Pengaruh ultrasound intensitas rendah terhadap pembentukan kalus pada tulang tibia tikus putih (Rattus novergicus) yang difrakturisasi

HUDA, Nurul, Dr. Tedjo Rukmoyo, SpOT.,Spine (K) FICS

2010 | Tesis |

Latarbelakang : Proses penyembuhan tulang merupakan suatu proses biologis yang kompleks dan dipengaruhi oleh banvak efek fisik dan lingkungan. Ultrasound diketahui sebagai salah satu metoda fisik untuk mempercepat penyembuhan tulang. Ultrasound mempengaruhi penyembuhan tulang pada tingkat seluler. Maka dart itu, kami membuat penelitian ini untuk menyelidiki pengeruh ultrasound intensitas rendah dengan menggunakan diagnostik ultrasound pada tulang tibia tikus putih yang difrakturisasi untuk menentukan jumlah paparan melalui kadar ALP dalam serum, jumlah osteoblas, ketebalan kalus (secara mikroskopis), dan facture bending force (secara makroskopis). Objektif : Untuk menvelidiki pengaruh dart ultrasound intensitas rendah terhadap tulang tibia tikus putih (rattus novergicus) melalui kadar ALP, jumlah osteoblas, ketebalan kalus (secara mikroskopis), dan .fracture bending force (secara makroskopis). Metoda :Digunakan empat puluh tikus jantan berusia 3 bulan, dan tulang tibia tikus putih difrakturisasi dan distabilkan dengan gips sirkuler dengan anastesi umum. Kemudian dilakukan window untuk memfasilitasi paparan ultrasound. Kemudian sampel dipisahkan menjadi 4 grup. Lima hart setelah dilakukan frakiurisasi dan setiap 5 hart setelahnva diberikan paparan diagostik ultrasound dengan probe berfrekuensi 7,5 MHz dan intensitas 11,8 mW/cm2 selama 10 menit setiap paparan. Grup 1 sebagai kontrol samasekali tidak diberikan paparan ultrasound. Diberikan 2 kali paparan pada grup Pl, 6 kali pada grup P2, 8 kali pada grup P3. Pada hart ke-39 serum diambil dart arteri orbicularis. Pada hart ke-40 dilakukan terminasi pada seluruh sampel. Kemudian pembentukan kalus diukur dengan jumlah osteoblas, kadar ALP, dan ketebalan kalus (secara rnikroskopis) dalam darah dan secara makroskopis untuk mengetahui kekuatan tulang melalui fracture bending strength digunakan Universal TeSing Machine. Hasil : Grup PI kadar ALP dan .fracture bending .force tidak berbeda dengan kontrol grup namun menunjukkan hasil yang signifikan pada jumlah osteoblas dan ketebalan kalus. Pada grup P2 menunjukkan hasil yang tidak berbeda pada kadar ALP namun signifikan pada jumlah osteoblas, ketebalan kalus, dan fracture bending force. Pada grup P3 kadar ALP, jumlah osteoblas, ketebalan kalus, dan fi•cture bending force signifikan dibandingkan dengan kontrol. Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan pengaruh ultrasound intensitas rendah terhadap peningkatan secara paralel terhadap lamanya paparan pada kadar ALP, jumlah osteoblas, ketebalan kalus (secara mikroskopis), dan fracture bending strength (secara makroskopis) terhadap pembentukan kalus pada tulang tibia tikus putih yang difrakturisasi.

Background : Healing process of the bone is a complex biological process and influenced by many physical and environment effects. Ultrasound was known as one of the physic method to accelerated the healing. It influenced the bone healing in the celluler level. Therefore, we designed this study to investigate the effects of low-intensity ultrasound using diagnostic ultrasound on fracturized rat's tibial bone to detemine the ultimate ammount and number of application through ALP level, osteoblast count, callus thickness, and fracture bending force. Objective : To investigate the influence of low intensity ultrasound to osteoblast count, ALP level, callus thickness, and fracture bending force of the fracturized white rats ( rattus no V ergicus) tibial bone. Methods : Forty male rats aged 3 months old livere used, and each rat's right tibia was fracturized and stabilized with circular cast under anesthesia. Window was applied on the cast to facilitate the probe of ultrasound. Then sample were divided into 4 groups. Five days after surgery ultrasound was applied every fifth day with diagnostic ultraound tool and a probe w.•ith a 7,5 MHz in frequency and 11,8 mW/cm2 intensity for 10 minutes in each session. Ultrasound was not applied to control group as group I. Ultrasound was applied 2 times in group 131, 6 times in group P2, 8 times in group P3. Day 39th serum was taken from orbicularis artery. Day 40th all rats were terminated. And callus formation )ivere checked 1A.•ith ALP and osteoblast count, and callus thicknes (microscopicalv) and macroscopically we checked the streght of the callus using universal bending machine for fracture bending force. Result : In P1 group the ALP level and the fracture bending force were no diffrerences wiih control group but significant in the osteoblast count and the callus thicknes. In P2 group ALP level teas no diffrerence but the osteoblast number, callus thicknes, fracture bending force were significant. In P3 group all the ALP, osteoblast number, callus thickness, and fracture bending force were significant compared with control group. Conclusions : This study confirms the influence of the low-intensity ultrasound on the callus formation of the fracturized rats tibial bone that the ALP count, osteoblast numbered, callus thicknes. and fracture bending force were increased parallel with the exposure period.

Kata Kunci : Ultrasound intensitas rendah,Tulang tibia yang difrakturisasi,Kadar ALP,Jumlah osteoblas,Kekuatan kalus, Low-intensity ultrasound, fracturized tibial bone. ALP count, osteoblast count. callus thicknes, fracture bending