Pemufakatan dan desakralisasi ruang di permukiman Kauman Yogyakarta
TRIATMODJO, Suastiwi, Promotor Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP., Ph.D
2010 | Disertasi | S3 Teknik Arsitektur dan PerencanaanKauman adalah tempat tinggal para Kaum abdi dalem pamethakan Sultan, terletak di sebelah barat Masjid Gede. Kauman Yogyakarta adalah permukiman yang unik, ia berdiri di lingkungan pusat budaya Jawa, dan pada akhir abad XIX menjadi pusat industri kecil batik, kemudian di kampung ini lahir gerakan agama yang disebut Muhammadiyah. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, kampung Kauman berkembang menjadi permukiman pendukung jasa pendidikan dan pariwisata yang tumbuh di kota Yogyakarta. Pada masa kini Kauman menghadapi dua tantangan yang nyata, di satu sisi perkembangan kehidupan agama Islam masyarakat Indonesia yang cukup pesat, berikut pemakaian simbol-simbol agamanya. Tantangan kedua adalah letak permukiman Kauman yang berada di pusat kota, dan secara langsung menghadapi urbanisasi dan pembangunan fisik kota yang progresif. Bertolak pada kenyataan tersebut pertanyaan utama penelitian ini adalah: Apa makna ruang permukiman kampung Kauman Yogyakarta, yang memiliki latarbelakang budaya dan agama yang kuat, bagi para penghuninya pada masa sekarang? Tiga pertanyaan penelitian ikutan, adalah: 1) Seperti apakah fenomena keruangan yang muncul di permukiman kampung Kauman Yogyakarta? 2) Aspek dan faktor apa saja yang mendasari munculnya fenomena keruangan tersebut? 3) Pengetahuan teoritis lokal seperti apa yang dapat digali sebagai penjelasan makna ruang permukiman di kampung Kauman Yogyakarta? Metode penelitian yang dipakai adalah fenomenologi deskriptif model Husserlian. Peneliti menerapkan model analisis tanpa prakonsepsi dan penyaringan atau reduksi tiga tahap, yaitu reduksi fenomenologis, reduksi eidetis dan reduksi transendental. Penelitian ini telah berhasil menemukan teori keruangan lokal yaitu: teori permufakatan dan desakralisasi ruang sebagai refleksi tauhid Islam dan kesalehan hidup. Jawab terhadap tiga pertanyaan ikutannya, 1). Tiga fenomena keruangan yang muncul di permukiman Kauman Yogyakarta terdiri dari tiga konsep ruang; ruang yang tauhid, pemufakatan ruang dan desakralisasi ruang cikal bakal. 2). Basis pembangun fenomena keruangan adalah tauhid Islam dan budaya kesalehan milik warga yang bersumber kepada dialog sejarah pewarisan sosial budaya komunitas ini dan usaha untuk mewujudkan cita-cita mengembangkan masyarakat Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Khadist. 3). Makna ruang permukiman Kauman Yogyakarta pada masa sekarang adalah teori pemufakatan dan desakralisasi ruang yang terbangun melalui penyatupaduan antara sistem kepercayaan, sistem nilai dan kegiatan yang bersumber kepada budaya kesalehan warga dengan ruang permukiman. Penyatupaduan ini dibangun oleh warga secara evolutif dan alami sehingga menjadi wujud eksistensial permukiman Kauman Yogyakarta.
Kauman is a place where Sultan’s religious clerks live, located at the west part of the city great mosque. Kauman Yogyakarta is a unique neighborhood. It stands in the midst of Javanese cultural center, then at the end of the XIX century become center of small batik industry. Soon after this, a religious movement called Muhammadiyah born in this neighborhood. After the Indonesia independence, Kauman has turned out to be a neighborhood which provide services supporting education and tourist business flourished in Yogyakarta. Nowdays Kauman has faced two real challanges, first is the fast development of Indonesia moslem religious life, and the use of its religious symbols. The second challange is the geographical position of Kauman which directly faced urbanisation and the progressive development of Yogyakarta. Based on all those facts this research primary question is: What is the meaning of space-place of Kauman Yogyakarta, which has a strong cultural and religious background, according to the present inhabitants? Three other questions that follow:1) What kind of spacial phenomena exhibit in the neighborhood of Kauman Yogyakarta? 2)What aspects and factors which become the basis of the emergence of these spacial phenomena? 3) What kind of local theory can be developed which could fully describe the meaning of Kauman neighbohood of Yogyakarta? The research method used is descriptive phenomenology, with Husserlian model. The researcher has implemented an analysis without preconceptions or prejudices and worked it out through three steps of reduction: phenomenological, eidetic and transcendental reduction. This research has finally could formulize a local theory that is: concencus and desacralisation of space as the reflection moslem faith (tauhid) and piety. The answer for the three other questions are: 1) There are three spatial phenomena exhibit in Kauman neighborhood of Yogyakarta; space of faith (tauhid), concencus of space, and desacralisation of cikal bakal space. 2) The basis of the spatial phenomena developed are moslem faith (tauhid) and the cultural piety of the inhabitants, which have derived from the dialog of the inheritance of community’s social-culture of the past and efforts to achieve it ideals on moslem society in the future which is in accord with Al-Qur’an and Al-Khadist. 3) The present meaning of space-place in Kauman Yogyakarta is the theory of concensus and desacralisation of space which are developed through unification of belief system, value system, and activities originated on moslem cultural piety with its settlement. This unification has fully grown by the inhabitants through natural and evolutive ways in such wise it become an existensial formation of Kauman neighborhood of Yogyakarta.
Kata Kunci : Kauman, Fenomenologi, Makna ruang, Pemufakatan, Desakralisasi