Wacana dan praktik pembauran pada masyarakat etnis Tionghoa dan Jawa pasca orde baru :: Studi kasus Paguyuban Warga Peduli (PAGARI) di Kampung Kebalen, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta
TRINUGRAHA, Yosafat Hermawan, Arie Sujito, M.Si
2010 | Tesis | S2 SosiologiPenelitian ini membahas tentang wacana dan praktik pembauran pada masyarakat etnis Tionghoa dan Jawa di Kota Surakarta Pasca Orde Baru. Secara khusus penelitian ini mengambil kasus di sebuah paguyuban Tionghoa dan Jawa di Kampung Kebalen, Kota Surakarta bernama PAGARI (Paguyuban Warga Peduli). Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Pada masa Orde Baru, pembauran (asimilasi) etnis Tionghoa dan Jawa merupakan paradigma bagi penyelesaian apa yang disebut sebagai “masalah Tionghoaâ€. Melalui berbagai kebijakan, asimilasi (pembauran) selama Orde Baru telah membawa dampak yang luar biasa terhadap identitas etnis Tionghoa di Indonesia. Konstruksi sosial yang dibangun oleh penguasa Orde Baru juga turut membangun pengetahuan kelompok etnis lain yang seringkali dianggap sebagai “pribumi†terhadap kelompok Tionghoa yang tak jarang melahirkan pandangan-pandangan stereotipe ataupun prasangka. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, Surakarta, dan kota-kota lain di Indonesia adalah bagian dari berperannya berbagai pandangan stereotipe dan prasangka tersebut yang “dimanfaatkan†oleh kelompok politik tertentu untuk menciptakan peristiwa tersebut. Penelitian ini memanfaatkan kerangka teoritis dari Michel Foucault tentang wacana dan kekuasaan, serta pemikiran Antonio Gramsci tentang hegemoni. Dalam kerangka pemahaman tersebut, wacana tidak hanya dipahami sebagai sebuah cara menghasilkan pengetahuan namun juga sebuah praktik sosial yang menyertainya. Dalam konteks penelitian ini hegemoni wacana pembauran pada masa Orde Baru ternyata masih berjalan hingga saat ini. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya berbagai reproduksi wacana yang berkembang dalam PAGARI seperti reproduksi wacana anti Tionghoa, dan reproduksi wacana Tionghoa sebagai pelaku ekonomi, dan reproduksi wacana politik bagi masyarakat Tionghoa. Namun demikian, selain reproduksi wacana tersebut, terjadi pula counter wacana yaitu bahwa pengingkaran “istilah†politik itu sebenarnya justru sebuah bentuk politik bagi PAGARI. Selain itu juga dengan munculnya ungkapan bahwa pembauran itu sendiri sebenarnya dianggap kurang tepat dan tidak dibutuhkan, namun yang dibutuhkan adalah persaudaraan.
This research discusses discourse and practice of assimilation of Chinese and Javanese ethnic group in Post New Order Surakarta. Specifically, it examines an association of Chinese and Javanese community in kampong Kebalen, city of Surakarta namely Association of Caring Citizen or PAGARI (Paguyuban Warga Peduli). This research employs descriptive qualitative approach with case study as the strategy and observation and interview as method of collecting data. In New Order era, assimilation of Chinese and Javanese ethnic group was the paradigm of solving the so-called “Chinese problem.†Through several policies enacted, assimilation has brought considerable impact on ethnic identities of the Chinese. Furthermore, the social construction built by the New Order government contributed significantly to produce knowledge on the Chinese spread among other ethnic groups considered as “native,†which create stereotype and prejudice. The May 1998 turmoil in Jakarta, Surakarta, and other cities in Indonesia happened in part due to the exploitation of such prejudice and stereotype by particular political group. Michel Foucault theory on discourse and power and Antonio Gramsci’s hegemony are the theoretical framework of this thesis. On the basis of these two theories, discourse is not only considered as a way to produce knowledge but also the following social practice. This research concluded that hegemony of the discourse of assimilation during New Order remains strong until today. It can observed through the ongoing reproduction of discourse within PAGARI including anti Chinese discourse, Chinese as the dominant economic force, and the discourse of Chinese ‘political absence.’ Despite the reproduction of discourse, counter discourse is also developed by believing that denying the term ‘politic’ is in itself a political statement and involvement for PAGARI. Moreover, the counter discourse appears through the belief that assimilation is wrong and unnecessary and what is needed is brotherhood.
Kata Kunci : Reproduksi wacana,Pembauran,Etnis Tionghoa dan Jawa,Hegemoni, Reproduction of Discourse, Counter Discourse, Assimilation, Chinese and Javanese ethnic group, Hegemony