Studi biaya logistik di pelabuhan TG. Priok

YULIANI, Apri, Dr. Ir. Heru Sutomo, M.Sc(Eng)

2010 | Tesis | S2 Magister Sistem dan Teknik Transportasi

Tingginya jumlah kegiatan logistik melalui perpetikemas menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendukung perkembangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan negara. Namun, kesempatan itu terganjal oleh fakta tingginya biaya logistik di Indonesia. Fenomena ini dipertegas dengan hasil survey yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank) secara periodik terkait kinerja sektor logistik nasional, Logistics Performance Index (LPI) . Dalam surveynya di tahun 2010, Bank Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat ke 75, dari 155 negara, dimana salah satu pertimbangan kinerja tersebut adalah biaya pengapalan. Biaya pengapalan Indonesia berada di peringkat 80. Jika permasalahan ekonomi biaya tinggi ini tidak dapat terselesaikan, maka cita-cita Indonesia menjadikan Pelabuhan Tg. Priok sebagai hub port seperti angan-angan belaka. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba untuk melihat tingkat kewajaran biaya logistik Indonesia jika dibandingkan dengan Melbourne dan mengidentifikasi faktor-faktor penyumbang tingginya biaya logistik di pelabuhan. Penelitian ini dilakukan di Unit Terminal Peti Kemas JICT dan KOJA. Pengumpulan data melalui metode in-depth interview, observasi lapangan dan studi kepustakaan. Analisa data yang dilakukan yaitu deskriptif analitis. Mengacu kepada model struktur tarif pelabuhan ESCAP, struktur tarif pelabuhan Tg. Priok dibagi menjadi empat bagian, yaitu navigation, berth, cargo operation dan other business. Kebijakan tarif tersebut masih dalam batas rasional jika dibandingkan dengan tarif yang berlaku di Port of Melbourne. Berdasarkan wawancara dan observasi, faktor-faktor penyebab tingginya biaya logistik adalah (i) pungutan liar yang disebabkan oleh rendahnya ketersediaan dan kecukupan infrastruktur, birokrasi yang panjang, ketidakbakuan SOP, tidak terdapatnya mekanisme rotasi dan kewenangan tanpa pengawasan; (ii) surcharge dan (iii) induced cost akibat ketidakandalan proses delivery barang.

The tremendeous intensity of export/import activity using containers in Indonesia should be an opportunity to support economic development and improve public’s welfare. In fact, it was hampered by the high logistics costs. This phenomenon’s correctly proven by a periodic national logistics performance survey conducted by The World Bank, Logistics Performance Index (LPI). In 2010, World Bank ranked Indonesia in position 75 out of 155 countries, which is one of these performance considerations is the cost of shipping, that has put Indonesia at rank 80. This high-cost economy problem should be immediately solved to support the government’s program in establishing Port of Tg. Priok as a hub port. From this point of view, the writer tried to review the level of fairnessof Indonesian logistics costs by comparing to Melbourne’s tariff and identified the factors contributing the high logistics cost in a port. This study was conducted in Container Terminal JICT and Koja. The method of collecting data are in-depth interviews, observation and literature study. Data analysis is accomplished through descriptive analysis. Referring to the ESCAP model port tariff structure , the port tariff structure of Tg. Priok’s divided into four sections. They are navigation, berth, cargo operations and other business. Compared to Port of Melbourne’s tariff, Pelabuhan Tg. Priok even regulates a lower rate of tariff. Based on interviews and observations, the determinant factors causing high cost of logistics are: (i) illegal fees, mostly caused by inadequacy of infrastructure, redtape bureaucracy, insufficient and less-regulated standard operating procedures, the absence of rotation mechanism and exclusive authority without supervision; (ii) the surcharge; and (iii) induced cost of unpredictability delivery process.

Kata Kunci : Biaya logistik,Tarif,Petikemas