KONSTRUKSI HUKUM PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI DI ATAS TANAH KRATON DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Athanasia Dian Santi, S.H, Prof. Dr. Maria SW Sumardjono, S.H., MCL., MPA.

2011 | Tesis | S2 Magister Kenotariatan

Tujuan penulisan tesis ini untuk mengetahui latar belakang terbitnya Surat Kepala BPN No. 570.34-2493 tanggal 21 Oktober 2003, praktik pemberian hak-hak atas tanah di atas Tanah Kraton dengan mekanisme magersari dan pinjam pakai, mekanisme pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai berdasarkan surat Kepala BPN No. 570.34-2493, dan hambatan serta potensi masalah yang dihadapi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Data sekunder berupa dokumen dan data hasil penelitian lapangan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif untuk menjawab permasalahan penelitian. Penelitian ini menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1. Latar belakang terbitnya Surat Kepala BPN No. 570.342493 tanggal 21 Oktober 2003 adalah memberi payung hukum dan mengisi kekosongan hukum bagi warga masyarakat yang akan memanfaatkan Tanah Kraton. 2. Praktik pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga dengan hak magersari dan pinjam pakai sudah berlangsung lama. Perbedaan antara keduanya adalah magersari ditujukan khusus untuk abdi dalem kraton dan pinjam pakai ditujukan untuk pihak selain abdi dalem kraton. Baik magersari maupun pinjam pakai diberikan untuk jangka waktu 10 tahun dan bisa diperpanjang. Khusus Pemerintah Daerah diberikan pinjam pakai selama 15 tahun. 3. Mekanisme pemberian HGB/HP berdasarkan Surat Kepala BPN No. 570.342493 tanggal 21 Oktober 2003 bertitik tolak pada Kraton sebagai pemegang Hak Milik dan Kraton sebagai pemegang Hak Pengelolaan karena Surat Kepala BPN itu tidak memberikan kedudukan hukum yang jelas kepada Kraton Yogyakarta, apakah sebagai Subyek Hak Milik atau Pemegang Hak Pengelolaan atau Pemegang Tanah Ulayat. Hal ini terlihat dalam proses pendaftaran HGB/HP di atas Tanah Kraton membutuhkan dua dasar surat yaitu Surat Perjanjian – kesepakatan antara pihak Kraton kepada Pihak Ketiga- dan Surat Keputusan Pemberian Hak dari pejabat yang berwenang. 4. Hambatan-hambatan yang muncul dalam memberikan hak-hak atas tanah kepada pihak ketiga adalah pertama, kelengkapan administratif dan peristiwa hukum yang terjadi pada subyek pemohon hak; kedua, kejelasan status Tanah Kraton apakah memang masih Tanah Kraton atau sudah menjadi Tanah Negara dan yang ketiga, kondisi jajaran staf yang mengurus proses pemberian haknya baik di Kantor Pertanahan maupun di Kraton sendiri. Potensi permasalahan yang dapat muncul dikemudian hari disebabkan karena: satu, hubungan kerja antara Kraton, Pemerintah Daerah dan Badan Pertanahan Nasional; dua, ketidakjelasan status kraton sebagai subyek hak dan status obyek haknya; tiga, kurangnya data mengenai peta Tanah Kraton; empat, koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam hal kebijakan tata ruang.

This thesis deals with the legal concept of the granting of land right of Sultan Grond to the third party according to Basic Agrarian Law focuses on the background of the issuance of the Letter of Head of National Land Agency No. 570.342493 of October 21st, 2003, the practice of the granting of the right of building and the right of use based on the Letter of Head of National Land Agency, obstacles and problems faced. Secondary data in the form of document and the results of field research are analyzed using descriptive-qualitative method in order to answer the research problems. The results of the study show that: 1. the background of the issuance of the Letter of Head of National Land Agency No. 570.342493 is to provide a legal basis for the people who will utilize Sultan Grond. 2. the practice of granting land to third parties by utilizing Magersari right and Pinjam Pakai right has taken place for a long time. Those two rights are different: Magersari right is granted to Abdi Dalem, while Pinjam Pakai right is granted to people other than Abdi Dalem. Duration of both rights are 10 years and can be extended. Especially for Regional Government, the duration is 15 years. 3. the mechanism of the granting of the right of building/ the right of use based on the Letter of Head of National Land Agency No. 570.342493 of October 21st, 2003 contains asumtion of Kraton as the holder of the right of ownership and the right of anagement since the Letter of National Land Agency does not clearly state the legal position of Kraton Yogyakarta—whether as holder of the right of ownership or holder of the right of management, or holder of Ulayat Land. This obscurity can be seen from the process of the registration of the right of building/ the right of use in which one needs two basic letters, namely Surat Kekancingan- between Kraton and third parties- and the Decision of Granting of Right by Officials of the Land Agency. 4. The obstacles in the granting of land right to third parties are: first, the administrative completeness and legal event of the applicant; second, the clarity of Sultan Grond status—whether it is still recognized as Sultan Grond or has become state land; and third, the condition of the staffs processing of the granting right whether in the office of National Land Agency or in Kraton. The problems that might appear in the future are caused by: first, work relationship among Kraton, Regional Government, and National Land Agency; second, the obscurity of Kraton’s status as subject and object of the right ; third, the lack of data concerning Sultan Grond; fourth, the coordination with Regional Government on the policy of spatial management.

Kata Kunci : pemberian hak atas tanah, tanah kraton, hak guna bangunan, hak pakai