Laporkan Masalah

Pengaruh waktu inseminasi buatan (IB) dalam hubungannya dengan waktu ovulasi terhadap angka kebuntingan dan rasio seks pada kambing peranakan Etawah (PE)

SUHARTO, Kresno, Promotor drh. Aris Junaidi, Ph.D

2008 | Disertasi |

Rendahnya efisiensi reproduksi kambing PE disebabkan beberapa permasalahan reproduksi yang muncul pada kambing PE antara lain, deteksi estrus yang sulit karena respon estrus dan tanda-tanda estrus yang tidak jelas pada kambing PE, belum diketahui dengan jelas profil hormon LH, estrogen dan progesteron pada masa estrus, belum diketahui waktu ovulasi, waktu optimal IB untuk mendapatkan angka kebuntingan yang tingi dan pengaruh waktu IB terhadap rasio seks anak yang dihasilkan pada kambing PE belum diketahui dengan jelas. Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan antara lain :1).Untuk mengetahui pengaruh pemasangan implant intravagina Controlled Internal Drug Release (CIDR) jangka pendek dengan kombinasi injeksi prostaglandin F2α (PG F2α) terhadap respon estrus pada kambing PE, 2). Untuk memperkirakan waktu ovulasi dengan mengukur kadar LH dan memonitor perkembangan folikel ovulasi dengan ultrasonografi (USG) pada kambing PE, 3). Untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu inseminasi buatan (IB) terhadap angka kebuntingan dan rasio seks pada kambing PE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2007 sampai Agustus 2007 di Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPTHMT), Desa Toyomerto, kecamatan Singosari, kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebanyak 64 ekor kambing peranakan etawah (PE) secara klinis sehat, telah terbukti fertil, pernah beranak paling tidak satu kali, mempunyai skor kondisi tubuh (SKT) 2 dan 3, digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dibagi dalam 3 tahap penelitian. Penelitian 1, sebanyak 20 ekor kambing PE dibagi rata secara acak berdasarkan SKT menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 dengan SKT 3 dan Kelompok 2 dengan SKT 2. Kedua kelompok tersebut diperlakukan sama yaitu setiap ekor di beri implant intravagina dengan CIDR selama 10 hari dan pada hari ke 8 diinjeksi dengan PGF2α, selanjutnya semua kambing diamati respon estrusnya baik secara visual maupun dengan menggunakan pejantan yang divasektomi, pengamatan dimulai segera setelah pencabutan CIDR. Penelitian 2, sebanyak 8 ekor kambing PE dibagi rata secara acak menjadi 2 kelompok berdasarkan SKT, yaitu kelompok 3 dengan SKT 3 dan kelompok 4 dengan SKT 2. Kedua kelompok diperlakukan sama seperti pada penelitian 1. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan interval 3 jam dimulai dari pencabutan CIDR sampai berakhirnya estrus untuk mengetahui kadar LH, estradiol dan progesteron. Pengamatan perkembangan folikel dilakukan pada jam ke 0, 12, 24 dan 48 setelah pencabutan CIDR dengan USG. Penelitian 3, sebanyak 36 ekor kambing PE dengan SKT 3 dibagi rata secara acak menjadi 3 kelompok perlakuan, yaitu kelompok 5, 6 dan 7. Sinkronisasi estrus dilakukan pada semua kelompok dengan cara yang sama seperti pada penelitian 1. Inseminasi Buatan dilakuan pada kelompok 5, 6 dan 7 secara berturutan pada jam ke 12, 24 dan 36 jam setelah awal estrus. Diagnosa kebuntingan awal dilakukan dengan USG pada hari ke 30 setelah IB. Respon estrus dianalisis menggunakan Anova Program SPSS 11. Kadar LH, estradiol dan progesteron dianalisis menggunakan Program SAS 9. Angka kebuntingan dan rasio seks di analisis dengan Chi-Square. Hasil dari penelitian 1 menunjukkan respon estrus 100% pada semua kelompok, ada perbedaan yang signifikan terhadap awal estrus antara kelompok 1 dan kelompok 2 (26,6 ± 2,5 vs 36,6 ± 7,8 jam, P< 0,05). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada lama estrus antara kelompok 1 dan 2 (35,6 ± 6,6 vs 36,6 vs 7,8 jam, P >0.05). Pada penelitian 2, puncak estradiol terjadi pada waktu yang bersamaan pada kelompok 3 dan 4 yaitu pada 42 jam setelah pencabutan CIDR dengan kadar 89,91 pg/mL dan 53,25 pg/mL (P<0,05). Lonjakan LH hanya terjadi pada kelompok 3, yaitu pada jam ke 45 dan jam ke 51 setelah pencabutan CIDR dengan kadar LH 9,96 ng/mL dan 18,23 ng/mL. Diameter folikel pada kelompok 3 pada jam ke 0, 12, 24 dan 48, secara berturutan adalah, 3,41 ±1,23 mm, 5,21 ± 0,98 mm, 8,20 ± 1,07 mm dan 11,40 ± 2,67 mm. Hasil dari penelitian 3 menunjukkan tingkat kebuntingan pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut 50% (kel. 5), 75 % (kel. 6) dan 25 % (kel. 7) setelah IB yang dilakukan pada jam ke 12, 24 dan 36 dari awal estrus. Persentase rasio seks pada anak yang lahir secara berturutan dari kelompok 5, 6 dan 7 adalah sebagai berikut, 84 % betina vs 16 % jantan, 66 % jantan vs 34 % betina, dan 0% betina vs 100 % anak jantan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan CIDR jangka pendek selama 10 hari dan injeksi PGF2α pada hari ke 8 efektif untuk sinkronisasi estrus pada kelompok kambing PE. Waktu ovulasi terjadi segera setelah LH surge yaitu antara jam 51 sampai jam 62 setelah pencabutan CIDR. Inseminasi buatan pada kelompok kambing PE dengan semen beku menghasilkan angka kebuntingan yang relatif tinggi (75%) apabila di lakukan 24 jam setelah awal estrus. Rasio seks dipengaruhi oleh waktu inseminasi, ada kecenderungan lahir anak betina apabila IB dilakukan pada awal estrus, sebaliknya akan lahir anak jantan apabila IB dilakukan pada akhir estrus.

A low Etawah Crossbred Goat (ECG) reproduction efficiency caused by some reproduction problems, the problems are: difficulties on detect estrous and insignificant estrous sign, profiles of LH, estradiol and progesterone on estrus period unclearly known, unknown time of ovulation, optimal time of AI to get the high pregnancy rate and effect of the time AI on sex ratio produced by Etawah crossbred goat unclearly known. The aims of the studies are as follows: 1) to figure out the effect of implant intravagina Controlled Internal Drug Release (CIDR) for short-time (10 days) with combination of injection PGF2α on Days 8 in Etawah crossbred goats (ECG), 2). to estimate the ovulation time by measuring plasma concentration of LH and to monitoring the ovulation follicular development using ultrasonography (USG) in ECG, 3). to explore the effect of different time of AI on pregnancy rate and sex ratio in ECG. Studies were conducted in March 2007 until August 2007 in BPT-HMT, countryside Toyomerto, sub district Singosari, Malang regency, East Java. Sixty four healthy Etawah crossbred goats, proven fertile, have been give birth at least one time, have body condition score 2 to 3 were used for this studies. The studies were designed into 3 stages of study. Study 1, twenty ECG were randomly divided into 2 equal groups based on their Body Condition Score (BCS), Group 1 with the BCS 3 and Group 2 with BCS 2. Both groups tread with the same which was intravaginally implanted using CIDR for 10 Days and each head was injected with PGF2α on Day 8. Sign of estrus was detected immediately after CIDR removal visually as well as using vasectomized buck. Study 2, eight ECG were randomly divided into 2 equal groups based on the BCS, that was group 3 with BCS 3 and group 4 with BCS 2. Both groups were synchronized estrous similar with study 1. Blood sample was taken every 3 hours started from CIDR removal until the end of estrus to measure the concentration of LH, estradiol and progesterone. Follicular development was observed at 0 hour, 12 hour, 24 hour and 48 hour after CIDR removal by USG. Study 3, thirty six ECG with BCS 3 was randomly divided into 3 equal groups, which is group 5, 6 and 7. Estrous synchronization was conducted as study 1. Artificial insemination was performed at 12 hour, 24 hour and 36 hour after onset of estrus in group 5, 6, and 7 respectively. Early pregnancy diagnostic was conducted by using USG on Day 30 after AI. The estrous responses were analyzed by Anova Program SPSS 11. The concentrations of LH, estradiol and progesterone were analyzed by Anova Program SAS 9. The percentages of pregnancy and sex ratio were analyzed by Chi-Square. Result of the study 1 showing 100% of estrous responses of all of the groups. There were significantly different in the onset of estrous between group 1 and group 2 (26.6 ±2.5 hours versus 36.6 ± 7.8 hours) (P< 0.05). There were no significantly different in the duration of estrous between group 1 and group 2 (35.6 ±6.6 hours versus 36.6 ±7.8 hours) (P > 0.05). Result of the study 2, the peak of estradiol occurred at the same time in the group 3 and group 4 that was at 42 hours after CIDR removal, with the concentrations of 89.91 pg/mL and 53.25 pg/mL (P<0.05). LH surge only occurs in the group 3 at 45 hours and 51 hours after CIDR removal with the concentration of LH 9.96 ng/mL and 18,23 ng/mL. Diameter Follicles at 0 hour, 12 hours, 24 hours and 48 hours after CIDR removal were 3.41± 1.23 mm, 5.21± 0.98 mm, 8.20 ±1.07 mm and 11.40± 2.67 mm respectively. Result of the study 3, showing that the percentages of pregnancy are as follows; 50 % (group 5), 75 % (group 6) and 25 % (group 7) after AI at 12 hours, 24 hours and 36 hours from the onset of estrus. The sex ratio percentages in group 5, 6 and 7 were 84 % female versus 16 % male, 66 % male versus 34 % female, and 0% female versus 100 % male. It can be concluded that the use CIDR for short-time periods for 10 Days and injection of PGF2α on Day 8 was effective for synchronization of estrus in ECG. Ovulation occured immediately after LH surge that is between 51-62 hours after CIDR removed. Artificial insemination with frozen-thawed semen in ECG have high percentage of pregnancy rate of 75% when AI was conducted at 24 h after onset of estrus. Sex ratio was influenced by the time of AI, there was a tendency of female kids was born when AI was conducted in the early of estrus whereas the male kids was born when AI was conducted at the end of estrus.

Kata Kunci : Kambing peranakan Etawah-PE,Sinkronisasi estrus,CIDR,Inseminasi buatan,Rasio seks,Etawah crossbred goats, estrous synchronization, CIDR, artificial insemination, sex ratio


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.