PERANAN PEMIMPINAN HONAI ADAT (Studi Tentang Politik Tradisional di Distrik Korupun Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua)
M Keklo Osu, SE., Drs. Cornelis Lay, MA.
2011 | Tesis | S2 Ilmu Politik minat Politik Lokal & Otonomi DaerahDalam kehidupan masyarakat orang Korupun, berperang telah berakar dalam sistem religinya dan merupakan kegiatan yang suci yang diwajibkan oleh nenek moyang mereka. Apabila tidak perang, maka segala hal seperti bercocok tanam, berburu, berdagang, dan sebagainya, akan mengalami kemunduran. Perang suku merupakan pusat dari religi dalam kebudayaan Korupun, tidak dapat dipisahkan, karena yang sudah berakar dan berurat dalam kehidupan masyarakatnya. Adalah suatu kebingungan kini, tatkala agama dan pemerintah datang membuka keisolasian daerah ini, untuk tujuan dan maksud baik, dengan serta merata melarang nilai religi (keagamaan) mereka sebagai salah. Seorang responden lain mengatakan kepada penulis: \"Kalau kami tidak boleh perang, kami ini siapa, jika yang kami hayati sebagai salah? Kita dituntut kehati-hatian menghadapi suku lain. Mungkin lebih bijaksana pihak luar secara bijaksana mau mengerti dan melakukan transformasi social budaya berdasarkan nilai-nilai lokal dengan kehati-hatian kehidupan profan sehari-hari juga terjalin dengan perang. Wibawa, berikut berbagai hak seperti memiliki banyak isteri, kebun-kebun dan babi dalam masyarakat ini diperoleh dengan keberanian dalam pertempuran. Orang yang berhasil semua itu yang paling baik dapat diterjemahkan dengan orang terpandang, atau diperhitungkan. Orang berhasil itu lawan dari, orang tidak penting, orang tidak berharga. Upaya untuk mempertahankan wilayah Korupun merupakan tanggung pemimpin honai dan warganya. Selama ini kita mungkin memandang bahwa penanggung jawab upaya mempertahankan kedaulatan Korupun adalah rakyat. Hal tersebut tidak tepat. Rakyat bertanggung jawab untuk membantu pemimpin honai dalam mempertahankan kedaulatan wilayah Korupun. Kerja sama dan sinergi antar pimpinan suku dengan masyarakat harus diperkuat. Namun yang paling bertanggungjawab dalam mempertahankan wilayah teritorial adalah pemimpin honai. Peranan lain pemimpin Korupun adalah memperluas wilayah kekuasaan atau dikenal dengan ekspansi wilayah kekuasaan teritorialnya. Ekspansi wilayah dilakukan oleh pemimpin honai dalam hal jika terjadi perang antara suku dan pihak lawan dinyatakan sebagai pihak yang kalah dalam peperangan. Kebijakan ini diambil jika penyebab perang adalah sengketa wilayah kebun atau hutan. Maka bagi pihak yang dinyatakan menang dalam perang mengenai kebun atau hutan, berhak untuk melakukan ekspansi wilayah kekuasaan teritorialnya. Penetapan perluasan wilayah ini dilakukan dengan upacara adat dengan memotong hewan babi. Sementara pihak yang dinyatakan sebagai kalah dalam peperangan ini tidak boleh melalukan tindakan merubah keputusan yang diambil sesuai dengan keputusan adat tadi. Kontrol pemimpin honai dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, antara suku. Sistem hukum adat yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam harus memiliki perspektif keberlanjutan. Selain itu, peran serta aktif pemimpin honai dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan hakhak masyarakat adat. Peranan lain dari pemimpin honai adalah memperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah, termasuk penjarahan terhadap hutan, penguasaan oleh suku-suku lain. Meningkatnya penebangan liar oleh penduduk dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Konflik antara suku di Papua umumnya dan Korupun khususnya bukan hal baru. Hampir setiap periode tertentu terjadi konflik. Penyebab konflik bisa terjadi karena masalah batas-batas kebun, batas-batas wilayah teritorial kekuasaan honai, juga masalah perempuan. Maka peranan pemimpin honai di Korupun begitu luas tidak saja terbatas pada masalah bagaimana menyejahterakan rakyatnya, akan tetapi menyangkut banyak aspek. Oleh karena itu pemimpin honai bertugas memelihara hidup hukum didalam persekutuan, menjaga, supaya hukum itu dapat berjalan dengan selayaknya. Aktivitas pemimpin honai sehari – hari meliputi seluruh lapangan masyarakat. Tidak ada satu lapangan pergaulan hidup di dalam badan persekutuan yang tertutup bagi pemimpin honai untuk ikut campur bilamana diperlukan untuk memelihara ketentraman, perdamaian, keseimbangan lahir batin untuk masyarakat.
Making a war in the life of Korupun people had its root deep in its religious system and was considered to be holy and their forefathers made it obligatory. If they did not make any war, any thing appertaining to cropping, hunting, trading and so on would result in cutbacks. Tribal war represented the center of the religion in Korupun culture and was inseparable of their life. However, disorientation took place when new religion and government open the isolation of their region for good purpose and banned their indigenous religious values that were considered to be wrong. A respondent told the author, “When making a war is banned and what we consider to be right is forbidden, so who we are now?†They were required to be highly careful to other tribes. It would be wiser that outsiders understood them and did social and cultural transformation based on the existing local values and considering the profane aspects of their daily life related to the war. Power along with the right to have many wives, gardens and pigs was in the tribe obtained with brevity bravery in the war. Those who managed to conquer other tribes were considered to be those highly regarded. They were contradicted to those who were unimportant and meaningless. The effort to defend the territory of Korupun tribe became the responsibility of the tribal head Honai and his members. Our understanding that the responsibility for the sovereignty of the tribe was in the hand of the tribesmen was wrong. They were responsible to provide their tribal head Honai with support and help in defending their tribal territory. Cooperation and synergy between the tribal head Honai and his tribesmen must be strengthened, though the principle responsibility for defending their tribal territory was in his hand. Another role played by the tribal head Honai was to expand their territory. The expansion took place when a tribal ware took place and the enemy was conquered. The war decision was made when a dispute over tribal garden or forest took place and the conqueror had the right to expand their tribal territory and it was established in a custom ceremony by slaughtering pigs, while the conquered was prohibited to change the territorial establishment decision. The control by the tribal head Honai in the management of natural resources and in the preservation of natural living environment function played an important role and it resulted in the presence of the rights to use and to enjoy the existing natural amenities and it reduced in turn the tribal conflicts. The custom laws related to the management of the natural resources must be sustainable. Additionally, the tribal head Honai must play an active role in making use of the access and in controlling the use of the natural resources in order to protect public rights and also custom rights. Another role of the tribal head Honai was to take care of the damage of the natural resource and to take any possible effort to prevent it to be worse, including illegal logging and the control of the natural resources by other tribes. The increase in the illegal logging must be controlled in order to reduce the environmental damage, the use of unsafe fuels, excessive forest opening for agricultural purpose, and the use of the forest without any consideration of environmental support and capacity. Tribal conflicts in Papua in general and especially in Korupun was not something new. The conflict took place almost periodically. The causal factors might be garden border dispute, the dispute of tribal head Honai’s territory, and women. So, there was a wide range of problems with many related aspects that the tribal head Honai in Korupun must deal with and not limited to the problem of how to provide his tribesmen with prosperity. Therefore, the tribal head Honai was responsible for maintaining the social order in the tribal allies and for the enforcement of the existing custom laws. The daily activities of the tribal head Honai included all aspects of the life of his tribesmen. No aspect of the life of the tribesmen that the tribal head Honai could not interfere with in maintaining the tranquility, the peace and the balance of the spiritual and material life of his tribesmen.
Kata Kunci : Mengelola konflik, membagi kekayaan sesuai dengan jenjang klen, ekspansi wilayah, mempertahankan Wilayah