Pelaksanaan perkawinan nyeburin beda wangsa menurut hukum adat Bali di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali
MANGKU, I Nyoman, Agus Sudaryanto, S.H.,M.Si
2010 | Tesis | S2 Magister KenotariatanPerkawinan nyeburin beda wangsa di masyarakat Bali jarang dilakukan tetapi di masyarakat Tabanan masih dapat ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong masyarakat melakukan perkawinan nyeburin beda wangsa. Di samping itu, untuk mengetahui pelaksanaan perkawinan nyeburin beda wangsa dan kedudukan suami istri terhadap harta perkawinan maupun hubungan kekerabatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis.Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data tersebut dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.Teknik pengumpulan yang dipakai dalam penelitian kepustakaan adalah studi dokumenter, dengan alat pengumpulan melalui pencatatan, sedangkan teknik pengumpulan data lapangan dengan wawancara, menggunakan alat berupa pedoman wawancara. Subjek penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu responden dan narasumber. Responden berjumlah 15 orang yang terdiri dari 5 pasangan penganten yaitu 5 orang wanita( purusa) , 5 orang laki (predana) dan 5 orang responden dari keluarga wanita (purusa). Narasumber terdiri dari pengamat dan praktisi Hukum Adat Bali sebanyak 3 orang, Bendesa Adat sebanyak 4 orang, tokoh adat 3 orang, Hakim Panitra Pengadilan Negeri Tabanan 1 orang dan 1 orang Notaris/PPAT di wilayah Tabanan.Teknik pengambilan sampel menggunakan metode non probability sampling khususnya purposive sampling. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong masyarakat melakukan perkawinan nyeburin beda wangsa yaitu: a) untuk mengindari hak camput, b) karena tidak memiliki anak laki sebagai penerus generasinya, c) keinginan orang tua untuk tetap berkumpul dengan semua anaknya, d) individu yang ingin meninggalkan tradisi diskriminatif wangsa, e) moderatnya masyarakat Tabanan,f) faktor ekonomi. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan tersebut di atas ditempuh dengan cara meminang dan kawin lari. Sahnya perkawinan menurut hukum adat Bali setelah dilakukan upacara mebeakaon, dengan saksi-saksi pemimpin adat, rohaniawan, sesajen sebagai sarana upacara. Kedudukan suami istri dalam perkawinan nyeburin beda wangsa, terhadap hak harta bersama jenisnya bervariatif yaitu 2:1 dan 1:1 untuk istri dan suami. Dalam hubungan kekerabatan kedudukan suami (sudra wangsa) di kerabat istri (tri wangsa) kedudukan istri (purusa) lebih kuat dari kedudukan suami (predana)
Nyeburin dynastic marriages in different communities but are rarely conducted in the Bali Tabanan society can still be found. This study aimed to determine the factors that encourage people to input their differences nyeburin dynastic marriages. In addition, for the implementation of different to know nyeburin and the position of husband and wife of marital property and kinship relations. This study uses sosiologis juridical approach. Used in this study are primary and secondary data. Data was collected through field research and collecting literature. Technique used in the research literature is a documentary study, by means of collecting through the listing, while the technique of field data collection by interview, using tools such as interview guides. Research subjects in this study were divided into two that is guest speaker and responder. Respondents included 15 people who consist of five pairs of five women bride (purusa), five men (predana) and five respondents from the woman's family (purusa). Guest speaker consist three subject of Balinese Customary Law practitioner and observer, four subject of Bendesa, there subject of countryside doyen, one subject of Court Judge Panitra Tabanan , one subject of Notary / PPAT Tabanan Regency.Teknik area sampling using non-probability sampling methods, especially purposive sampling. The analysis used a descriptive qualitative. The results showed that the factors that encourage people to put their differences nyeburin wangsa marriage, namely: a) to avoid camput rights, b) for not having a son as a successor generation, c) the desire of parents to stay together with all the children, d) individual who wants to leave the discriminatory traditions wangsa, e) moderate society Tabanan, f) economic factors. In implementing the above nuptial the taken by hand in marriage and elope. Validity of marriage under customary law mebeakaon Bali after the ceremony, with witnesses, indigenous leaders, clergy, religious offerings as a means ceremony. Position husband and wife in marriage different nyeburin wangsa, to the rights of property type varieties namely 2:1 and 1:1 for the wife and husband. In the husband's kinship position (sudra wangsa) in the relatives of the wife (tri wangsa) the status of the wife (purusa) is stronger than the position of the husband (predana).
Kata Kunci : Perkawinan nyeburin,Beda wangsa,Hukum adat Bali