Pesan kultural pada simbol-simbol di Candi Borobudur melalui media fotografi udara
SETIAWAN, Ade Dani, Dr. Daud Aris Tanudirdjo
2010 | Tesis | S2 Kajian Budaya dan MediaFotografi udara menggambarkan citra yang riil dan tuntutan citra riil atas realitas dalam pendataan secara ilmiah, serta menampilkan objek dengan tegas, akurat dan tidak direkayasa. Dengan perhitungan yang akurat dan pembacaan koordinat lintasan terbang yang tepat maka objek dengan jarak tempuh yang bermil-mil jauhnya, dapat terekam dalam hitungan menit karena waktu sangat berharga di udara. Foto udara pun bersifat fleksibel, dapat bergerak pada realitas fisik, realitas abstrak maupun realitas yang bersifat mengkomunikasikan pesan pada publik. Melalui fotografi udara pula Candi Borobudur dapat dilihat secara utuh melengkapi perspektif horizontal yang selama ini dikenal. Candi Borobudur sarat akan bentuk-bentuk geometris di seluruh bagiannya, yaitu berupa garis diagonal, garis lengkung, garis tegak lurus, segi tiga, garis datar, bentuk kerucut, kotak maupun lingkaran. Bentuk geometris merupakan simbol-simbol yang memuat pesan kultural dan spiritual Buddha. Astronomi sudah digunakan sejak periode Hindu-Buddha dalam sejarah Jawa, dimanfaatkan untuk kepentingan maritim, juga kehidupan di darat. Sekitar tahun 700-900 M, masyarakat Jawa kuno telah mendirikan sejumlah monumen suci yang disebut candi, bermuatkan simbol-simbol dan ragam hias bernilai seni tinggi. Bangunan-bangunan ini dibuat dengan memanfaatkan pula astronomi dari berbagai aspek, antara lain penunjuk arah dan waktu, pemanfaatan pencahayaan, artistik, keseimbangan saujana, koneksi simbol-simbol dan pesan spiritual, kultural, spasial. Candi Borobudur juga menggunakan relasi perbintangan dalam mencapai keseimbangannya dengan alam dan sang Pencipta, serta dalam pencapaian artistiknya. Roland Barthes mengatakan bahwa konvensi fotografi penuh dengan tanda. Fotografi tentang Borobudur melalui kedua sudut pandangnya, vertikal dan horizontal, mengungkap tanda ini menjadi dua bagian, yaitu alam atas (diinterpretasikan sebagai khayangan/langit) - alam bawah (diinterpretasikan sebagai bumi), dan budaya. Pesan kultural secara horizontal digambarkan melalui relief-relief yang dipahat di dinding candi. Penelitian ini berupaya melakukan pembacaan koneksi tanda dan pesanpesan yang termuat di Candi Borobudur dan saujana alam serta budayanya dengan pendekatan secara vertikal menggunakan fotografi udara. Pembacaan dilakukan dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes, diperkaya dengan teoriteori fotografi. Pembacaan ini dimaksudkan untuk memperkaya pembacaanpembacaan sebelumnya yang dilakukan secara horizontal dalam upaya mengungkap tanda dan pesan yang terkandung pada bentuk fisik candi. Tanda spiritual diterapkan dalam ketiga tingkatan semesta, yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Pesan-pesan kultural dan filosofis lewat saujana alam terlihat dalam 5 (lima) pancaran warna bermakna ke-buddha-an yang melatari candi tersebut. Pesan-pesan dalam bentuk geometris dan koneksi astronomi juga diaktualisasikan dalam elemen-elemen dan motif hias di teras-teras candi, labirin di tingkatan yang berlorong, serta keseluruhan bentuk Candi Borobudur. Sudut pandang vertikal telah pula membuktikan pembacaan terhadap Candi Borobudur bagai bunga lotus di tengah danau. Komponen bentuk geometris yang ditebarkan di permukaan candi dapat diinterpretasi sebagai bunga lotus, yaitu ketiga lingkaran di tingkatan Arupadhatu merupakan putik-putik sari bunga, sedangkan sisi luarnya bagai kelopak bunga, dan garis terluar merupakan bantalan bunga. Modernisasi sering melupakan inti kearifan yang paling mendalam, yaitu bahwa manusia adalah bagian kecil dari alam semesta. Orang Jawa kuno mempunyai kesadaran dan kepedulian yang tinggi untuk menjaga harmoni dalam kehidupannya bersama alam. Fotografi udara sebagai produk dan media di jaman modern membantu menunjukkan wujud kearifan tersebut. Melalui foto udara Candi Borobudur dan saujananya terlihat utuh sebagaimana konsep dari sang arsitek Candi Borobudur dalam memaknai esensi Buddha.
Aerial photography depicts real images and reality requirements of the real images on scientific encoding, presenting objects clearly, accurately, without any manipulations. Accurate consideration and exact flying direction coordinate will capture objects of miles away in minutes for time is too precious too loose in the air. Aerial photography has flexibility. It can move on the physical reality, abstract reality, as well as reality which deliver messages to public. By means of aerial photography Borobudur temple can be seen as a whole to complete the familiar horizontal perspective. Borobudur temple has plenty of geometrical forms on its whole parts, i.e. diagonal lines, curves, upright lines, triangles, horizontal, cones, cubes, squares, and circles. These geometrical forms symbolize Buddhist cultural and spiritual messages. Astronomy was already applied since Hindu-Buddhist periods in the history of Java on maritime, and hinterland. Since 700-900 AD the old Javanese people already erected a number of sacred monuments named candi, or temple, bearing symbols and artistic ornaments of high quality. They were built by using various aspects of astronomy, e.g. direction and time guidance, lights advantage, artistic, landscape harmony, connections on symbols towards spiritual, cultural and spatial messages. Borobudur temple also uses astronomy to reach its harmony with nature and The Creator, as well as artistic goals. Roland Barthes stated that photography convention is rich with signs. The photography of Borobudur from its two points of view – vertical and horizontal conveys the signs into 2 parts, i.e. the above world (interpreted as heaven or sky) - bottom world (interpreted as earth), and culture. The cultural messages from the horizontal view are described by relief carved on the temple’s walls. This research attempts to explicate the connections of symbols and messages on the Borobudur, its nature landscape and cultural landscape using vertical approaches as recorded in aerial photography. The explication applies semiotics theory of Roland Barthes, completed with photography theories. This explication aims to enrich the former readings fulfilled from horizontal view, in order to reveal more signs and messages carried by the physical shape of the temple. The spiritual signs are shown on the three levels of universe: Kamadhatu, Rupadhatu, and Arupadhatu. The cultural and philosophical messages delivered through the nature landscape can be seen in the 5 (five) radiating colors of Buddhism as fore and backgrounds of the temple. The geometrical messages and the astronomy connection also actualize in the elements and decoration patterns on the terraces of the temple, in the labyrinth of the alley, and the whole shape of Borobudur temple. Vertical point of view proves the interpretation of Borobudur as a lotus flower floating on the center of a lake. The geometrical components spread on the surface of the temple can be interpreted as a lotus flower, particularly by the three circles on Arupadhatu level which represent the anther of the flower, while the outer side refers to its petals, and the outer lines resemble the flower bed. Modernization often neglects the core of wisdom, that human being is a small part of the universe. The ancient Javanese kept their high awareness and concerns to keep the harmony in their life within the nature. Aerial photography as a product and as a media in modern era can help showing the physical form of the wisdom. Aerial photography helps to show the untiy of Borobudur temple and its landscape as conceptualized and designed by the architect of Borobudur in understanding the essence of Buddha.
Kata Kunci : Fotografi udara,Candi Borobudur,Vertikal,Horizontal,Bentuk, aerial photography, Borobudur temple, vertical, horizontal, geometrical shapes, signs, meaning, lotus flower, astronomy, nature landscape, cultural landscape