KONTRAK BAGI HASIL PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 002/PUU-1/2003 ATAS PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN DICABUTNYA KUASA PERTAMBANGAN DARI BADAN USAHA (BU) BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Chandra Triayu Darmawati, Drs. Paripurna S., S.H., M.Hum., LLM.

2011 | Tesis | S2 Magister Hukum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dasar hukum dari Kontrak Bagi Hasil (KBH) di bidang industri migas pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Migas dengan dicabutnya Kuasa Pertambangan dari Badan Usaha (BU)/Bentuk Usaha Tetap (BUT), serta meneliti keabsahan Kontrak-Kontrak Bagi Hasil yang ditandatangani pasca putusan Mahkamah Konsitusi tersebut. Selain itu penelitian ini dimaksudkan juga untuk meneliti aturan-aturan hukum dalam Kontrak Bagi Hasil terkait dengan Kuasa Pertambangan, serta menggali lebih dalam mengenai fungsi dan peran Pemerintah dalam Kontrak Bagi Hasil. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan meneliti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dan dokumen kontrak bagi hasil migas pasca putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Metode penelitian bersifat induktif - deduktif, dimana analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap KBH yang ditandatangani pasca putusan Mahkmah Konstitusi atas pengujian UU Migas dengan dicabutnya Kuasa Pertambangan dari BU/BUT. Analisis juga dilakukan atas ketentuan-ketentuan hukum di dalam Kontrak Bagi Hasil migas terkait dengan Kuasa Pertambangan, serta peran pengawasan Pemerintah dalam KBH. Sebagai akibat dari ditetapkannya putusan MK Nomor 002/PUU- I/2003 pada tahun 2005, BU/BUT yang menandatangani KBH tidak lagi memiliki wewenang atas Kuasa Pertambangan. Namun hal ini bukan berarti hilangnya dasar hukum dari KBH. Di dalam KBH, Pemerintah dan BU/BUT mengatur suatu tindakan-tindakan tertentu dalam pengelolaan migas di Indonesia dengan melakukan kerja sama di bidang Eksplorasi dan Eksploitasi. Tanpa adanya Kuasa Pertambangan pada BU/BUT, maka kerja sama di bidang Eksplorasi dan Ekploitasi antara BU/BUT dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri ESDM dan BPMIGAS, yang diberi bentuk KBH, menjadi suatu kontrak bisnis berdimensi publik, dan KBH sebagai suatu kontrak telah memenuhi empat unsur syarat keabsahan kontrak menurut hukum Indonesia. Di dalam KBH telah diatur seluruh hal-hal pokok yang wajib ada serta telah pula menjabarkan fungsi pengendalian dan pengawasan Pemerintah terhadap Kuasa Pertambangan

The objective of this study is to determine the legal basis of Production Sharing Contracts (PSC) in the oil and gas industry after the verdict of the Constitutional Court for judicial review of Oil and Gas Act, with the revocation of Mining Authority from Business Entity (BE)/Permanent Establishment (PE), and examine the validity of the PSCs signed after the said verdict. In addition, this study also intended to examine the legal rules in the related PSC, and make a detail research about the function and role of Government in the PSC. This study used the normative approach by examining the Act No. 22 of 2001 on Oil and Gas (Oil and Gas Law) and oil and gas production sharing contract documents after the decision of the Constitutional Court. The research method is inductive - deductive, which carried out a descriptive analysis of qualitative data on PSCs signed after the Constitutional Court's verdict with the revocation of Mining Authority from BE/PE. The analysis has also conducted on the legal provisions in the PSCs related to Mining Authority issue, as well as the role of the Government of Indonesia in the PSC. As a result of the enactment of the verdict of Constitutional Court No. 002/PUU-I/2003 in 2005, BE/PE. who signed PSC no longer has authority over Mining Authority. However, this condition does not eliminate the legal basis of the PSC. In the PSC, The Government of Indonesia and BE/PE regulate a certain actions in managing oil and gas industry in Indonesia by conducting a cooperation in the exploration and exploitation activities. Without giving the Mining Authority to BE/PE, the cooperation in the exploration and exploitation activities between BE/PE and the Government of Indonesia represented by Minister of Energy and Mineral Resources and BPMIGAS, in form of PSC, become a public dimension of business contract, and as a contract, PSC has complied the four elements of validity of contract terms under Indonesian law. The PSC has also contained the complete terms and conditions that must exist and has outlined the function of control and supervision of the Government of Indonesia on Mining Authority.

Kata Kunci : kontrak bagi hasil, putusan mahkamah konstitusi, kuasa pertambangan