Laporkan Masalah

KONFLIK KLAIM KEBUDAYAAN INDONESIA-MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF INDUSTRI KEBUDAYAAN

Moh. Nizar, Dra. Ilien Halina, M.Si.

2011 | Tesis | S2 Ilmu Politik/Hubungan Internasional

Berdasarkan temuan tesis ini, konflik klaim kebudayaan antara Indonesia dan Malaysia dilatarbelakangi oleh dua faktor, yaitu faktor ekonomi dan sosio-politik kedua negara. Pertama, secara ekonomi Malaysia mulai mengembangkan ekonomi kebudayan dalam bentuk industri pariwisata berbasis kebudayaan. Dengan demikian, keanekaragaman kebudayaan yang terdapat di Malaysia yang tadinya berada di luar konteks ekonomi berubah menjadi industri kebudayaan dalam bentuk berbagai aksi pertunjukan, festival dan pameran kebudayaan sebagai paket pariwisata. Masyarakat Indonesia sebagai negeri serumpun ketika mengetahui hal tersebut spontan menjadi marah, karena hampir semua bentuk produk-produk kebudayaan yang diakui oleh Malaysia di Indonesia secara terun temurun juga dipraktikkan dan diakui sebagai kebudayaan warisan leluhur. Maka, sebagai bentuk respon atas kebijakan Malaysia tersebut, pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah bergegas mematenkan kebudayaan-kebudayaan Indonesia. Kedua, secara politik iklan pariwisata Malaysia selain dimaksudkan sebagai promosi wisata kebudayaan juga digunakan untuk menarik simpati etnik Melayu dalam menghadapi pemilu Malaysia (2008) serta untuk mempertahankan kekuasaan UMNO (United Malays National Organization) di pemeritahan. Karena Malaysia ketika di bawah pemerintahan Perdana Menteri Abdullah Badawi (2004-2008) dihadapkan pada persoalan tuntutan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah UMNO dan hal ini merupakan kesempatan Anwar Ibrahim untuk mencalonkan diri sebagai perdana menteri. Sementara di Indonesia, situtasi ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok politik tertentu untuk menggoyang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang baru terpilih dalam pemilu 2009. Suasana politik dalam negeri menjadi semakin keruh ketika media-media baik elektronik maupun cetakan beramairamai memberitakan klaim-klaim kebudayaan apa yang saja yang telah direbut oleh Malaysia. Akibatnya, masyarakat Indonesia menjadi semakin marah ketika mengetahui identitas kebudayaan mereka dicaplok negara tentangga sendiri—hal inilah yang membuat hubungan Indonesia dan Malaysia menjadi semakin memanas.

Based on results of research, the background of cultural legacy conflict between Indonesia with Malaysia contained two aspects: economy and socio-political ones. Firstly, with respect to economy, Malaysia started to develop its economy through tourism industry based on cultural legacy. In this case, the diverstiy of Malaysia culture economically disregarded before, was expanded for tourism industry by performing cultural shows, festivals and exhibitions. As Indonesia society knew these developments, it became heated, due to almost all of cultural legacies in archipelago societies inhereted by Indonesia ancestors, were claimed by Malaysia. Indonesia local and central governments, therefore, countered it by advancing the patent rights of their cultural legacy without delay. Secondly, in terms of socio-politics, in addition to tourism promotion, tourism advertisements are aimed to get sympathy of Malay etnics following national election in 2008 and retain dominance of United Malays National Organization (UMNO) in Malaysian goverment. As Malaysian government under Prime Minister Abdullah Badawi (2004-2008) faced dissatisfaction of Malaysia society to UMNO that gave opportunity to Anwar Ibrahim as opposition figure to engage the suceeding election, UMNO found out the political campaign based on tourism industry to maintain its power and blocked Anwar’s involvement in the election. At the same time, political vested interests exploited the bilateral dispute to shake the elected Susilo Bambang Yudhoyono as Indonesia President for 2009-2014. Political arena in Indonesia, then, became heated as mass media all together published the Indonesia cultural legacy claimed by Malaysia. It caused Indonesia society angrier due to it watched on Malaysia plundering its cultural identity, so that bilateral relationship between Indonesia and Malaysia was in dispute.

Kata Kunci : klaim, budaya, ekonomi dan sosio-politik


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.