Pemanfaatan bahan pembenah tanah lokal dalam upaya peningkatan produksi benih bawang merah di lahan pasir pantai Kulon Progo
RAJIMAN, Promotor Prof. Dr. Ir. Yudono, M.Sc
2010 | Disertasi | S3 Ilmu PertanianPeningkatan permintaan bawang merah membuka peluang untuk mengembangkan agribisnis bawang merah. Pengembangan agribisnis bawang merah memerlukan lahan pertanian yang luas. Perluasan lahan dapat memanfaatkan lahan marginal. Salah satu lahan marginal yang ada di propinsi DIY adalah lahan pasir pantai. Oleh karena itu dilakukan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh pembenah tanah di lahan pasir pantai, 2. Mendapat bahan pembenah tanah lokal yang terbaik di lahan pasir pantai untuk budidaya bawang merah, 3. Mengetahui produktivitas dan mutu benih bawang merah pada lahan pasir pantai. Penelitian dilakukan dengan tiga tahap penelitian yaitu satu penelitian di kebun penelitian Banguntapan dari Maret-Juni2007 dan 2 tahap penelitian lahan pasir pantai Bugel dari Maret-September 2008. Penelitian I bertujuan untuk mencari pembenah tanah lokal di lahan pasir pantai. Penelitian I menggunakan rancangan faktorial (3 faktor), disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL). Faktor 1 adalah bahan tanah terdiri Grumusol dan lumpur sungai; faktor 2 adalah bahan organik terdiri pupuk kandang sapi dan blotong; faktor 3 adalah takaran limbah karbit terdiri 0,0 ton.ha-1; 1,0 ton.ha-1; 2,0 ton.ha-1. Sebagai kontrol menggunakan tanah pasir pantai asli (kontrol). Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisika dan kimia tanah, pertumbuhan, hasil dan kualitas umbi bawang merah. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam 5 %, beda nyata dilanjutkan uji Duncan 5%. Perbandingan antara perlakuan dengan kontrol digunakan analisis kontras orthogonal. Hasil penelitian I menunjukkan penggunaan pembenah tanah di lahan pasir pantai dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah, pertumbuhan tanaman, hasil dan kualitas umbi bawang merah, namun belum meningkatkan klas kesuburan tanah. Penambahan lumpur mempunyai pengaruh yang tidak beda dengan Grumusol, penambahan blotong tidak beda pengaruh dengan pupuk kandang dan peningkatan takaran limbah karbit tidak berpengaruh terhadap sifat fisika tanah dan kimia tanah, pertumbuhan tanaman, hasil, kualitas umbi dan umbi simpan, kecuali berpengaruh terhadap bobot jenis umbi, kadar Ca umbi dan total padatan terlarut. Penambahan lumpur maupun blotong menghasilkan kualitas umbi yang lebih baik dibanding Grumusol maupun pupuk kandang. Sehingga lumpur dan blotong dapat menggantikan Grumusol dan pupuk kandang sebagai bahan pembenah tanah. Penelitian II bertujuan mengetahui dosis pemupukan anorganik pada produksi bawang merah di lahan pasir pantai . Penelitian II menggunakan rancangan faktorial (2 faktor), disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL). Faktor 1 adalah dosis nitrogen (N) terdiri 1/3, 2/3 dan 1 dosis. Faktor 2 adalah dosis fosfor+kalium terdiri 1/3, 2/3 dan 1 dosis. Sebagai pembanding mengunakan lahan tanpa pemupukan, pupuk kandang+lumpur dan lahan asli (kontrol). Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisika dan kimia tanah, pertumbuhan, hasil, kualitas dan umbi simpan bawang merah. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam 5 %, beda nyata dilanjutkan uji Duncan 5%. Perbandingan antara perlakuan dengan kontrol digunakan analisis kontras orthogonal. Penelitian II menunjukkan penggunaan pupuk anorganik di lahan pasir pantai mempengaruhi pertumbuhan, hasil, kualitas umbi dan umbi simpan bawang merah. Peningkatan dosis urea+ZA di lahan pasir pantai tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, kualitas hasil dan umbi simpan, kecuali berpengaruh terhadap kehijauan dan klorofil daun, C, S, TPT umbi. Peningkatan dosis fosfat+kalium tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil dan umbi simpan, kecuali berpengaruh terhadap klorofil daun, bobot isi umbi, C, P, K, TPT umbi dan indeks panen. Penelitian III bertujuan mengetahui takaran pembenah tanah, jarak tanah dan varietas bawang merah untuk produksi benih bawang merah di lahan pasir pantai. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial (3 faktor), disusun dalam rancangan petak-petak terbagi. Faktor 1 sebagai petak utama adalah takaran pembenah tanah terdiri 100% dan 150%. Faktor 2 sebagai anak petak adalah jarak tanam, terdiri : 10x10 cm2, 15x10 cm2 dan 15x15 cm2. Faktor 3 sebagai anak-anak petak adalah varietas bawang merah terdiri: Tiron, Biru dan Bima. Sebagai pembanding ketiga varietas bawang merah ditanam di lahan sawah. Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisika dan kimia tanah, pertumbuhan, hasil, kualitas dan umbi simpan bawang merah. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam 5 %, beda nyata dilanjutkan uji Duncan 5%. Perbandingan antara perlakuan dengan kontrol digunakan analisis kontras orthogonal. Penelitian III menunjukkan bahwa peningkatan takaran lumpur, blotong dan limbah karbit di lahan pasir pantai tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil dan umbi simpan, namun demikian nyata terhadap bobot isi umbi, kekerasan, susut bobot jemur, C, Ca, N, P, K, S, TPT umbi dan indeks vigor. Penanaman bawang merah di lahan pasir pantai dengan jarak tanam 10x10 cm2 menghasilkan bobot umbi kering simpan yang tertinggi (7,4 t.ha-1), diikuti 15x10 cm2 (5,6 t.ha-1) dan 15x15 cm2 (5,1 t.ha-1), tetapi kualitas umbi bibit yang terbaik adalah jarak tanam 15x15 cm2, diikuti 15x10 cm2 dan 10x10 cm2. Pertumbuhan dan hasil bawang merah di lahan pasir pantai yang terbaik adalah varietas Biru diikuti Bima dan Tiron. Kualitas umbi bibit yang terbaik adalah varietas Tiron, diikuti Biru dan Bima. Semua varietas di lahan pasir pantai menghasilkan pertumbuhan dan hasil lebih rendah dari lahan sawah, tetapi mempuyai kualitas umbi bibit dan umbi simpan yang lebih baik dari lahan sawah. Kualitas umbi benih varietas bawang merah di lahan pasir pantai yang terbaik menggunakan lumpur 30 t.ha-1, blotong 20 t.ha-1, limbah karbit 1,5 t.ha-1 dengan menggunakan pupuk Urea 50 kg.ha-1, ZA 86,7 kg.ha-1, SP-36 50 kg.ha-1 dan KCl 50 kg.ha-1 pada jarak tanam 10x10 cm2. Penanaman bawang merah dengan jarak tanam 10x15 cm2 membutuhkan benih umbi sebesar 620-770 kg.ha-1 dan penanaman dengan jarak tanam 15x15 cm2 membutuhkan umbi benih bawang merah sebesar 560 – 690 kg.ha-1.
The increasing of deman shallot’s opens the opportunity to develop of shallot’s agribusiness. The development of shallot agribusiness requires extensive agriculture land. Land expansion can use marginal land such as coastal sandy land becomes an alternative especially in Yogyakarta Province. The aims of this research were to 1. Study the affect of soil conditioner in coastal sandy land; 2. Obtain the best local soil conditioner matters for shallot cultivation. 3. Study the productivity and quality of shallot seed in coastal sandy land. There were three step experiments carried out one experiment at KP Banguntapan from March-Juni2007 and two one experiment of coastal sandy land at Bugel from March-September 2008. The aim of experiment I was obtain the best local soil conditioner matter at coastal sandy land. Experiment I used factorial design (3 factors), in completely randomized block design ( CRBD). The first factor consist Grumusol and sediment soil; the second factor was organic matter consisting cattle manure and sugarcane filter. The third factor was carbide waste consisting levels of 0 t.ha-1, 1 t.ha-1, 2 t.ha-1 respectively. The comparation used original coastal sandy soil (control). Observation was conducted towards physical and chemical properties, crop growth, yield and quality of shallot bulbs. The data obtained was analyzed by variance analysis with 5% level of significance and orthogonal contrast. The results of experiment I demonstrated that the usage of soil conditioner in coastal sandy land affected the soil’s physical and chemical properties, crop growth, shallot yield and bulb quality, but it cannot increase soil fertility class. The addition of sediment did not differ to Grumusol, addition of sugarcane filter did not differ to the affect of cattle manure addition, and the increasing carbide waste did not affect physical and chemical properties, crop growth, yield, quality of bulb and storage of shallot bulb, except to the particle density of bulb, Ca content and total soluble solidity of bulb. The adding of sediment soil or sugarcane filter produced better quality of bulb than Grumusol or cattle manure, so they can replace Grumusol and manure. The aim of experiment II was study of fertilizer at coastal sandy land to shallot product. Experiment II used factorial design (2 factors), in completely randomized block design (CRBD). The first factor was nitrogen dosages consisting three levels i.e 1/3, 2/3 and 1 of dosages. The second factor was phosphor+potassium dosages consisting three levels i.e 1/3, 2/3 and 1 of dosages. The comparation used no fertilizer, cattle manure+sediment and original sandy land (control). Observation was conducted towards physical and chemical properties, crop growth, yield, quality and storage of shallot bulbs. The data obtained was analyzed by variance analysis with 5% level of significance and orthogonal contrast. The results experiment II showed that the usage of anorganic fertilizer in coastal sandy land affected crop growth, yield and quality of bulb and bulb storage. Increasing Urea+ZA dosages in coastal sandy land did not affect crop growth, yield, quality of bulb nor bulb storage of shallot, but it affected the leaf’s green color intensity, chlorophyil, C, S and soluble solid total. The increasing of phosphat+potassium dosages did not affect crop growth, yield, quality of bulb and storage bulb of shallot, but affecting the leaf chlorophyl, bulk density of bulb, C, P, K, soluble solid total and harvest index. The aim of experiment III was study of soil conditioner level, crop space, shallot varieties at coastal sandy land. Experiment III used design of factorial ( 3 factors), in split-plots. The first factor as the main plot consisted two levels of soil conditioners i.e 100% and 150%; the second factor as sub plot was crop spacing consisting three levels i.e 10x10 cm2, 10x15 cm2; 15x15 cm2; the third factor as subsub plot was shallot varieties consisting three types i.e. Tiron, Biru and Bima. Observation was conducted towards physical and chemical properties, crop growth, yield, quality and storage of shallot bulbs. The data obtained was analyzed by variance analysis with 5% level of significance and orthogonal contrast. The results of experiment III showed that the increasing level of sediment soil, sugarcane filter and carbide waste in coastal sandy land did not affect crop growth, yield, quality of bulb and storage bulb of shallot, except significant to bulk density of bulb, hardness of bulb, reduce of weight, C, Ca, N, P, K, S and vigor index. The highest of storage dry bulb weight in coastal sandy land were obtained at crop space of 10x10 cm2 (7,4 t.ha-1), followed by 15x10 cm2 (5,6 t.ha-1) and 15x15 cm2 (5,1 t.ha-1), but the best quality of seed bulb were obtained at crop space of 15x15 cm2, then 10x15 cm2 and 10x10 cm2. The best growth and yield of shallot in coastal sandy land were obtained by Biru, followed by Bima and Tiron. The best quality of seedling bulb was Tiron variety, then Biru and Bima. All varieties of shallot in coastal sandy land have lower growth and yield than field land, but had better quality of seed bulb and storage. The highest seed yield of Tiron variety in the coastal sandy land was achieved with soil sediment of 30 t.ha-1, sugarcane filter of 20 t.ha-1, carbida waste of 1,5 t.ha-1, by fertilizer of Urea of 50 kg.ha-1, ZA of 86,7 kg.ha-1, SP-36 of 50 kg.ha-1 and KCl of 50 kg.ha-1 were applied to the land with crop space 10x10 cm2. The application of cultivation technology at coastal sandy land to Tiron, Biru dan Bima varieties had seed bulb by planting to crop space 10x15 cm2 needed 620-770 kg.ha-1, and the planting to crop space 15x15 cm2 needed 560-690 kgt.ha-1.
Kata Kunci : Pembenah tanah,Bawang merah,Benih,Laahn pasir pantai