Laporkan Masalah

Nahe Biti Bo'ot (Pagelaran tikar besar) sebuah model rekonsiliasi masyarakat Timor Leste

MENDOCA, Ermelindo Das Neves, Dr. Nanang Pamuji Mugasejati

2010 | Tesis |

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan menjelaskan tentang bagaimana peran aspek budaya, dalam upaya penyelenggaraan dan penyelesaian konflik antar etnis yang terjadi dalam masyarakat Dili – Timor Leste tahun 2006,dengan pendekatan budaya Nahe Biti Bo'ot (penggelaran tikar besar/duduk bersama).Adapun latar belakang pemilihan topik ini adalah bahwa (1) masyarakat Dili khususnya dan masyarakat Timor Leste pada umumnya merupakan masyarakat multietnik atau masyarakat pluralis yang menyimpan potensi konflik;(2) konflik-konflik yang terjadi di kalangan masyarakat pluralis itu, baik konflik laten maupun konflik terbuka, dapat diselesaikan dengan upacara ritual “Nahe Biti Bo’ot. Tradisi ritual ini memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Timor Leste. Untuk itu, studi yang secara khusus dilakukan terhadap tradisi ritual ini sangat penting bagi pengembangan strategi kebudayaan Timor Leste dalam membangun masyarakat yang harmonis dan integratif di masa depan.Kerangka teori yang digunakan untuk melakukan studi ini mencakup (1) teori-teori antropologi, yang mengungkapkan tradisi dan kebudayaan masyarakat,dan (2) teori rekonsiliasi, yang membahas empat pintu menuju perdamaian, yaitu:truth, mercy, justice, dan peace.Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam, dan dokumen resmi yang berkaitan dengan upacara ritual Nahe Biti Bo’ot yang telah dilakukan di tiga desa yang ada di kabupaten Dili Timor Leste,yakni Desa Cameia, Desa Comoro, dan Desa Santa Cruz. Wawancara dilakukan dengan pejabat pemerintah, baik nasional maupun lokal, tokoh adat, tokoh pemuda dan aktivis LSM yang ada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) masyarakat Dili sebagai masyarakat multietnik menyimpan potensi konflik, baik konflik laten maupun konflik terbuka; (2) pada tahun 2006, terjadi konflik terbuka antar-etnik Lorosae dan Loromonu dalam skala yang sangat besar dan memakan korban jiwa maupun harta benda; (3) untuk menyelesaikan konflik terbuka tersebut, pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat memilih melakukan rekonsiliasi melalui tradisi “Nahe Biti Bo’ot”. Studi ini membuktikan bahwa pelaksanaan tradisi tersebut telah berhasil telah menyelesaikan konflik masyarakat secara internal di masingmasing tiga desa yang dipilih sebagai tempat penelitian ini. Dan secara eksternal berhasil menyelesaikan konflik masyarakat IDPs (etnis Lorosae) dan masyarakat (etnis Loromonu) pada tahun 2009. Hampir semua masyarakat IDPs berhasil direintegrasikan kembali ke komunitasnya masing-masing. Dengan demikian tradisi Nahe Biti Bo’ot ini dapat dianggap sebagai model rekonsiliasi ala orang Timor yang kiranya dapat disempurnakan agar dapat memupuk kembangkan perdamaian di masa yang akan datang.

This research aims at describing and explaining the role of cultural aspect in peace making and resolution of inter-ethnic conflict within Dili society – Timor Leste which happened in 2006, through a cultural approach, Nahe Biti Bo’ot (i.e great mat performance /being seated collectively).There are two reasons that motivated me to choose this topic. (1) Dili society in particular and Timor Leste in general is a multiethnic society or plural society in which conflict is a real threat; (2) Conflict that took placed in this plural society, either latent or open conflict, can be covered by ritual ceremony namely “Nahe Biti Bo’ot”. This traditional ritual plays essential role within Timor Leste society. Therefore, this study will specifically focus on traditional ritual in developing Timor Leste cultural strategy for establishing harmony and integrated society in the future.Theoretical frameworks applied on this research are twofold: (1) anthropological theories, especially to discuss traditional and cultural society and (2) reconciliation theory which discussing four ways leads to harmony, those are: truth, mercy, justice and peace.Data collected by observation method, in-depth interview and official document collecting related to Nahe Biti Bo’ot ritual performed in three villages,Cameia village, Comoro village and Santa Cruz village in Dili regency. Interview was made to government officer both local and national, Public Figure, adolescent figure and existed NGO activist.This research conclude that, (1) Dili society, as a multiethnic society,retain potential conflict, either latent or open conflict. (2) In 2006, open conflict between Lorosae and Loromonu ethnics took placed in wide scale and took people live and property. (3) In order to cover up the open conflict, government and public figure decided to reconcile through “Nahe Biti Bo’ot” tradition. This study provides evidence that, internally, traditional ritual performance had succeeded to settle down society conflict at each three villages that selected as this research location. And externally the tradition also succeed in covered the conflict between IDPs (Lorosae ethnic) community and society (Loromonu ethnic) in 2009. Almost every IDPs community have been reintegrated within their own community.Therefore, I am convince that Nahe Biti Bo’ot tradition can be treated as reconciliation model for Timor people and potentially being improved for promoting harmony an integrity in Timor Leste society in the future.

Kata Kunci : Masyarakat multi,etnik,Konflik laten,Konflik terbuka,Nahe Biti Bo'ot (Penggelaran Tikar Besar), Rekonsiliasi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.