Kajian lintas seksional brucelosis pada sapi di Kabupaten Belu

LAKE, Petra R.M. Take, Dr. drh. Asmarani Kusumawati, MP

2010 | Tesis | S2 Sain Veteriner

Bovine brucellosis adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh Brucella abortus yang secara primer menyerang sapi serta bersifat zoonosis. Penyakit ini menimbulkan berbagai gangguan reproduksi yang berdampak pada penurunan produksi, produktivitas dan reproduktivitas. Kabupaten Belu merupakan daerah endemik brucellosis dengan prevalensi paling tinggi di Propinsi Nusa Tenggara Timur, di atas 2%. Program pengendalian yang telah dilaksanakan yakni vaksinasi dengan vaksin Brucella abortus strain-19 sejak tahun 1993, survailans aktif serta test and slaughter secara signifikan belum dapat menurunkan angka prevalensi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi brucellosis, mengidentifikasi faktor-faktor yang berisiko terhadap infeksi brucellosis dan prevalensi di tingkat peternakan di Kabupaten Belu. Sejumlah 2000 ekor sapi milik 220 peternak di Kabupaten Belu digunakan dalam sebuah kajian lintas seksional yang terpilih secara random tahapan ganda dan klaster. Penentuan status brucellosis adalah reaksi positip Complement Fixation Test dari reaktor positip Rose Bengal Test. Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran prevalensi brucellosis sebesar 14,5% dan rata-rata prevalensi di tingkat peternakan sebesar 14,9%. Analisis unweigthed logistic regression menunjukkan bahwa faktor yang berasosiasi dengan infeksi brucellosis, berturut-turut adalah calving interval panjang (OR=5,07), riwayat pernah stillbirth (OR=3,29), kebuntingan (OR=2,90), infertil (OR=2,48), riwayat pernah abortus (OR=2,43), cara penggembalaan (OR=2,14), laktasi (OR=2,04), Kecamatan Tasifeto Barat (OR=3,12) dan Kecamatan Rinhat (OR=0,16). Hasil analisa linear regression untuk prevalensi brucellosis di tingkat peternakan menunjukkan bahwa faktor yang berasosiasi dengan prevalensi tinggi adalah gembala bersama, cakupan vaksinasi <60%, kandang gabungan, keberadaan reaktor sedangkan faktor yang berasosiasi dengan prevalensi rendah adalah herdsize dan sumber air sumur. Kajian ini menunjukkan Kabupaten Belu masih merupakan daerah endemis brucellosis dengan kategori tertular berat sehingga perlu dilakukan evaluasi program pengendalian dan pemberantasan brucellosis dengan memperhatikan faktor-faktor resiko. Program vaksinasi perlu ditingkatkan dengan prioritas pengendalian pada daerah tertular berat.

Bovine brucellosis is a contagius zoonotic disease caused by Brucella abortus primarily found in cattle. The disease causes various reproductive disorders resulting in the decrease of production, productivity and reproductivity in cattle. The district of Belu (DB) is a brucellosis endemic area with the highest prevalence rate in the province of Nusa Tenggara Timur (NTT). The control programs that have been implemented since 1993, i.e. vaccination using strain-19, active surveillance, and test and slaugther approach, did not significantly reduce the prevalence rate. The objectives of the current cross-sectional study were to reveal the latest brucellosis prevalence rate and to identify risk factors associated with the infection in the DB. A total of 2000 cattle belonging to 220 farmers was multistage randomly selected and used throughout the study. Serums from those cattle were subjected to Rose Bengal Test (RBT) reactors of which were Complement Fixation Tested. Brucellosis in cattle was indicated by the positive reaction on CFT. The results show that the prevalence rate of brucellosis of among cattle was found to be 14.5%, and the mean of the prevalence rate at farm level was 14.9%. The unweigthed logistic reggression revealed that, in orderly fashion, longer calving interval (odds ratio, OR=5.07), history of stillbirth (OR=3.29), pregnancy (OR=2.90), infertility (OR=2.48), history of abortion (OR=2.43), loosened in pasture (OR=2.14), lactation (OR=2.04), subdistrict of West Tasifeto (OR=3.12) and subdistrict of Rinhat (OR=0,16), are significantly associated with brucellosis. Communal pasture, vaccination coverage less than 60%, communal barn, and the existence of CFT reactors are associated with higher prevalence rate at farm level, while herdsize and well water sources with lower prevalence. Therefore, vaccination program has to be improved especially in the subdistricts of higher prevalence rate.

Kata Kunci : Bovine brucellosis,Brucela abortus,Kabupaten Belu,Kajian lintas seksional