Laporkan Masalah

Evaluasi kegempaan dan perkuatan bangunan-bangunan cagar budaya komplek kepatihan Yogyakarta

KHAIRIL, Prof. Ir. Iman Satyarno, ME., Ph.D

2010 | Tesis | S2 Teknik Sipil

Gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, telah menyebabkan kerusakan pada beberapa bangunan yang ada pada Komplek Kepatihan Yogyakarta. Bangunan-bangunan yang ada pada komplek kepatihan tersebut merupakan bangunan cagar budaya yang kini digunakan sebagai kantor pemerintahan propinsi DIY dan telah berumur ratusan tahun. Kerusakan bangunan yang terjadi selain karena gempa juga karena umur bangunan yang sudah melewati umur rencana. Untuk itu kegiatan assesmen harus dilakukan pada bangunan tersebut sebagai langkah awal menuju proses pemugaran bangunan tersebut sehingga kelestarian bangunan cagar budaya dapat tetap dipertahankan. Saat ini di Komplek Kepatihan Yogyakarta terdapat sepuluh bangunan cagar budaya yaitu Bangsal Kepatihan, Dalem Agung, Bale Woro, Gedung Wilis, Gedung Pacar, Bale Mangu, Bangsal Wiyotoprojo, Masjid Sulthoni, Bale Cempoko dan Bale Tanjung namun analisis hanya dilakukan pada dua bangunan saja yaitu Bangsal Kepatihan dan Bale Woro. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan rapid visual screening unuk mengetahui kondisi eksistisng struktur yang selanjutnya menjadi dasar untuk analisis. Untuk Bale Woro analisis dilakukan dengan menganggap struktur sebagai bangunan monumental yang elastis (I=1,4 dan R=1,6) dan untuk bangsal kepatihan bangunan dianalisis dengan dua kondisi perletakan yaitu sendi dan jepit serta dianalisis dengan tiga beban gempa yaitu sebagai bangunan biasa dengan daktilitas terbatas (I=1 dan R=3,2), struktur sebagai bangunan biasa yang elastis (I=1 dan R=1,6) dan struktur sebagai bangunan monumental yang elastis (I=1,4 dan R=1,6). Hasil analisis menunjukkan bahwa bangunan Bale Woro membutuhkan perkuatan untuk mengakomodasi beban lentur yang sangat besar akibat beban gempa berupa penulangan pada dinding dengan ø6-100 mm yang di plester dengan shotcrete. Untuk Bangsal Kepatihan diperoleh bahwa bangunan tetap aman terhadap beban gempa hanya jika bangunan sebagai bangunan biasa dengan daktilitas terbatas dan kondisi perletakan jepit, sehingga untuk mengakomodasi beban gempa yang lebih besar Bangsal Kepatihan perlu diperkuat. Dari tiga jenis perkuatan yang dianalisis yaitu dengan bracing, kabel dan perkuatan dengan balok baja, perkuatan dengan balok bajalah yang paling dianggap baik. Dengan perkuatan tersebut, Bangsal Kepatihan tetap aman terhadap beban gempa besar meskipun terjadi kelapukan dan penurunan mutu pada kayu.

The earthquake that shook Yogyakarta on May 27th, 2006 caused damage to several major buildings within the Kepatihan Compound. Many of those buildings—some of them were of hundred years old—represent the Yogyakarta’s cultural heritage sites and now are used as the seat of the provincial government of DIY. Besides the aforementioned earthquake, damage was also caused by the age of the buildings themselves, which had surpassed their existing design. Therefore, assessment activities should be applied as the first step towards the restoration of the buildings, so that the preservation of the cultural heritage buildings can be maintained. At present there are ten cultural heritage buildings within the Kepatihan Compound. Those are Bangsal Kepatihan, Dalem Agung, Bale Woro, Gedung Wilis, Gedung Pacar, Bale Mangu, Bangsal Wiyotoprojo, Masjid Sulthoni, Bale Cempoko and Bale Tanjung. Only two buildings were analyzed—Bangsal Kepatihan and Bale Woro. The first step of the analysis was the implementation of rapid assesment to find out the structure condition, which later became the basis of analysis. The analysis of Bale Woro was carried out base on elastic design serve as monumental building (I = 1.4 and R = 1.6). The analysis of Bangsal Kepatihan was carried out using two support conditions (simple-supported and fix) to describe the structure condition. Then analysis were assumed as ordinary buildings with limited ductility (I=1 and R=3.2), plastic ordinary buildings (I = 1 and R = 1.6) and plastic monumental buildings (I=1.4 and R=1.6). Result of analysis show that Bale Woro needs reinforcement at the walls by ø6-100 mm which shotcreted, in order to accommodate the high out plane bending caused by the earthquake load. Bangsal Kepatihan analysis shows that the building will be safe only as the ordinary building with limited ductility and fixed support. In order to accomodate a greater earthquake load, Bangsal Kepatihan needs to be strengthened. The three types of reinforcement are bracing, cables, and reinforcement with additional steel beams. Result of analysis show that the best reinforcement to accommodate the large earthquake load is strengthened by additional steel beam and it will make the building remains safe despite mustiness and decrement of wood quality take place.

Kata Kunci : Bangunan cagar budaya,Perkuatan dinding,Shotcrete,Perkuatan struktur kayu


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.