Laporkan Masalah

Fenomena Tombalaki :: Suatu studi kekerasan laki-laki pada Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara

LAXMI, Dr. Johanes Nicolaas Warouw

2010 | Tesis |

Tesis ini berangkat dari populernya sebuah lagu yang berjudul tombalaki pada tahun 2007 yang dinyanyikan oleh Sayful Tamburaka seorang guru pada salah satu sekolah umum di Kota Kendari sekaligus pencipta lagu-lagu daerah Tolaki. Karena itu, tesis ini khususnya akan mengeksplorasi keterkaitan antara lagu tombalaki dengan fakta yang terjadi di masyarakat khususnya, Suku Tolaki yang ada di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian ini akan berupaya mendeskripsikan latar belakang timbulnya istilah atau julukan tombalaki pada masyarakat Tolaki, serta memahami pandangan masyarakat Tolaki terhadap tombalaki dan mengetahui pengalaman para istri terhadap sifat atau watak suami yang tombalaki. Tombalaki adalah sebuah istilah atau julukan yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang laki-laki yang mempunyai sifat atau watak selalu menyimpan sesuatu utamanya materi, maupun barang-barang tertentu, sehingga tidak memberikan hak kepada istri atau anggota keluarga untuk dikelola. Jika tombalaki terjadi dalam sebuah keluarga, akan menimbulkan sejumlah kejahatan seperti dominasi, kekuasaan, bahkan kekerasan berjamak terhadap istri dan anggota keluarga lainnya. Kekerasan tersebut antara lain kekerasan ekonomi, psikologi, bahkan kekerasan fisik. Sebagai sebuah sifat atau watak, hal ini sangat dibenci. Bukan hanya lingkungan sekitarnya bahkan saudara, hingga kerabatpun akan mengalami keretakan silaturahmi jika terdapat anggota keluarga yang tombalaki. Dalam hukum adat Tolaki atau yang disebut dengan o’ sara telah diatur hukuman yang dianggap layak jika seorang laki-laki mempunyai sifat tombalaki, yaitu dengan cara dikucilkan dari pergaulannya atau tidak berkawan, begitupun jika seorang istri mempunyai suami yang tombalaki, kemudian melaporkannya kepada lembaga adat setempat, maka istri berhak menggugat cerai suaminya atau yang dikenal dengan sebutan tepobinda. Kajian dalam tesis ini menerapkan cara penelitian kualitatif dalam proses pengumpulan data yang telah dilakukan selama kurang lebih tiga bulan sejak Januari hingga akhir Maret 2010 melalui metode etnografi, dengan menggali dan menyelami kehidupan 2 keluarga kemudian dilengkapi dengan banyaknya informasi yang berhasil dihimpun oleh sejumlah informan yang rata-rata usianya di atas 60 tahun. Mereka umumnya banyak mengetahui, melihat, dan terlibat langsung dalam memutuskan perkara adat yang menyangkut persoalan tombalaki, untuk kemudian di putuskan dalam kelembagaan adat o’sara. Beberapa pihak yang terlibat yaitu tonomotuo sebagai ketua pengadilan, tolea sebagai hakim anggota, pabitara sebagai jaksa penuntut umum serta sesepuh adat setempat sebagai hakim anggota

This thesis starts with a popular song named tombalaki which was sung by Sayful Tamburaka, a public school teacher in Kendari City and also a song writer of the Tolaki area. So this thesis in particular will explore the relation between the song and some tradition of the ethnic group Tolaki in the southeast of Sulawesi. Phenomena of a tombalaki man have long existed since the very beginning of the ethnic group Tolaki. So the community has stories about the historical background why the term or the epithet of tombalaki comes into being and often happens since the past till now within the community. If tombalaki happens in a family, some bad things will appear, like domination and power. The wife and other family members will face economic, psychological, and physical hardness. As an attitude or a characteristic, tombalaki is disliked. Having a tombalaki family member, not only the family relationship, but also the fraternity with other relatives would be destroyed. In the Tolaki customary law, which is called o’sara, it regulates that if a man is with the characteristic, he would have no friend. Meanwhile, if a woman has a tombalaki husband, after she reports to the head of the local law institution, she will have the right to divorce or be known for the name of tepobinda. The qualitative method is applied in this research in the process of data collection which is carried out around three months, from January to the end of March 2010 through ethnography, with the intensive research of two families and information gathered from many informants who are over 60 in average. They know tombalaki well and have see a lot problems connected with tombalaki as well as how the problems are deal with in the law institution o’sara. Others who are observed are tonomotou, the head of the court, tolea, a judge, and pabitara, a public prosecutor who is also as well an elder as a judge.

Kata Kunci : Kekerasan,Kontrol,Tepobinda,O'sara, tolea/pabitara


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.