Laporkan Masalah

Abortus provocatus ditinjau dari segi hukum pidana dan Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan :: Kajian dari peniadaan hukuman pidana

SUKARTAYASA, I Ketut, dr. Siswanto Sastrowijoto, Sp. THT-KL (K)., MH

2010 | Tesis | S2 Magister Hukum Kesehatan

Latar Belakang: Masih tingginya angka kejadian abortus provocatus baik itu di dunia maupun di Indonesia, menyebabkan banyak orang tertarik untuk membahas masalah abortus provocatus, baik itu lewat media masa, dalam diskusi-diskusi, bahkan dalam seminar-seminar maupun dalam bentuk tesis sampai dengan disertasi, namun hal itu juga tidak menyurutkan minat masyarakat untuk melakukan tindakan abortus provocatus, baik itu dilakukan secara aman maupun secara tidak aman. Bahkan dalam hukum positif Indonesia yaitu KUHP dengan jelas melarang dilakukannya tindakan abortus provocatus, hal ini juga diperkuat dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dimana abortus provocatus hanya dapat dilakukan apabila ada indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan. Sesuai dengan rumusan tersebut diatas, maka bagi dokter dan masyarakat yang melakukan tindakan abortus provocatus yang berindikasikan kedaruratan medis dapat ditiadakan hukuman pidananya karena adanya alasan pembenar. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui tentang pengaturan abortus provocatus di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan untuk mengetahui abortus provocatus yang bagaimanakah yang dapat ditiadakan hukuman pidananya. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskritif. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Porposive Sampling. Kriteria sampelnya berdasarkan ilmu pengetahuan dan kompetensi yang mereka miliki, maka sampel yang penulis pergunakan berjumlah : 9 orang yang mewakili bidang ilmu kesehatan, yang terdiri atas : 8 orang Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan serta 1 orang Direktur Rumah Sakit, serta 3 oarang yang mewakili bidang ilmu hukum.Analisa datanya menggunakan analisa data kualitatif. Hasil: Abortus dalam bentuk apapun dilarang dalam KUHP, larangan ini tidak saja terhadap pelakunya saja tetapi juga terhadap semua pihak yang ikut terlibat. Pelarangan tanpa melihat alasan kenapa dilakukannya tindakan abortus provocatus itu membuat tenaga kesehatan menjadi ragu-ragu dalam menangani pasien yang mengalami abortus provocatus yang berindikasikan kedaruratan medis. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, abortus provocatus dapat dilakukan apabila ada indikasi kedaruratan medis, setelah mendapat konseling, kehamilan sebelum berumur 6 (enam) minggu, oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan memiliki sertifikat, dengan persetujuan ibu hamil dan dilakukan pada penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat. Peniadaan pidana bagi pelaku tindakan abortus provocatus hanya dapat dilakukan apabila memenuhi unsur-unsur : adanya pengaruh daya paksa, menjalankan ketentuan undang-undang, pada abortus provocatus yang berindikasikan kedaruratan medis dan hamil akibat perkosaan. Kesimpulan: KUHP dengan jelas melarang dilakukannya abortus dalam bentuk apapun, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dimana abortus provocatus hanya dapat dilakukan apabila ada kedaruratan medis dan akibat perkosaan. Pelaku tindakan abortus provocatus dapat ditiadakan hukuman pidananya jika ada alasan pembenar.

Background : The number of provocatus abortion in the world and also in Indonesia is still high. That’s why people are interested to discus it in mass media, seminars, seminars, and also in thesis, but it does not reduce the intention for the people to conduct abortion, both safely and unsafely. Indonesian positive law, KUHP, clearly forbids provocatus abortion. It is also strengthened by Regulation number 36, 2009, about Health. This regulation states that provocatus abortion can only be done due medical emergency and rape. Based on that statement those who conduct provocatus abortion because of medical emergency are not considered guilty. Aim of study: In provocatus abortion in KUHP and in Regulation number 36, 2009 about health and the absence of punishment for the doers. To know the arrangement of provocatus abortion KUHP and Regulation number 36, 2009 about health, and to know what kind of provocatus abortion which are not considered guilty. Method : This research makes use of descriptive method. The data are both primary and secondary. Samples are taken by means of Purposive Sampling technique. The criteria of samples are based on knowledge and competence the have. 9 persons represent the health knowledge and 3 law experts. This research applies qualitative data analysis. Result: Abortion in any kind is forbidden by KUHP, for the subject and also those who are involved. The prohibition without considering why people conduct abortion makes people hesitant in patient with provocatus abortion due to medical emergency indication. Regulation number 36, 2009, states that provocatus abortion can be done due to medical emergency indication, after the patient having counseling, the age of pregnancy is under 6 week, done by competent medical expert, with the approval of the pregnant woman or her husband except due to rape, and done in an appropriate clinic. The absence of punishment for the doer of provocatus abortion can be given only if they have compulsion, performing the laws on provocatus abortion due to medical emergency indications, and pregnancy because of rape. Conclusion: KUHP clearly prohibits abortion in any kind, Regulation number 36, 2009 about health states provocatus abortion can only be conducted if there is medical emergency and because of rape. The doer of provocatus abortion can not be punished if there are elements of forgiveness and justification.

Kata Kunci : Abortus provocatus, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, KUHP, Peniadaan hukuman pidana, Provocatus abortion, Regulation number 36, 2009 about health, the absence of punishment


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.