Terpaksa menjadi asing :: Surat bukti kewarganegaraan Indonesia (SBKI) dan pencarian identitas kebangsaan Indonesia pascakolonial
SHOLIKHAH, Faizatush, Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A
2010 | Tesis | S2 SejarahTulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana warganegara turunan asing menjadi warganegara Indonesia Pascakolonial, hubungan Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia dan identitas orang-orang Indonesia setelah Indonesia merdeka. Rentang waktu yang dipilih adalah 1940-1960. Tahun 1940 ketika warganegara telah memiliki identitas mereka. Tahun 1960 ketika terjadi perubahan identitas setelah kemerdekaan. Konsep Anthony Giddens tentang “the others†relevan digunakan untuk melihat identitas kewarganegaraan mereka. Apa yang dilakukan oleh kelompok warganegara keturunan asing untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang menunjukkan identitas mereka sebagai warganegara Indonesia? Mengapa terdapat Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia? Seperti apa SBKI, siapa yang harus memiliki dan siapa yang terbebas dari SBKI?, dan apa yang terjadi setelah memiliki SBKI? Bagaimana mereka diperlakukan setelah itu?. Terdapat tiga kesimpulan dalam tulisan ini. Pertama, terjadi dilema dari warganegara turunan asing. Kedua, pemerintah Indonesia menggunakan politik identitas setelah kemerdekaan. Hanya keturunan Tionghoa yang harus memiliki SBKI untuk membuktikan kewarganegaraan mereka. Orang-orang keturunan Arab, India dan Eropa menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan sertifikat kelahiran untuk membuktikan identitas mereka sebagai orang Indonesia. Mereka tidak pernah memproses pembuatan SBKI. SBKI seperti dua mata uang. Di satu sisi menginklusi pemiliknya sebagai orang Indonesia, di sisi lain mengeksklusi pemiliknya dari warganegara yang lain. Sebelum kemerdekaan, kebijakan berdasarkan Kristen dan non-Kristen. Setelah Indonesia merdeka, didasarkan pada Islam dan non-Islam. Islam menjadi simbol yang membedakan pemerintah Indonesia dengan pemerintahan pada masa kolonial. Terakhir, beberapa kelompok masyarakat terpaksa menjadi asing. SBKI adalah kebijakan yang mendiskriminasi warganegara Indonesia, terutama Tionghoa dan turunan asing non muslim.
This paper was created to know how citizen of foreign descent become Indonesian citizen in Postcolonialism, the relevancy between the evident letter of Indonesia citizenship and Indonesian identity after the independence. The Period of time is taken from 1940 to 1960. It was in 1940 when the citizen already had their identity. In 1960, at the time when there was identity transformation after the independent. Anthony Giddens concept about “the others“ is relevant to be applied for viewing their citizenship identity. What did the group of foreign descent do to participate on the activities that showed their identity as Indonesian citizen? Why did there is SBKI ?, what was it look like ? Who is the one that should have it and who is free from it? What did happen after they have SBKI? How were they being treated? There are three conclusions in this paper. The first is the dilemmas of citizen of foreign descent. Secondly, Indonesia Government had commenced identity policy after the independence. Only tionghoa descent must have SBKI to prove their citizenship. People from Arabic, India and European descend used KTP and birth certificate to prove their identity as Indonesian. They never processed SBKI making. SBKI is like two face coin. In one side, it includes the owner as Indonesian whiles the other; it excludes the owner from other citizenships. Before the independence, policy was based on Christian and Non-Christian. After the independence, it was based on Islam and Non-Islam. Islam becomes symbol that distinguishes Indonesia Government with colonial government. difference of citizen to prove their nationality identity. The last, some community was forced being stranger. SBKI is a policy that discriminate Indonesian citizen, especially for Tionghoa and non-moslem citizen of foreign descent.
Kata Kunci : SBKI,Identitas,Kewarganegaraan, SBKI, identity, citizenship