BEREBUT TANAH (Studi Tentang Konflik Horizontal Pertanahan di Kelurahan Wailiti Kecamatan Alok Barat kabupaten Sikka)
AMBROSIUS PETER, Nanang Indra Kurniawan, S.I.P., M.P.A.
2011 | Tesis | S2 Politik dan PemerintahanTanah senantiasa memiliki fungsi dan peran yang bernilai tinggi baik dari sudut ekonomi, sosial, dan politik. Karena begitu besarnya peran tersebut, maka tanah menjadi obyek kepentingan dari negara, pemilik modal maupun masyarakat, oleh karenanya tanah seringkali menjadi basis konflik. Konflik-konflik yang berbasis tanah dapat terjadi di daerah perdesaan maupun perkotaan. Konflik pertanahan di daerah perkotaan seringkali berkaitan dengan upaya untuk mengatasi permasalahan kota yaitu : persoalan penduduk, tanah, lahan permukiman dan usaha. Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut maka pengembangan kota mejadi salah satu solusinya. Pada kondisi tertentu pengembangan kota sebagai solusi untuk mengatasi masalah justru dapat menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya konflik pertanahan. Dengan metode kualitatif dan pendekatan studi kasus, kajian ini menemukan bahwa konflik horizontal pertanahan di Wailiti disebabkan karena adanya kebijakan pengembangan kota Maumere yang tidak disertai penataan administrasi pertanahan. Kebijakan tersebut berkonsekwensi pada terjadinya alih guna lahan dari lahan pertanian menjadi lahan perkotaan. Alih guna lahan berdampak pada terjadinya transformasi nilai di masyarakat dalam memaknai tanah dan peningkatan kebutuhan akan tanah. Terjadi kapitalisasi tanah sebagai bagian dari kebutuhan pengembangan ekonomi, akibatnya harga tanah mengalami kenaikan secara signifikan, di saat yang sama tanah-tanah di Wailiti tidak memiliki legalitas kepemilikan yang jelas. Pada akhirnya hal-hal tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik horizontal pertanahan. Temuan pada studi-studi sebelumnya yang mengatakan konflik tanah pada negera-negara agraris disebabkan karena masyarakat agraris memaknai tanah dari nilai intrisiknya (tanah subur atau tanah yang mengandung bahan mineral berharga). Tesis ini menemukan bahwa konflik tanah pada masyarakat agraris disebabkan karena nilai ekstrisik tanah. Tanah mengalami pergeseran makna sebagai benda ekonomis (nilai intrisik ke nilai ektrisik) namun disisi lain sebagai benda politik tanah tidak mengalami pergeseran makna. Sebagai benda politik, tanah merupakan arena kontekstasi untuk memperoleh kekuasaan. Pihak yang dominan dalam pengaturan kepemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah adalah negara, dengan demikian bila terjadi konflik tanah, dapat dipastikan negara gagal dalam mengelola kekuasaan.
Land always has high value in terms of economic, social and politic perspectives. Because land plays a great role, it becomes interest object of a state, capitalists and community; therefore, land frequently becomes basic conflicts. Land-based conflicts can take place in rural and urban areas. Land conflicts, in urban areas, are frequently associated with efforts to solve urban problems, such as: problems of population, land, residence and business. To solve the problems, urban development becomes a solution. In certain condition, urban development, as a way to solve problems, does result in a new problem, such as, conflict of land matters. Given qualitative method and case study approach, this study found that horizontal conflict of land in Wailiti was caused by a policy the Maumere city development which was not followed by land administration arrangement. The policy, consequently, resulted in land use transformation from farming land to urban land. The land use transformation affected value transformation of community in signifying land and increasing land needs. Land capitalization, as a part of economic development needs, occurred; as result, land price raised significantly; at the same time, land plots had not evident ownership legalities. Finally, it became horizontal conflict of land matters. Findings of previous studies stated that land conflicts, in agrarian states, were caused by agrarian community to signify land with intrinsic value (fertile land or land containing valuable mineral substances). This thesis found that land conflicts of agrarian community were caused by intrinsic value of land. Land experienced significance change as economic thing (from intrinsic value to extrinsic value); yet, on the other hand, land, as politic thing, did not experience significance change. As politic thing, land is contestation arena to obtain power. Dominant party, that regulates ownership, governance, and use of land, is the state; thus, if land conflicts occur, the state must fail to manage power.
Kata Kunci : Konflik Horizontal Pertanahan, Transformasi Nilai, Kapitalisasi Tanah, Administrasi Pertanahan.