Penunjukkan Kontraktor Pelaksana Proyek Pembangunan Menara BTS di PT Smart Telecom Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

DHARMA, Stephen, Adi Djoko Guritno, Dr.,MSIE

2010 | Tesis | S2 Magister Manajemen

Smart Telecom (Smart) adalah operator selular di Indonesia yang usianya paling muda. Untuk mengejar ketertinggalan dari kompetitornya, Smart harus memperluas jangkauan sinyalnya dengan membangun menara BTS yang dikeijakan oleh rekanan kontraktor. Saat ini penunjukkan kontraktor pelaksana proyek menara BTS di Smart belum memiliki prosedur yang jelas dan hanya mengandalkan intuitifbeberapa orang sehingga cenderung bersifat subyektif. Untuk meminimalkan subyektifitas dalam menunjuk kontraktor, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kriteria yang menjadi tolak ukur untuk menunjuk kontraktor menara BTS dan menunjuk kontraktor untuk sebuah proyek menara BTS di Smart dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Penelitian diawali dengan tinjauan pustaka dan wawancara langsung dengan responden yang berhubungan erat dalam pelaksanaan proyek menara BTS untuk menentukan kriteria, subkriteria dan 3 kandidat kontraktor yang dijadikan altematif. Dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner kepada 11 orang responden yang terdiri dari 4 orang dari bagian procurement dan 7 orang yang merupakan regional project leader. Setelah dilakukan pengujian konsistensi, didapatkan bahwa jawaban dari 3 responden tidak konsisten sehingga dieliminasi dari tahap perhitungan AHP lebih lanjut. Lalu dilanjutkan dengan perhitungan bobot kriteria dan subkriteria dengan matriks perbandingan berpasangan. Dari hasil penelitian ini, kriteria dan subkriteria yang disusun sesuai peringkat bobotnya adalah kriteria kapabilitas saat ini (bobot = 0,459) dengan subkriteria kemampuan manajemen atau koordinasi (bobot = 0,356), sumber daya manusia (bobot = 0,274), beban keija saat ini (bobot = 0,248) dan peralatan (bobot = 1 ,22). Kriteria pada peringkat kedua adalah kondisi keuangan (bobot = 0,23 1) dengan subkriteria arus kas (bobot = 0,564), dukungan kredit (bobot = 0,233) dan pembayaran ke pihak ketiga (bobot = 0,203). Kriteria pada peringkat ketiga adalah pengalaman (bobot = 0, 189) dengan subkriteria banyaknya proyek menara BTS yang dikeijakan secara paralel (bobot = 0,422), pengalaman bekeija di wilayah yang sama (bobot = 0,299) dan banyaknya proyek menara BTS yang pernah ditangani (bobot = 0,279). Kriteria pada peringkat keempat adalah kineija masa lalu (bobot = 0,121) dengan subkriteria kualitas hasil keija (bobot = 0,364), ketepatan waktu sesuai target (bobot = 0,277), biaya tambahan (bobot = 0, 139), tingkat keamanan (bobot = 0,121) dan tingkat keselamatan (bobot = 0,099). Setelah itu peneltian dilanjutkan dengan perhitungan AHP untuk alternatif untuk menunjuk kontraktor pelaksana sebuah proyek pembagunan menara BTS Smart di wilayah DK.I Jakarta dengan hasil Jakuba Megah Pratama (bobot = 0,475) sebagai kontraktor terpilih. Kandidat lainnya di peringkat kedua adalah Aditama Satrindo Intemusa (bobot = 0,288) dan di peringkat ketiga adalah Mandiri Karya Prima (bobot = 0,237). Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, kontraktor menara BTS, Smart Telecom.

Smart Telecom is one of the youngest cellular operators in Indonesia. To pursue its predecessor, Smart Telecom has to expand its signal range by builds many BTS towers which are done by contractors. Currently, there is no clear procedure to appoint contractors to build the BTS towers and only depends on some persons' intuitive which tend to be subj ective. To compress subjectivity in appointing a contractor, this research goal is to determine the criterias that will be utilized to be the company's measurement regarding appointment of contractor to build the BTS towers and to appoint a contractor to be assigned to build a BTS tower in DKI Jakarta by Analytical Hierarchy Process (AHP) method. This research was started by observation on some articles and direct interview with some persons who tightly related with the proj ect of building BTS towers to determine the criterias and sub-criterias, and was continued by direct interview with some persons above to determine the 3 candidates of contractor which became the alternative. The next step was distributing the questionnaires to 11 respondents consist of 4 persons from procurement and 7 regional project leaders. After consistency test, 3 answers found as not consistent and should be eliminated from next AHP calculation. Next was calculation of criterias' and sub-criterias ' weights by pairwise comparison matrix. From this research, the criterias and sub-criterias arrange by the weights' rank are current capability (weight = 0,459) consists of the sub-criterias capability of management or coordination (0,248), human resources (weight = 0,274), current workload (weight = 0,248), and equipments (weight = I ,22). At the second rank is fmancial condition criteria consists of sub-criterias cash flow (weight = 0,564), credit support (weight = 0,233) and payment to the third parties (weight = 0,203). At the third rank is experiences criteria (weight = 0, 189) consists of subcriterias parallel work volume of BTS tower (weight = 0,422), working in the same area (weight = 0,299) and number of tower BTS ever done (weight = 0,279). And at the fourth rank is past performance criteria (weight = 0,121) consists of sub-criterias quality of works (weight = 0,364), timeline or target achievement (weight = 0,277), additional cost (weight = 0, 139), security level (weight = 0, 121) and safety level (weight = 0,099). Next was calculation for alternatives to appoint a contractor to be assigned on a Smart Telecom's tower BTS project in DKI Jakarta with the result is Jakuba Megah Pratama (weight = 0,475) as the awarded contractor. Other candidates are Aditama Satrindo Internusa (weight = 0,288) in the second and Mandiri Karya Prima (weight = 0,237) in the third. Keywords: Analytical Hierarchy Process, tower BTS contractor, Smart Telecom.

Kata Kunci : Analytical hierarchy process, Kontraktor menara BTS, Smart Telecom