Tradisi kawin colong dalam komunitas Using :: Studi atas model perkawinan pada suku Using, Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi
MAHMUD, M. Amir, Dr. Aris Arif Mundayat, MA
2010 | Tesis | S2 AntropologiTujuan penelitian ini adalah untuk menelaah kawin colong pada masyarakat Using Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Aspek yang akan dianalisis adalah bagaimana praktek kawin colong dilakukan oleh orang-orang Using di Banyuwangi di dalam konteks perubahan zaman sekarang ini dan bagaimana masyarakat Using memberi arti kawin colong secara sosial, budaya. Dengan demikian dapat dihasilkan gambaran dan pemahaman mengenai perilaku kawin colong terhadap berbagai aspek kehidupan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi untuk memahami kondisi dan karakteristik masyarakat yang diteliti dan wawancara mendalam untuk memahami berbagai aspek dan tingkah laku orang Using, terutama yang terkait dengan kawin colong. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu dengan menggunakan data kualitatif sebagai dasar deskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawin colong yang dilakukan orang Using dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada tata cara nyolong, dari faktor protes sosial menjadi gengsi sosial, dan barang-barang yang dibawa ketika masyarakat nylabar dari bahan makanan tradisional beralih ke makanan modern yang siap saji. Ada empat faktor yang melatarbelakangi adanya kawin colong, yaitu faktor anak yang tidak setuju dijodohkan, adanya faktor perbedaan kondisi sosial ekonomi, faktor gengsi sosial dan faktor karena takut lamarannya di tolak. Kompleksitas dari alasan kawin colong juga merupakan respon terhadap kondisi sosial ekonomi yang mengalami perubahan. Bagi orang Using kawin colong berfungsi sebagai identitas ke-Usingan mereka, karena nyolong gadis dianggap sebagai perbuatan yang menyenangkan orang, pemberi kabar baik dan gembira kepada orang tua si gadis bahwa anaknya akan dinikahi. Bagi masyarakat Using, kawin colong ini tidak masuk dalam kategori perbuatan tercela yang dilarang oleh agama. Pengertian nyolong di sini bukan mencuri atau mengambil milik orang lain yang tidak jelas kemana tujuannya, akan tetapi nyolong gadis untuk dinikahi dengan menggunakan prosedur adat. Bagi orang Using kawin colong memiliki arti yang sama dengan melamar, hanya saja caranya yang berbeda yaitu dengan cara paksa. Makna yang terlihat dari perubahan sosial tersebut adalah dari bentuk perlawanan (protes sosial) menuju ke suatu kebanggaan (gengsi sosial) Berkaitan dengan kawin colong, peran regulasi Negara dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kepolisian setempat berbuat pasif. Karena dianggapnya perilaku kawin colong adalah murni urusan adat Using yang tidak ada kaitannya dengan wewenang KUA dan kepolisian. Dalam hal ini, adat Using lebih mendominasi terhadap tindakan kawin colong, sehingga aspek hukum negara melalui UU perkawinan maupun agama menjadi tidak terlampau penting bagi orang Using.
The objective of this research was to analyze kawin colong occurred in Using community of Kemiren village, Glagah subdistrict, Banyuwangi district. Aspects analyzed included kawin colong practice done by Using people in Banyuwangi in context of today’s era change and meaning the Using people gave to kawin colong in social and cultural context. It was expected to result description and understanding on kawin colong behavior in various live aspects. This research was conducted using observation method to understand condition and characteristic of society studied and in-depth interview to understand various aspects and behaviors of Using people, related to kawin colong. Data was analyzed descriptively using qualitative data as description bases. The results indicated that kawin colong done by Using society have changed. The change occurred on nyolong procedure, its meaning from social protest to be social prestige and goods carried when people did nylabar from traditional foods to modern fast food. There were four factors causing kawin colong: daughter not agreeing to be mated, different social economic condition, social prestige, and afraid of marriage proposal denial. Complexity of kawin colong was also response to changing social economic condition. For Using people, kawin colong function as their Using identity, because nyolong was considered action making other happy, and give goods news to girl parent that their daughter will be married. For them, kawin colong was not included as bad action the religion forbid. In this case, Nyolong was not stealing or taking other’s property without clear goal, but it meant stealing girl to be married using traditional procedure. For Using community, kawin colong has same meaning as proposing marriage, but in different force way. In social aspect, its change was from social protest media to social prestige. In relation to kawin colong, role of state, in this case Office of Religious Affairs (KUA) and police was passive. Because kawin colong was considered as customary matter of Using society, they considered the matter did not associate to authority of KUA and police. Adat law of the Using society was more dominant on kawin colong activity, so state law aspect through Law on Marriage or religion was not so important for the Using people
Kata Kunci : Kawin,Colong,Orang Using, kawin, colong, Using people