Laporkan Masalah

Pemekaran daerah dan penataan birokrasi :: Studi penataan birokrasi dalam konteks pemekaran kabupaten: Kasus Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat

HAPSARI, Septi S, Drs. Haryanto, M.A

2010 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Fenomena pemekaran daerah sangat menonjol di wilayah Papua dan Papua Barat. Salah satu daerah pemekaran di Provinsi Papua Barat adalah Kabupaten Tambrauw yang telah disahkan April tahun 2009 dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat. Banyak kajian mengenai implikasi pemekaran daerah dari segala segi. Kali ini, kajian ini ingin mengaitkan implikasi pemekaran daerah terhadap penataan birokrasi. Kajian ini menjadi signifikan karena pemerintahan yang telah terbentuk akibat pemekaran daerah, tidak akan berjalan tanpa adanya organisasi birokrasi. Sehingga penelitian ini memfokuskan pada penataan birokrasi dalam konteks daerah pemekaran baru, dimana penataan birokrasi harus didasarkan pada karakteristik daerah dan kebutuhan masyarakat Kabupaten Tambrauw. Pemekaran Kabupaten Tambrauw dalam proses pembentukannya ternyata sangat dipengaruhi oleh konteks politis. Paling tidak ada dua “lokasi aktor” yang dapat diidentifikasi sangat mempengaruhi proses pemekaran daerah ini. Pertama, aktor pemegang kekuasaan tertinggi di daerah, dalam hal ini Bupati Kabupaten Induk (Kabupaten Sorong). Dalam penelitian ditemukan bahwa ketidak-harmonisan hubungan politik antara Pemerintah Kabupaten Sorong dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat disebabkan permasalahan personal antara pemegang kekuasaan Kabupaten Induk pada periode awal pemekaran Kabupaten Tambrauw dengan pemegang kekuasaan pemerintah Provinsi Papua Barat. Kedua, aktor tim sukses pemekaran Kabupaten Tambrauw. Meskipun secara normatif, birokrat tidak diperbolehkan terlibat secara aktif dalam tim sukses pemekaran daerah, namun dalam penelitian di Kabupaten Tambrauw, hal tersebut tetap berjalan. Kenetralan birokrasi Kabupaten Induk dalam proses pemekaran Kabupaten Tambrauw, seperti kebanyakan daerahdaerah pemekaran di Papua, sangat tidak teruji. Dalam kasus ini, tim sukses pemekaran diisi oleh pemegang kekuasaan tertinggi itu sendiri dan segelintir orang-orang kepercayaan yang memiliki jabatan dalam urusan pemerintahan dan keuangan. Konsep kelembagaan di Kabupaten Tambrauw tidak dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat di Kabupaten Tambrauw. Artinya desain kelembagaan dengan pola minimalis yang dipilih oleh Pemerintah Kabupaten Tambrauw ternyata tidak diperuntukkan untuk mencapai prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas. Melainkan dipilih untuk mendominasi dana dan kantong suara yang kesemuanya dipersiapkan untuk menghadapi PemiluKada di Kabupaten Tambrauw. Kabupaten Tambrauw tidak menggunakan sistem perencanaan dan sistem pengadaan pegawai dalam memadukan sumber daya yang diperlukan untuk mengisi struktur yang ada. Sistem kedekatan dengan pemegang kekuasaan dan dominasi putera daerah lebih mengemuka dalam proses ini. Selain itu pengisian jabatan juga diperuntukkan bagi masyarakat adat pegunungan Tambrauw yang berkedudukan di Manokwari yang ‘tersingkir’ pada saat disahkannya Kabupaten Tambrauw.Proses penataan sumber daya juga tidak ditujukan untuk memenuhi pelayanan publik di bidang kebutuhan dasar masyarakat. Hal ini Nampak pada prosentase jumlah CPNS yang akan dialokasikan sebagai tenaga guru dan tenaga kesehatan sangat kecil, padahal kebutuhan akan ini sangat besar.

The phenomena of the fragmentation had very popular in Papua and West Papua regions. One of the fragmentation area in West Papua regions is Tambrauw regency that established on April 2009th with Foundation of Law Number 56, 2008th about The Establishment of Tambrauw Regency in West Papua. Many research about the implication of fragmentation comes from every directions. This time, this research want to try to link the implication of the fragmentation to the bureaucracy arrangement. This research become significant because the government had been formed because of fragmentation, can not work out without bureaucracy organization. Thus, this research focused on bureaucracy arrangement on new fragmentation contecs, whereas bureaucracy arrangement must based on the regions characteristic and peoples needs on Tambrauw regency. The fragmentation of Tambrauw regency in it’s formation process indeed very influenced political contecs. At least two actor’s location can be identify as the very influence factors for this fragmentation process. First, the highest policy master’s actor, in this case the Regent of Prime Regency (Sorong Regency). On this research find that the diss-harmonism of political relation between the government of Sorong Region and West Papua Province government because of personal problems between the highest policy master of Tambruw Regency and the highest policy master of West Papua Province. Second, the fragmentation ad hoc special team of Tambruw Regency. Although normatively the birocrat can not actively involved in fragmentation ad hoc special team, on this research, that’s still move on. The neutrality of the Prime Regency bureaucracy on Tambruw Regency fragmentation process as many fragmentation regions on Papua, can not be proved. In this case, the fragmentation ad hoc special team contained by the highest policy master it’s self and few of right hand peoples that sit on official of government and finances. The institution concept on Tambruw Regency not to mention to measure up to the people’s needs and characteristic in Tambruw Regency. That means, the institution design with minimalis pattern had been choosen by Tambrauw Regency infact not designed for accomplish the principles of efisiencies and effectivities. Nevertheless choosen to dominated money and vote voice which is to prepare faced the election on Tambrauw Regency. Tambrauw Regency not used the planning system and employee available system to combine the important resources to fulfill the structure. The nearness system with the power authority and domination of regional society being forward on this process. Besides, filling of a official vacancy also intended for customs societies of Tambrauw mountains that reside on Manokwari Regency which ‘eliminated’ at the moment of Tambrauw Regency legalization. The process of resources arrangement also no to mention to fulfill the public services in basic nneeds sectors. This fact showed on percentage of CPNS amount that allocated as teachers manpower and health manpower are very insignificant, meanwhile the needs of this sectors are considerable.

Kata Kunci : Pemekaran daerah,Penataan birokrasi,Rightsizing,Politik


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.