GERAKAN PERLAWANAN MASYARAKAT LOKAL: (STUDI TENTANG PERLAWANAN MASYARAKAT BANGUN PURBA DALAM MEMPERTAHANKAN HAK ULAYAT DI KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU)
ABDUL PUTRA GINDA HASIBUAN, S.IP, Nanang Indra Kurniawan, S.I.P., M.P.A.
2011 | Tesis | S2 Ilmu Politik minat Politik Lokal & Otonomi DaerahPenelitian ini memfokuskan pada gerakan perlawanan masyarakat Bangun Purba dalam mempertahankan hak ulayat. Dalam banyak kasus, kesewenang-wenangan negara dan swasta terutama dalam penyerobotan tanah-tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat tidak jarang memicu munculnya gerakan perlawanan dari masyarakat. Oleh karena itu, riset ini dimaksudkan untuk menjawab: 1) Apa yang menyebabkan munculnya perlawanan masyarakat bangun Purba? dan 2) Bagaimana bentuk perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Bangun Purba?. Dengan metode studi kasus, riset ini menunjukan bahwa gerakan perlawanan masyarakat Bangun Purba terhadap negara dan swasta berlangsung secara dinamis, baik berlangsung di bawah permukaan maupun secara frontal. Bagi masyarakat, Kapitalisasi tanah ulayat yang melibatkan negara dan swasta merupakan “perampasan†atas hak milik kolektif (ulayat) mereka. Gagalnya negosiasi damai yang dilakukan oleh masyarakat berimplikasi pada munculnya gerakan perlawanan dari masyarakat yang terdiri atas 2 fase yaitu: fase pertama, perlawanan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi (James C.Scott) dan terjadi perubahan pola perlawanan pada fase kedua yaitu, perlawanan yang dilakukan secara terorganisir dan terbuka (Antonio Gramsci). Mengacu pada teori Ted Robert Gurr, maka salah satu akar persoalan dari munculnya gerakan perlawanan tersebut adalah adanya kesenjangan (relative deprivation) antara harapan dan kenyataan. Harapan masyarakat Bangun Purba akan pengakuan terhadap hak ulayat mereka atas tanah ternyata tidak direspon secara positif oleh negara dan swasta. Munculnya gerakan perlawanan masyarakat Bangun Purba juga dikarenakan faktor internal dari masyarakat itu sendiri. Di mana terdapat perasaan kecewa dari masyarakat terhadap tokoh adat karena diduga “main mata†atau melakukan kerja sama dengan pihak pemilik modal (perusahaan). Kondisi kemiskinan yang membelenggu masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya perlawanan, karena kondisi kemiskinan mereka diperparah lagi oleh perampasan tanah oleh negara dan swasta (kapitalisasi tanah) sebagai sumber utama penghasilan mereka.
This research focused on opposing movement of Bangun Purba people in maintaining ulayat rights. In many cases, the state and private arbitrariness, especially in executing land belonging to customary community, frequently triggered the rise of opposing movement of the community. Therefore, this research aimed to answer the following questions: (1) what caused the rise of opposing people of Bangun Purba? And (2) how did the Bangun Purba’s people oppose? Given case study method, this research indicated that the opposing movement of the Bangun Purba’s people against the state and private took place dynamically, both underground and frontal. For the people, ulayat land capitalization involving the state and private was ‘rubbery’ on rights belonging to the collective (ulayat). Failure of peaceful negotiation used by the people implied in the rise of opposing movement conducted underground (James C. Scott) and there was change in oppositional pattern in the second phase, opposition was organized and open (Antonio Gramsci). Referring to theory by Ted Roberth Gurr, one problem root of the rise of opposing movement was relative deprivation (gap) between hope and reality. The Bangun Purba’s people expected acknowledgement for their ulayat rights to land which was not really responded positively by the state and private. The rise of opposing movement of the Bangun Purba’s people was also caused by internal factors of the people alone. Where there was disappointed feeling of the people against customary figures because they were suspected to play ‘eye’ games or cooperated with capital owner (company). Poverty condition fettering the people was also one factor triggering the rise of opposition, because their poverty condition was aggravated by land capitalization of the state and private, where land is main source for their income.
Kata Kunci : gerakan perlawanan, kapitalisasi tanah, negara, swasta, masyarakat lokal.