KONSEP EMPIRIS PEMBANGUNAN RUMAH PASCAGEMPA BUMI DI KECAMATAN BAMBANGLIPURO KABUPATEN BANTUL

DYAH PERWITA SARI, Prof. Dr. Ir. Sudaryono, M.Eng.

2011 | Tesis | S2 Teknik Arsitektur

Gempa bumi mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 skala Richter, berpusat di Samudera Hindia sekitar 33 kilometer sebelah Selatan Kabupaten Bantul, dengan kedalaman 11,3 km. Gempa yang berpusat di sekitar pantai itu merupakan reaktivitas pada zona sesar Opak, dimana secara teoritis posisi Bambanglipuro berada di luar garis sesar Opak namun pada kenyataannya merupakan salah satu Kecamatan yang paling parah mengalami kerusakan akibat gempa bumi. Sebanyak 1.055 jiwa mengalami luka parah, 608 jiwa meninggal dunia, serta rumah rusak total/berat sebanyak 9.267 unit (BPS dan BAPEDA Bantul). Kerusakan itu bisa dikatakan akibat ketidaktahuan mereka akan kerawanan bencana geologi itu kemudian membangun rumah tanpa mengikuti standar bangunan menggunakan konstruksi beton bertulang. Peneliti berusaha untuk menemukan konsep empiris yang digunakan oleh masyarakat dalam membangun kembali rumah mereka yang roboh akibat gempa berdasarkan pada faktafakta yang terjadi di lapangan dengan mengandalkan pengamatan secara inderawi. Penelitian ini menggunakan paradigma fenomenologi dengan teknik penelitian induktif – kualitatif. Objek penelitian yang dipilih adalah rumah tinggal yang berada di wilayah Kecamatan Bambanglipuro, rumah yang rusak berat atau roboh total akibat gempa bumi 27 Mei 2006 kemudian dibangun lagi sendiri oleh pemiliknya, baik itu menggunakan dana bantuan dari pemerintah (Pokmas) maupun swadaya masyarakat. Analisis penelitian berdasarkan atas 131 unit informasi yang ditemukan kemudian dikerucutkan menjadi 17 tema-tema, yaitu latar belakang pekerjaan informan, pengalaman korban gempa bumi, kondisi rumah akibat gempa bumi, tempat tinggal pascagempa, merobohkan (sisa-sisa) bangunan rumah lama, dana pembangunan rumah, persepsi terhadap bantuan pihak lain, status kepemilikan rumah lama, pemilihan bahan bangunan, pembangunan rumah rekonstruksi, persepsi dan konsepsi ruang, rencana pembangunan ke depan, konsepsi dan persepsi rumah, persepsi orientasi rumah, konsepsi tentang detail ruang dan rumah, persepsi terhadap tradisi Jawa, dan pelajaran-pelajaran yang muncul pascagempa bumi. Dari analisis induktif dengan mencari hubungan substantif antar tema-tema maka di dapat empat konsep empiris, yaitu 1) Re-konsepsualisasi tentang rumah, 2) Re-konsepsualisasi tentang teknologi yang digunakan, 3) Re-konsepsualisasi tentang Keamanan dan Kenyamanan Rumah, serta 4) Konsepsi sosial masyarakat pascagempa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa : 1) persepsi gempa, menurut mereka gempa merupakan peristiwa yang membuat mereka memikirkan ulang tentang rumah, teknologi yang digunakan, keamanan dan kenyamanan rumah yang akan mereka bangun setelah rumah lama roboh akibat gempa, serta memunculkan solidaritas antar individu karena perasaan kebersamaan dan senasib; 2) Pascagempa bumi, rumah bagi masyarakat Bambanglipuro memiliki nilai sosial dan nilai aman; 3) pertimbangan keselamatan penghuni, efisiensi bahan, dan efektifitas proses pembangunan rumah; 4) Membangun rumah secara logis karena pengaruh reduksi pengetahuan agama. Mitologi Jawa dalam membangun rumah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bambanglipuro, bergeser pada prinsip-prinsip pembangunan rumah yang lebih rasional. Hal tersebut yang membedakan konsep pembangunan rumah pascagempa bumi di Bambanglipuro dengan daerah lain.

Java on 27th of May 2006. Its epicenter is Indian Ocean, approximately 33 kilometers south of Bantul Regency, at a depth of 11.3 kms. The earthquake with its epicenter on the coastal area is reactivity of Opak fault zone, where theoretically Bambanglipuro position is outside Opak fault line, but in reality became one of the worst sub districts suffering from the earthquake impacts. An amount of 1, 055 people suffer from serious wound, 608 people died, and 9,267 units of houses were totally/ heavily damaged (BPS and BAPEDA branches of Bantul). It can be said that the damage is caused by their ignorance on the susceptibility of geological disaster. This results in house construction, where they do not follow the standards of building, i.e.: using reinforced concrete construction. The researcher attempts to discover empiric concept used by the community in rebuilding their houses, which collapsed due to the earthquake, based on the facts occurred in the field of study by using sensory observation. The research adopts phenomenology paradigm with inductive-qualitative research technique. The research objects selected are dwelling places located in Bambanglipuro sub district areas. Heavily damaged houses or totally collapsed houses due to the 27th of May 2006’s earthquake are rebuilt by the owners themselves, either using the fund from the government's aid (Pokmas) or community self-support. The analysis is based on 131 information units found which are then narrowed down to 17 themes, i.e.: background of the informants’ occupation, the experience of earthquake’s victims, house condition due to the earthquake, dwelling places after the earthquake, demolition of the old houses (the ruins of the house), fund for house reconstruction, perception toward assistance from other parties, the ownership status of the old houses, the selection of construction materials, the reconstruction of houses, perception and conception on space, future construction plan, conception and perception on houses, perception on houses orientation, conception on the detail of space and houses, perception on Javanese tradition, and the lessons learned after the earthquake. From the inductive analysis conducted by finding substantive relationship among the themes, four empiric concepts are obtained, i.e.: 1) Re-conceptualization on houses, 2) Re- conceptualization on technology used, 3) Reconceptualization on the safety and security of the houses, and 4) Social conception of the community after the earthquake. The research concludes that : 1) perception on earthquake as an incident forcing them to rethink about their houses, the technology used, the safety and security of the houses they are going to build after their old houses collapsed due to earthquake, and the emergence of solidarity among themselves because they share feelings and fates; 2) After the earthquake, houses for Bambanglipuro people own social and safety value; 3) Considerations on the inhabitants' safety, materials efficiency, and the effectiveness of the house construction process; 4) Constructing houses logically due to the influence of reduced religion knowledge. Javanese mythology in constructing houses begins to be left by the people of Bambanglipuro, shifts to more rational principles of house construction. These are the factors differentiating the concept of house construction after the earthquake in Bambanglipuro from other areas.

Kata Kunci : gempa bumi; rumah roboh; Bambanglipuro; membangun rumah; konsep empiris; rasional; reduksi agama.