prestasi yang diperjanjikan atau gagal membayar hutangnya. Hadirnya hukum pidana sebagai upaya penyelesaian sengketa kontraktual disamping mekanisme perdata, pada satu sisi mengkhianati cita-cita hukum pidana sebagai ultimum remidium dan di sisi lain juga seolah mengabaikan niat luhur dan kesepakatan para pihak sebagai pijakan bagi lahirnya perjanjian diantara mereka. Akibatnya, semua permasalahan kontraktual di masyarakat seakan dapat menjadi perkara pidana, tercerabut dari akar permasalahan yang sebenarnya, ambivalensi tersebut dipengaruhi berbagai macam faktor, mulai dari pelaku dan perilaku penegakan hukum yang masih terikat pada paradigma keadilan prosedural; mekanisme penyelesaian sengketa arus utama yang telah kehilangan efektifitas dan daya paksanya; hingga pada lemahnya peraturan perundangundangan dalam mengatur mekanisme penyelesaian sengketa alternatif yang memadai bagi kebutuhan dunia bisnis belakangan ini. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mencoba untuk menelaah peran struktur penegakan hukum, disamping factor pelaku sebagai salah satu penyebab ambivalensi tersebut. Penelitian ini menggunakan konsep strukturasi dari Anthony Giddens untuk dapat menelaah ketegangan antara struktur dan pelaku dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran hubungan kontraktual, sehingga ambivalensi yang terjadi selama ini dapat dipandang secara lebih utuh sebagai akibat dari hubungan timbal balik (dualitas) yang saling memengaruhi antara struktur dan pelaku. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melakukan diferensiasi terhadap wanprestasi dan penipuan, namun bukan dalam kapasitas untuk mebandingkan keduanya sebagai dasar pelanggaran hubungan kontraktual, melainkan untuk mencari pembatasan yang lebih tegas atas pertanyaan sejauh man wanprestasi dpat dimknai sebagai penipuan.

Law enforcement in Indonesia, in the nadir image is the establishment of few people’s interest. This situation illustrates a hiperreality in the law, as a simulacrum that looks much more real than the ideals of law enforcement itself. In the private sphere, the simulacrum is clearly illustrated in the ambivalence which occurs in law enforcement on violations of the contractual relationship. The breach of contract is often settled through penal mechanism. Defaulting debtors is often considerate to commiting fraud based on KUHP Article 378, for failing to fulfill the performance that he have agreed in contract, or for his failure to paying his debts. The presence of criminal law besides the civil procedure, as a means of contractual dispute resolution mechanisms, on one side is betraying the ideals of the criminal law as an ultimum remidium. On the other hand, this presence also ignores the noble intention and agreement of the parties as the basis of the agreement’s nativity. As a result, all contractual issues in community could be diverted into criminal case, parted from its actual root cause. This ambivalence is determined by wide range of factors, ranging from the actors and the behavior of law enforcement which is still bound to the procedural justice paradigm; mainstream dispute resolution mechanisms which have lost its effectiveness and power to enforce; up on the failure of regulation to provide an inadequate alternative dispute resolution mechanisms which equal with recent world business. Based on the description above, this study attempts to examine the role of law enforcement structures, besides the agency factors, as one of the ambivalence causes. This study will be conducted using the concept of structuration from Anthony Giddens to be able to examine the tension between structure and actors in law enforcement on violations of the contractual relationship. By implementing the theory, the ambivalences could be seen in more comprehensive way as a result of reciprocal relations (duality), in which both the structure and actors do influence each other. In addition, this study also aims to create differentiation of defaults and fraud, but not in the capacity to oppose them as basis of the contract breach, but in term to seeking tougher restrictions when the breach of contract can be interpreted as fraud.

Kata Kunci : Ambivalensi; penegakan hukum; hubungan kontraktual; wanprestasi; penipuan; strukturasi.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.