Keseimbangan hidup manusia sebuah kajian sosiologi sastra terhadap Dhagelan Mataram Basiyo Lakon Impen Daradasih, Maling Kontrang-kantringan, Basiyo Mbarang Wirang, Basiyo Kapuas, dan Basiyo Mbecak
SUMARYONO, Prof. Dr. C. Soebakdi Soemanto, S.U
2010 | Tesis | S2 SastraDhagelan Mataram Basiyo (D.M.B.) merupakan bentuk sandiwara komedi yang muncul dan berkembang di Yogyakarta dengan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa dialognya. Selain sebagai hiburan, dhagelan mempunyai berbagai fungsi, antara lain adalah tatanan (aturan) yang memberikan aturan kepada masyarakat, dan tuntunan (nasehat) yang memberikan contoh nasehat kepada masyarakat. Melalui dhagelan sebagai satu bentuk seni yang mempunyai jarak estetika dengan penonton atau pendengarnya, isi atau pesan-pesan (messages) disampaikan secara tidak langsung, bahkan banyak yang melalui perlambangan (semiotis). Dalam D.M.B. dengan lakon Impèn Daradasih, Maling Kontrangkantringan,Basiyo mBarang Wirang, Basiyo Kapusan, dan Basiyo Mbécak digambarkan situasi dan konflik sosial antar individu yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat golongan bawah. Konflik dan masalah sosial yang muncul adalah adanya usaha dari orang-orang golongan bawah tersebut untuk menggapai keinginan hidup lebih mapan secara finansial, memperoleh kekuasaan dengan cepat, dan mengukuhkan harga diri melebihi orang lain.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori sosiologi verstehen Janet Wolff yang menyoroti latar sosial budaya D.M.B., indeks sosial budaya yang ada dalam D.M.B. dengan perlambangan-perlambangan (tipifikasi) yang harus ditafsirkan, serta ideologi yang melatarbelakangi penciptaan lakon-lakon dalam D.M.B. Dengan menggunakan kajian sosiologi verstehen Janet Wolff, dapat diuraikan tahap-tahap pemahaman secara sosiologis untuk menemukan makna (meaning) dibalik pemaparan lakon-lakon D.M.B. melalui interaksi antar individu yang diamati dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari.Hasil yang diperoleh dari kajian sosiologi verstehen Janet Wolff adalah dalam lakon Impèn Daradasih (“I.D.â€), Maling Kontrang-kantringan (“M.Kk.â€), Basiyo Mbarang Wirang (“B.M.W.â€), Basiyo Kapusan (“B.K.â€), dan Basiyo Mbécak (“B.M.â€) menggambarkan interaksi tokoh-tokoh kelas bawah yang mempunyai keinginan untuk kaya, tetapi akhirnya gagal karena dilakukan dengan cara yang buruk, yaitu menipu dan mencuri. Karena tuntutan kebutuhan hidup yang sangat mendesak, kebanyakan masyarakat tidak lagi menyadari bahwa apa yang dilakukan mereka sudah melewati batas norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. hasil dalam usaha mereka akan berakibat fatal dan bahkan mencelakai serta memalukan diri mereka sendiri. Di sinilah fungsi dhagelan Basiyo dengan pasemon (sindiran), ejekan, cercaan yang kolokasi dan bahkan vulgar, di dalamnya memuat arti (meaning) bahwa manusia harus sadar akan hakekat dan status diri mereka,jangan pernah mencoba untuk menjadi iri dengan status, pekerjaan, dan kemampuan yang dipunyai oleh orang lain. Keseimbangan hidup yang menjadi hakekat kehidupan manusia secara universal adalah makna (meaning) yang ada di balik lakon-lakon DMB.
Dhagelan Mataram Basiyo (D.M.B.) is kind of comedy that appeared and developed in Yogyakarta using Javanese language for its dialogue. Besides as entertainment, dhagelan function as order that gives regulation for society and guidance or advice that gives examples to society. Through dhagelan as s kind of art which has aesthetic distance to spectators and listeners, content or messages are delivered indirectly, even through typifications (semiotics). In D.M.B. with titles Impèn Daradasih, Maling Kontrang-kantringan, Basiyo mBarang Wirang, Basiyo Kapusan, and Basiyo Mbécak, it was portrayed situation and social conflicts inter subjectivity that is commonly met in daily life of lower class people. Conflict and social problem came from those people who tried to gain better living need financially, to gain power instantly, and to establish their pride over the others.The research method used in this research was sociology verstehen theory by Janet Wolff which focusing on social cultural background of D.M.B., social cultural index in D.M.B. with typification that have to be interpreted, and ideology as the background in creating D.M.B. titles. Through sociology verstehen Janet Wolff, it could be described steps of understanding sociologically to find meaning behind the titles through inter subjectivity interaction of their daily social life.The result obtained from the analysis of Impèn Daradasih (“I.D.â€), Maling Kontrang-kantringan (“M.Kk.â€), Basiyo Mbarang Wirang (“B.M.W.â€), Basiyo Kapusan (“B.K.â€), and Basiyo Mbécak (“B.M.â€), it was portrayed the effort of lower class people who wish to be rich, but finally failed for their improper conduct by cheating and stealing. For the demand of urgent living need, people no more realized that what they had done was over limit of social norms. These phenomena was taken as materials for the D.M.B. and performed parodically. It was shown by the fail of their effort, even fatal by ashamed themselves. Here, the function of D.M.B. with satiric, mocking, humiliating and collocation, and even vulgar that revealing meaning that human being should be conscious for their nature and personality, never give up and be jealous for other status, occupation, and ability of others. Equality of life that became the nature of human living universally was the meaning behind the D.M.B.keywords: lebenswelt, meaning, social action, ideology.
Kata Kunci : Lebenswelt,Meaning,Tindakan sosial,Ideologi, lebenswelt, meaning, social action, ideology