Laporkan Masalah

Kedudukan saksi instrumenter dalam akad syariah menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Hukum Perjanjian Islam

AHAM, Irma Noviarti, RA Antari Innaka T, S.H.,M.H

2010 | Tesis | S2 Magister Kenotariatan

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas serta menelaah lebih jauh hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan saksi instrumenter dalam akad syariah baik mengenai hal-hal yang terkait dengan perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, maupun Hukum Perjanjian Islam. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau penerapan ketentuan hukum normatif secara perilaku nyata pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini didasarkan pada penelitian kepustakaan tetapi untuk melengkapi data yang diperoleh dari penelitan kepustakaan, dilakukan penelitian lapangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : 1) Terdapat perbedaan mengenai pengaturan saksi menurut Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dengan pengaturan saksi menurut Hukum Perjanjian Islam. Menurut Pasal 40 UUJN setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. Sedangkan menurut Hukum Perjanjian Islam di dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat (282) saksi di dalam sebuah perjanjian tertulis harus dipersaksikan dengan dua orang lelaki atau seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang dipercaya (apabila tidak ada dua orang lelaki). 2). Pengaturan didalam Al-quran memang berbeda dengan UUJN mengenai saksi, akan tetapi akad yang dilaksanakan kedua belah pihak tetap sah. Perbedaan saksi yang hadir tidak mempengaruhi batalnya sebuah akad syariah. Saksi di dalam UUJN merupakan salah satu unsur bahwa akad menjadi akta Notaril bukan akta bawah tangan, sedangkan dalam Hukum Perjanjian Islam saksi adalah untuk memudahkan pembuktian apabila terjadi masalah di kemudian hari

This research aimed to provide clear description and identify further matters relating to the position of instrumenter witness in sharia contract either regarding contract based the Civil Codes, the 2004 Law Number 30 concerning Notary Profession, or Islamic Contract Law. This was a juridical normative research, namely legal research on the enforcement or the application of normative legal provisions in real attitude in each public legal event. This research was based on literature study; however, field study was used to complement data obtained from the literature study. The results of this study showed that: 1) there were differences between witness provisions according to the 2004 Law Number 30 concerning Notary Profession and those according to Islamic Contract Law. Based on the Article 40 of UUJC, every deed should be read by the notary before at least 2 (two) witnesses, unless legal regulation requires otherwise. Whereas according to Islamic Agreement Law, in the verse (282) of Al-Baqarah Letter, Al Quran, witness in a written agreement should be read before a man and two women of credible witnesses (in case no man is available); 2) the provisions concerning witnesses in Al-Quran was different from that in UUJN; however, the contract executed on both sides remained valid. The differences in witnesses who were present did not affect the cancellation of Sharia contract. The witness in UUJN is one of the elem ents for contract as a notarial deed, rather than a private deed, while the Islamic Agreement Law states that witness is to facilitate proofing in case a problem is found in the future.

Kata Kunci : Saksi instrumenter,Akad Syariah,Undang,undang jabatan notaris


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.