Laporkan Masalah

SEJARAH SOSIAL KOMUNITAS TIONGHOA DI KAMPUNG BALONG SURAKARTA PARUH KEDUA ABAD XX

Riyadi, Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A

2011 | Tesis | S2 Sejarah

Tulisan ini merupakan upaya untuk menggali sejarah kehidupan sosial komunitas Tionghoa di Kampung Balong Surakarta dalam proses interaksi sosial dengan orang Jawa pada paruh terakhir abad ke-20. Tulisan ini didasari karena sejarah komunitas Tionghoa kelas bawah pada umumnya terjebak pada dua hal, yakni: generalisasi dengan Tionghoa mayoritas, atau terlupakan dalam sejarah. Permasalahan dari penelitian ini, yakni adanya serangkaian proses alami menjadi orang Jawa yang berlangsung di kalangan Tionghoa, serta sepanjang sejarah selalu tercipta hubungan yang harmonis diantara dua etnis itu. Untuk mendapatkan gambaran tentang permasalahan itu diperlukan metode sejarah kritis serta penggunaan sumber primer maupun sekunder, seperti: Arsip, wawancara mendalam, pengamatan langsung serta telaah referensi yang relevan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan peran orang-orang Tionghoa dalam kehidupan sosial di Kota Surakarta telah berlangsung jauh sebelum Surakarta menjadi ibu kota kerajaan. Masuknya golongan Eropa membuat sekat diantara hubungan Tionghoa-Jawa sehingga hubungan ini pun mengalami pasang-surut. Dampak lain adanya eksistensi Eropa di Surakarta, yakni adanya modernisasi yang membuat Surakarta selain sebagai kota administrasi, juga menjadi kota industri. Keterlibatan Tionghoa dalam industri dan perdagangan membuat komunitas ini bertambah banyak sehingga diperlukan pemukiman baru salah satunya adalah Balong. Aktivitas ekonomi masyarakat di Balong terutama sebagai, buruh industri, pedagang kelontong, dan industri batik, hal ini berbeda dari masa kolonial yang juga mengusahakan mindering dan pemborong pajak. Kehidupan sosial komunitas ini sepanjang abad ke-20 telah mengalami banyak perubahan terutama dalam upacara-upacara adat, nama, agama, kesenian, perkawinan, kematian, dan mentalitas. Perubahan ini disebabkan adanya perkawinan campur dengan Jawa, serta penerimaan kebijakan asimilasi masa Orde Baru. Serangkaian perubahan ini menunjukkan proses transformasi orang Tionghoa “menjadi Jawa”.

This article is an attempt to explore social history of the Chinese community at Kampung Balong Surakarta in the social interaction with Javanese in the second half of twentieth century. This article is based on that the history of lower-class Chinese community is generally entrapped in two things: generalization of majority Chinese or forgotten in the history. The problem of research is that there is a series of natural processes to become Javanese proceeding among the Chinese, and there is always harmony relationship between those two ethnics along the history. In order to obtain a description of such problems, a critical history approach as well as the uses of primary and secondary source such as archive, in-depth interview, direct observation, and relevant reference is required. The result obtained from this research shows that the role of Chinese in the social life of Surakarta had occurred long before Surakarta became the capital of kingdom. The European group entry created the partition within the Chinese-Javanese relationship so that this relationship fluctuated. Another effect of the existence of European in Surakarta is the presence of modernization making Surakarta, in addition as the administrative city, as the industrial city. The involvement of Chinese in industry and trading makes this community increases in number so that the new settlement, one of which is Balong, is required. The people economic activity in Balong is primarily as the industrial labor, daily needs merchant, and batik industry, it is different from the colonial time that also undertook mindering and tax collector. The community’s social life along the twentieth century had encountered many changes particularly in the customary ritual, name, religion, art, marriage, death, and mentality. This change is caused by the mixed marriage with the Javanese, and acceptance of the assimilation policy during New Order. This series of changes show the process transformation Chinese “becoming Javanese”.

Kata Kunci : Etnis Tionghoa, Kehidupan Sosial, Balong Surakarta.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.