Laporkan Masalah

PROSPEK PENGAKUAN HAK PERIKANAN TRADISIONAL DALAM PENETAPAN BATAS PERAIRAN WILAYAH LAUT ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA

MUHAMAD AZHAR, Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M.

2011 | Tesis | S2 Ilmu Hukum

Pengakuan hak perikanan tradisional (Traditional Fishing Rights) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penetapan batas perairan wilayah laut antar negara. Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktek negara dalam hal pengakuan hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut. Sedangkan tujuan lainnya adalah untuk mengetahui implementasi pengakuan hak perikanan tradisional dalam penentapan batas wilayah laut antara Indonesia dan Filipina. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau kepustakaan. Keseluruhan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencari kebenaran kualitatif, yaitu kebenaran dalam arti kesesuaian dengan ukuran yang menetapkan persyaratan kualitas tertentu yang harus di penuhi. Untuk memperoleh kebenaran kualitatif tersebut digunakan model analisis-sintesis. Berdasarkan cara uraian analisissintesis kemudian diambil kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Praktek negara telah mengakui hak perikanan tradisional. Pengakuan tersebut dilakukan melalui tiga cara. Pertama, praktek negara sebagai dasar dan argumentasi dalam mengajukan penanganan kasus dihadapan Mahkamah internasional; Kedua, praktek negara sebagai alasan adanya kerjasama bilateral di bidang perikanan. seperti yang terjadi pada Jepang, Australia, Amerika Serikat dan Korea; Dan ketiga pengakuan hak perikanan tradisional menjadi dasar / alasan dalam rangka penetapan batas perairan wilayah laut, yang mempertimbangkan aspek ekonomi khususnya kawasan perikanan kelola bersama. Sedangkan implementasi pengakuan hak perikanan tradisional belum dapat dilakukan dalam rangka penetapan batas wilayah laut antara Indonesia dan Filipina. Namun implementasi dapat dilakukan melalui peluang-peluang yang digunakan sebagai opsi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak diantaranya: Pertama, adanya sembilan perjanjian bilateral terkait bidang perikanan; Kedua, adanya persamaan persepsi tentang kedudukan Pulau Miangas; Ketiga, Indonesia dimungkinkan dapat mengadopsi tatacara pelaksanaan pengusahaan bersama dibidang perikanan sebagaimana pada Celah Timor antara Indonesia dan Australia.

Recognition on traditional fishing rights is one of the factors that affect the demarcation of the territorial waters of the sea between countries. This study aims to understand the practice of states in terms of recognition of traditional fishing rights in the demarcation of sea territory. While other purpose is to investigate the implementation of recognition on traditional fishing rights in the Determination of marine boundaries between Indonesia and the Philippines. The method used in this research is normative legal research or literature. Overall the data obtained were analyzed using a qualitative approach to seeking truth qualitative, namely truth in the sense of conformity with the size of that set certain quality requirements that must be fulfilled. To obtain these truths are used qualitative analysis-synthesis model. Based on how the description of analysis-synthesis then be concluded as an answer to the problems studied. The results can be concluded that the practice of states related to the recognition of traditional fishing rights have been done through three ways. First, state practice as the basis and arguments in the handling of cases filed before the International Court; Second, the practice of the state as the reason for the bilateral cooperation in fisheries. as happened in Japan, Australia, the United States and Korea; And thirdly the recognition of traditional fishing rights of the basis / reason for demarcation of the territorial waters of the sea, which considers the economic aspects of fisheries governance in particular areas together. While the implementation of recognition of traditional fishing rights can be done within the framework of demarcation of territorial waters between Indonesia and the Philippines, through the opportunities that are used as an option that is acceptable to both sides of them: First, there are nine bilateral agreements related to fisheries; Second, the similarity perception of the position Miangas Island; Third, Indonesia is possible to adopt the ordinance implementing joint enterprise in the field of fisheries, as in the Timor Gap Treaty between Indonesia and Australia.

Kata Kunci : Hak Perikanan Tradisional, Batas Laut Wilayah, Filipina


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.