Intervensi poliamin eksternal pada proses chilling injury :: Kasus pada kulit buah pisang mas (Musa paradisiaca L.)
PARTHA, Ida Bagus Banyuro, Promotor Dr. Ir. Suparmo, M.Sc
2010 | Disertasi | S3 Ilmu PanganPenelitian tentang pengaruh poliamin ekstemal pada proses chilling injury kulit buah pisang mas telah dilakukan. Penelitian ini diawali dengan penentuan umur buah sejak bunga mekar sampai buah matang 85%, masak dan lewat masak, penentuan lama dan suhu teijadinya chilling injury, penentuan kadar poliamin endogen pada kuJit dan daging buah, dan penentuan besarnya tekanan dan lama difusi poliamin ke dalam kulit buah pisang mas. Dari penelitian ini diketahui umur buah matang 85% (89-90 hari), buah masak (96-97 hari), buah lewat masak (101-102 hari). Chilling injury pada buah pisang terjadi pada suhu 10°C dengan lama penyimpanan 4 hari untuk buah matang 85%, sedangkan pada buah masak penuh dan lewat masak pada lama penyimpanan 2 hari. Kadar poliamin endogen (putresin, spermidin dan spermin) pada kulit buah lebih besar hampir 4-5 kali dibandingkan pada damng buah pisang mas untuk semua tingkat kematangan dan kemasakan buah. Kadar poliamin endogen paling besar terdapat pada buah pisang matang 85% dan paling rendah pada buah lewat masak. Difusi poliamin eksogen pada tekanan 1 atmosfer + 100 mmHg dan 1 atmosfer + 200 mmHg dengan lama perendaman 6 dan 8 menit hanya sarnpai pada kulit buah, sedangkan pada tekanan 1 atmosfer + 300 mmHg dengan lama perendaman 6 dan 8 merut difusi poliamin eksogen sudah sampai daging buah. Dari penelitian ini direkomendasikan bahwa sampel yang tepat untuk digunakan adalah buah pisang mas kondisi matang 85 %, lama perendaman dalam larutan poliamin selama 8 menit dengan tekanan 1 atmosfer + 200 mmHg dan suhu penyimpanan 10°C. Di antara 3 jenis poliamin yang digunakan pada penelitian ini didapatkan bahwa senyawa putresin (2 gugus amin) yang paling efektif menghambat chilling injury dibandingkan dengan spermidin (3 gugus amin) dan spermin (4 gugus amin). Hal ini diduga karena putresin memiliki gugus amin paling sedikit sehingga memungkinkan difusi lebih cepat ke dalam kulit buah pisang dan berikatan dengan pektin pada lamela tengah dan lipida membran sel membentuk senyawa kompleks yang ikatannya lebih kuat. Dari penelitian ini diketahui bahwa buah pisang mas yang direndam dalam larutan putresin sampai dengan hari ke 10 belum menunjukkan gejala-gejala nekrosis dan pitting; sedangkan pada buah pisang yang direndam tanpa larutan putresin (kontrol) menunjukkan gejala-gejala chilling injury (nekrosis dan pitting) pada hari ke 6 periode penyirnpanan. Putresin diduga dapat memperkuat lamela tengah sel pada jaringan kulit buah pisang mas dengan membentuk kompleks yang kuat dengan kelompok gugus karboksil pektin setelah terjadinya demetilasi pektin oleh enzim pektinesterase. Putresin juga melindungi lapisan lipida membran bilayer dari kebocoran setelah pendinginan dengan membentuk penutup permukaan pada lipida polar karena terjadinya ikatan antara gugus amin dari putresin dan gugus fosfat pada bagian kepala polar fosfolipida membran bilayer.
Banana fruits of 85% maturity was subjected to polyamine solutions in the effort of studying the effect of the chemicals on chilling injury upon storage of the fruit. The research was initiated by determination of maturity stages of Lady fingers banana, time and temperature relationship that result in chilling injury, determination of endogenous polyamine level in the fruit, and determination of pressure level and exposure time that result in the diffusion of polyamine into the banana peels. From the preliminary research the following information were collected: 1. State of maturation expressed as days after blooming were 89-90 days, 96-97 days, and 101-102 days for 85% maturation, fully ripe, and overripe, respectively. Expression of chilling injury were visually appeared after 4 days storage at 10°C for 85% mature fruit, while those fully ripe and overripe the injury visible only after 2 days of storage. The endogenous polyamines (putrescine, spermidine, and spermine) in the banana peels were 4 times higher compared to those in the flesh, for the fruit at all stages of maturity. The highest level of endogenous polyamines was found in the fruit of 85% maturity and the lowest was in the overripe one. Upon soaking the fruit in polyamine solutions the diffusion reached the fruit peel after soaking for 6 and 8 minutes under 100 mmHg and 200 mmHg pressure gauge. The diffusion reached the fruit flesh under 300 mmi-Ig gauge after soaking for 6 and 8 minutes. It was concluded that the appropriate fruit sample for the experiment was that having 85% maturity state, soaking in polyamine solution for 8 minutes duration under 200 mmHg pressure gauge, and storage temperature of 10°C. Among the three polyamines used for the experiment, putrescine (2 amme groups) was found to be the most effective in preventing chilling injury compared to those of spermidine (3 amine groups) and spermine (4 amine groups). The less polar character of putrescine (fewer amine groups) was thought to ease its diffusion into the banana peel matrix and interact with pectins at the middle lamella to form a strong complex interaction. Under the experimental conditions, the untreated banana (control) showed a sign of chilling injury (necrosis and pitting) on the day 6 of the storage period, while those treated with putrescine showed the sign after 10 days of storage time. Putrescine was thought to streng than middle lamella by forming strong complex with pectin's carboxyl groups after demetylation by pectinesterase enzyme. Putrescine also protect lipids bilayer membrane from leaking upon chilling by forming cover on the surface of polar lipid with amine of putrescinepolar head of phospholipids in the lipid bilayer.
Kata Kunci : Buah pasca panen, Chilling injury, Poliamin, Pisang