Laporkan Masalah

Dinamika populasi ulat jati Hyblaea puera Cramer di Hutan Jati KPH Ngawi

ARPRIYANTO, Enggar, Promotor Prof. Dr. Ir. Edhi Martono, M.Sc

2010 | Disertasi | S3 Ilmu Kehutanan

Ulat jati merupakan hama utama pada tanaman jati yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian secara ekonomi. Usaha pengendalian hama ini belum dilakukan secara efektif karena informasi tentang ulat jati belum lengkap. Penelitian dilakukan untuk mempelajari fluktuasi tingkat kerapatan populasi ulat jati, perkembangbiakan dan struktur populasi ulat jati pada ekosistem hutan jati, faktor mortalitas yang berpengaruh pada fluktuasi tingkat kerapatan populasi ulat jati, dan tingkat kerusakan daun jati yang disebabkan oleh ulat jati. Penelitian ini dilakukan di dalam hutan jati, di Bagian Hutan Walikukun, KPH Ngawi pada bulan Juli 2007 sampai Agustus 2008. Metode yang digunakan adalah metode estimasi intensitas, relatip, dan survei; sedangkan parameter yang diamati meliputi : (1) jumlah larva, pupa, dan ngengat ulat jati, (2) ketersediaan pakan, (3) musuh alami, (4) habitat ulat jati, (5) tingkat kerusakan tajuk. Produksi telur dan viabilitas telur diamati menggunakan ngengat hasil pemeliharan pupa. Analisis faktor kunci digunakan dalam pembuatan tabel kehidupan. Pengamatan terhadap fluktuasi populasi ulat jati dilakukan dengan selang waktu 21 hari. Pola dinamika populasi ulat jati di ekosistem hutan jati memiliki pola episentris, epidemi dan endemi. Kerapatan populasi ulat jati berfluktuasi pada musim hujan dan kemarau. Populasi endemi yang bertahan pada musim kemarau merupakan sumber infestasi pada musim hujan berikutnya. Infestasi awal terjadi dalam kelompok-kelompok kecil (episentris) di tanaman yang bertunas segera setelah hujan pada akhir musim kemarau. Struktur populasi pada awal perkembangan populasi didominasi oleh instar dua. Setelah itu populasi ulat jati meningkat cepat dan mencapai epidemi, dengan puncaknya 6,26 ekor per tunas pada generasi ke tiga pada bulan Nopember 2007. Ketersediaan pakan yang berlimpah pada kondisi lingkungan yang sesuai dan kemampuan memproduksi telur tinggi (709,8 ± 283,7 butir) dapat merupakan faktor pendukung terjadinya peningkatan populasi. Migrasi secara lokal merupakan faktor utama yang menyebabkan distribusi secara spasial dan bertahan hidup pada kondisi tidak menguntungkan selama musim kemarau, saat ketersediaan daun muda terbatas. Pada musim kemarau populasi endemi mampu bertahan pada tegakan muda, trubusan dan kebun pangkas karena ketersediaan daun jati muda dan lunak sepanjang tahun, sebagai faktor penting untuk mendukung peletakan telur dan menjamin pakan bagi instar satu. Setelah mencapai puncaknya populasi ulat jati turun tajam disebabkan karena ketersediaan pakan yang sedikit, tingkat ketuaan daun, musuh alami dan curah hujan. Musuh alami yang berperan dalam fluktuasi populasi ulat jati adalah parasitoid Sympiesis hyblaea Surekha, Microgasterinae, Bracymeria sp, Apantheles sp, bacteria, virus dan predator. Total kematian pada satu generasi bulan Nopember 2007 dan Januari 2008 secara berurutan adalah sebesar 1,198 dan 2,268. Kematian instar satu (k1)pada ke-dua generasi tersebut menyumbangkan kematian terbesar yaitu secara berurutan sebesar 0,359 dan 1,239). Jumlah larva yang mampu menurunkan pertumbuhan volume adalah 3,8 ekor per tunas.

Teak defoliator is a major pest of teak forest that could cause very significant loss in the economical value. Control measure for teak defoliator has not been conducted yet due to lack of information about this pest. The aims of the research was to study the fluctuations in the population density of teak defoliator in teak forest plantation, the population development and structure of teak defoliator, the mortality factors which affecting the changes in the population density of teak defoliator, and an intensity of leaf damage due to teak defoliator. The study had been conducted in the teak forest in KPH Ngawi from July 2007 up to August 2008. The absolute and relative methods and survey were conducted to study the population dynamic. Parameters that being counted as follow: (1) number of larva, pupa, and moth, (2) food availability, (3) natural enemies, (4) habitats of teak defoliator in dry season, (5) leaf damage intensity. The measure of egg production and hatching egg were carried out during the study. Key factor analysis was used in the life table construction. The fluctuation of teak defoliator population was observed with 21 day interval. The pattern of teak defoliator population fluctuated sharply in the rainny and dry seasons. Survival endemic population during dry season was as a source of infestation in the next rainy season. Initial infestation occurred in small discreate patches or epicentres on flushing teak soon after rain at the end of dry season. It was as an initial time for teak defoliator population to build up. In the early build up phase the population structure of teak defoliator consisted of young larvae. After that the population started building up quickly and reached the peak (6.26 larvae per shoot) at the third generation in November 2007. The abundance of food in teak forest and the high production of egg (709.8 ± 283.7 eggs) might responsible for the build up of teak defoliator population. Local migration and distribution of food seem to be important factors in the spatial distribution. Local migration was a specific adaptation to face an extreme weather during dry season when the tender leaves were very limited. The residual populations might survive on the young plantation, sprout and bank clone due to the availability of young and tender leaves throughout the year that being an important factor for female moth to deposit her egg and the source of food for the survival of first instar. After reaching the peak, the population declined sharply due to lack of food availability, leaf maturity, natural enemies and rain fall. Natural enemies responsible to the dynamic population of teak defoliator were parasitoid Sympiesis hyblaea Surekha, Microgasterinae, Bracymeria sp., Apantheles sp., bacteria, virus and predators. Total mortality (K) for generation in November 2007 and January 2008 was about 1.198 and 2.682 respectively. First instar mortality of these generation (k1 = 0.359 and 1.239) contributed highest mortality to the total mortality. The number of teak defoliator causing about 30 % crown damage was about 3,8 larvae per sample shoot.

Kata Kunci : Hama tanaman,Ulat jati,Hutan Jati KPH Ngawi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.