Laporkan Masalah

Perbandingan efek adjuvant analgesi dexamethasone 15 mg dengan dexamethasone 8 mg intravena pada pasca pembedahan kepala dan leher

NUGROHO, Yudhistiro Andri, dr. IG Ngurah Rai Artika, Sp.An-K

2010 | Tesis | S2 Ilmu Kedokteran Klinik

Nyeri dan dampak yang ditimbulkannya masih merupakan masalah utama dalam pembedahan dan pasca bedah walaupun sudah dikembangkan berbagai teknik dan obat untuk mengantisipasi kejadian nyeri tersebut. Secara umum lokal anestesi dan opiod telah menjadi dasar farmakologis untuk penanganan nyeri pasca bedah, tetapi optimalisasi kedua obat ini terhambat dengan insiden efek samping yang cukup tinggi. Banyak strategi dikembangkan untuk menghilangkan kejadian nyeri pasca bedah diantaranya dengan memberikan dexamethasone untuk meningkatkan dayaguna analgesi. Beberapa studi menunjukkan bahwa dexamethasone juga mempunyai efek analgesi yang berkorelasi dengan dosis yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek adjuvant analgesi pasca bedah dexamethasone 15 mg intravena dibandingkan dexamethasone 8 mg intravena pada operasi bedah kepala dan leher, dengan menggunakan desain uji klinik acak terkendali dengan pembutaan ganda. Ruang lingkup penelitian adalah pasien yang menjalani operasi elektif bedah kepala dan leher dengan anestesi umum di Gedung Bedah Sentral Terpadu (GBST) RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, RSUD Suradji Tirtonegoro, Klaten, RSUD Banyumas, RSUD Cilacap, RSUD Panembahan Senopati, Bantul, RSUD Sleman, RSUD Purworejo Subyek berjumlah 96 pasien, umur 18-65 tahun, status fisik ASA I dan II, serta berat badan normal, BMI < 30 kg/m2. Subyek dibagi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 48 pasien. Kelompok P adalah yang diberi dexamethasone 15 mg (IV) dan kelompok K adalah kelompok yang diberi dexamethasone 8 mg (IV). Pengukuran derajat nyeri dilakukan pada waktu sebelum operasi dan setelah operasi pada jam ke 6, ke 12, dan ke 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dexamethasone dosis 15 mg intravena memiliki efek adjuvant analgesia yang lebih baik dibanding dengan dexamethasone dosis 8 mg intravena. Pada jam ke-6 insiden nyeri yang masih memerlukan analgetik 6,3% vs 43,8%, jam ke-12 insiden nyeri yang masih memerlukan analgetik 4,2% vs 20,8%, sedangkan jam ke-24 insiden nyeri yang masih memerlukan analgetik 0% vs 2,1%. Secara statistik insiden nyeri yang masih memerlukan analgetik pada jam ke-6 dan jam ke-12 ada perbedaan yang bermakn pada kedua kelompok p < 0,05 (p = 0,000; 0,014), sedangkan untuk jam ke-24 tidak ada perbedaan bermakna dengan p > 0,05 (p = 0,315). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian dexamethasone 15 mg iv memberi efek adjuvant analgesi yang lebih baik dibandingkan dengan dexamethasone 8 mg iv pada pasca bedah kepala dan leher yang diberikan ketorolak 30 mg iv (p < 0,05).

Pain and its effect still become main perioperative and postoperative problem though various techniques and drugs have been developed to anticipate the pain. In general, local anesthesia and opioid have been the pharmcological basis in the postoperative pain management, but the optimizing of the two drugs is hampered by the incidence of significant side effects. Many strategies have been developed to eliminate the postoperative pain such as the use of dexamethazone to increase the effectiveness of analgesia. Some studies indicate that the dexamethasone also has analgesic effect that is correlated to its dose. The study aims at investigating the analgesic postoperative effect of the dexamethasone 15 m intravena as compared to the dexamethasone 8 mg intravena in head and neck surgery using randomized, clinical, and controlled and double blinded test desing. Its subjects are the patients undergoing elective head and neck opration with general anesthesia in Gedung Bedah Sentral Terpadu (GBST) of Dr. Sardjito Public Hospital, Yogyakarta; Suradji Tirtonegoro Public Hospital, Klaten; Banyumas Public Hospital, Cilacap Public Hospital, Panembahan Senopati Public Hospital, Bantul; Sleman Public Hospital, Purworejo Public Hospital. The number of the subjects is 96 patients of 18-65 of age with ASA I and II physical status and normal body weight, BMI < 30 kg/m2. They are assigned to two groups of 48 patients. Group P is given dextametasone 15 mg (IV) and group K is given dexamethasone 8 mg (IV). The measurement of the pain level is conducted before and after the operation at 6th, 12th, and 24th hours. The results of the study show that the dexamethasone 15 mg intravena has a better analgesic adjuvant effect than the dexamethasone 8 mg intravena. At the 6th hour the pain incidence that still need analgetic 6,3% vs 43,8%, at the 12th hour the pain incidence that still need analgetic 4,2% vs 20,8%, and at the 24th hour the pain incidence that still need analgetic 0% vs 2,1% Statistically, the pain incidence that still need analgetic at the 6th hour and the 12th hour differs significantly at p < 0.05 (p = 0.000, 0.014), while there is no significant difference at the 24th hour that p > 0,05 (p = 0,315). The conclusion of the study is that the use of the dexamethasone 15 mg iv gives more significant adjuvant analgesic effect than the dexamethasone 8 mg iv after the head and neck operation with chetorolac 30 mg iv (p > 0.05).

Kata Kunci : efek adjuvant analgesi, dexamethasone, insiden nyeri, analgesic adjuvant effect, dexamethasone, pain incidence


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.