PENGALIHAN HAK TANAH ULAYAT PADA BANDAR UDARA SENTANI DI JAYAPURA PAPUA

PAULA MUSTIKA DEWI HEREWILLA, Ir. Suryanto, MSP.

2011 | Tesis | S2 Magist.Prnc.Kota & Daerah

Tanah Bandara Sentani secara hukum normatif kepemilikannya sesuai dengan Besluit van de gouverneur van Nederlands Nieuw Guinea Nomor 63 Tahun 1961 seluas 2.889.540 M², meskipun demikian, bukti tersebut tidak diakui oleh masyarakat adat. Penelitan ini bertujuan untuk (1) mengetahui bagaimana proses pengalihan hak atas tanah bandara sentani, (2) mengetahui konflik yang timbul, (3) mengetahui pola-pola penyelesaian konflik, (4) mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya konflik dan (5) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian konflik. Didalam proses pengalihan hak atas tanah Bandara Sentani, ada perbedaan persepsi antara Pemerintah dengan Masyarakat Adat, perbedaan tersebut meliputi luasan, kepemilikan dan jumlah ganti rugi atas tanah ulayat tersebut. Selain itu juga muncul pihak ketiga yang mengklaim hak kepemilikan atas lahan bandara tersebut, sehingga pemerintah menghadapi tuntutan lainnya lagi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi konflik yang terjadi adalah dengan menempuh jalur peradilan untuk mendapatkan kepastian hukum, melakukan musyawarah dengan masyarakat adat serta membentuk panitia sebagai fasilitator dalam pemberian ganti rugi terhadap masyarakat. Selain bentuk kerugian berupa uang, masyarakat adat sentani juga mengingini kompensasi dalam bentuk lain yang dapat bersifat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat dan dapat dimanfaatkan selamanya, seperti pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Menyikapi hal tersebut, pemerintah dalam hal ini pihak Bandara Sentani disarankan membuat program CSR (corporate social responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan seperti yang telah dilakukan di banyak bandar udara lainnya di Indonesia.

Sentani's Airport in Jayapura, has a legal status based on Besluit is de gouverneur's van Nederlands Nieuw's van Guinea Number 63 Years 1961, however its existences not recognized by local customary community. This research aims (1) to document the handover process of the right, (2) to document the conflicts, (3) Pattern of Conflict resolution, (4) factors contributed to conflict and (5) factors contributed to conflict resolution. In the land rights transfer, there are differences in perceptions between the government and local customary community, such as differences the related state of land, the legal ownership, and the amount of compensation for such lands. In addition, the existence of third parties who claim ownership of airport land, so that the government faces other charges again. Efforts performed by the government to overcome the conflict is through judicial to obtain legal certainty, to discussion with local customary community and formed the committee as a facilitator to give the compensation for local customary community. Apart form the loss of money, local customary community also covet the compensation, in another form that can be improve the lives of local customary community, whose existence can be exploited forever, such as education, employment and others. to respond it, the government in this case the sentani airport can make CSR (corporate social responsibility) or corporate social responsibility as it has done in many other airports in Indonesia.

Kata Kunci : Tanah adat, masyarakat adat, konflik dan penyelesaian konflik