Perbandingan traksi transversal dan craniocaudal pada pelebaran insisi segmen bawah rahim secara tumpul pada seksio sesarea

WITYAWAN, Indiarto, dr. HR. Soeharyono, SpOG(K)

2010 | Tesis | S2 PPDS 1-Obstetri dan Ginekologi

Obyektif: Untuk membandingkan traksi transversal dan craniocaudal dalam hal frekuensi diperlukannya jahitan tambahan pada segmen bawah rahim, penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit paska operasi, lokasi trauma insisi segmen bawah rahim. Desain penelitian: Prospektif, Randomized Controlled Trial Tempat penelitian: RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten Jawa Tengah, RSUD Banyumas Unit I dan II Jawa Tengah, RSUD Sleman Yogyakarta. Subyek: Wanita dengan indikasi seksio sesarea yang memenuhi kriteria inklusi dan terlepas dari kriteria eksklusi. Intervensi: Pada subyek penelitian dilakukan traksi craniocaudal pada kelompok uji dan traksi transversal pada kelompok kontrol. Diamati lokasi trauma yang terjadi (ke lateral pada arteri uterina, ke atas menuju korpus uterus atau ke bawah menuju serviks), kemudian dilakukan jahitan jelujur terkunci 1 lapis pada luka insisi segmen bawah rahim. Dilakukan penjahitan tambahan segmen bawah rahim bila diperlukan untuk repair jaringan dan hemostasis pembuluh darah. Luaran: Frekuensi dan lokasi jahitan tambahan segmen bawah rahim pada kelompok uji dan perlakuan, nilai selisih kadar hemoglobin dan hematokrit paska seksio sesarea Hasil: Sebanyak 156 subyek terbagi dalam 2 kelompok uji dan perlakuan. Tidak ada perbedaan bermakna frekuensi jahitan tambahan segmen bawah rahim yang diperlukan pada kelompok uji maupun perlakuan (37,17% vs 25,64%; p = 0,12) maupun penurunan kadar hemoglobin (1,18+0,96 g/dL vs 1,13+0,79 g/dL; p=0,73) dan kadar hematokrit(3,16+2,60% vs 3,16+2,17%; p = 0,99) paska operasi. Jenis traksi juga tidak berpengaruh terhadap lokasi jahitan tambahan. Pada analisis regresi logistik diketahui faktor-faktor confounder diperlukannya jahitan tambahan segmen bawah rahim adalah status persalinan kala II, kejadian makrosomia dan diameter lingkar kepala bayi. Traksi transversal berisiko meningkatkan kemungkinan diperlukannya jahitan tambahan segmen bawah rahim sebesar 2,3 kali(OR 2,3; p = 0,052) bila dibandingkan traksi craniocaudal. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan bermakna penggunaan traksi transversal ataupun craniocaudal dalam hal jumlah jahitan tambahan segmen bawah rahim, penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit paska operasi serta lokasi jahitan tambahan segmen bawah rahim. Dengan mempertimbangkan variabel karakteristik ibu dan janin, maka pada penelitian ini traksi transversal menyebabkan risiko kemungkinan diperlukan jahitan tambahan segmen bawah rahim 2,3 kali lebih besar dibandingkan traksi craniocaudal(OR:2,3; 95%CI:1,05-5,05)

Objective: To compare the frequency needed of additional stitching at low uterine segment and factors influencing, among blunt expansion of low uterine segment incision by transversal compared to craniocaudal traction at cesarean delivery. Methods: Prospective, Randomized Controlled Trial. Place: Soeradji Tirtonegoro General Hospital Klaten, Banyumas Unit I and II District General Hospital, Sleman District General Hospital Yogyakarta. Subject: Women with the indication of cesarean delivery fulfilling inclusion criterions and quit of ecslusion criterions. Intervension: At research subject done by craniocaudal traction as test group and transversal traction as control group. Perceived the trauma location happened(lateral to uterine artery, upwards to uterine corpus and downwards to the cervix), then low uterine segment stitched with one layer interlocking sutured. If needed, done additional stitching of low uterine segment for tissue repair and haemostasis. Outcome: Frequency and additional stitching location of low uterine segment at test and control group, assess the decreased of haemoglobin and hematokrit level after cesarean delivery. Result: As much 156 subject joined in research then subject divided into two group, each group consisted of 78 subject with homogeneity of characteristic of mother and foetus. There no additional stitching frequency difference of low uterine segment needed at test and control group (37,17% vs 25,64%; p=0,12) and also no difference of haemoglobin level (1,18+0,96 g/dL vs 1,13+0,79 g/dL; p=0,73) or hematokrit level (3,16+2,60% vs 3,16+2,17%;p=0,99) post cesarean delivery. Traction type not influence additional stiching locations. At analysis of logistics regressions known the confounders factors influencing needs of additional stitching for low uterine segment are second stage labour, macrosomia, and baby’s head circumference. Transversal traction had improved the possibility needed of additional stitching of low uterine segment equal to 2,3 times more(OR 2,23; p = 0,052) compared by craniocaudal traction. Conclusion: There no difference using transversal or craniocaudal traction in low uterine segment additional stitching, decreased of haemoglobin and hematokrit level post c-section and also additional stitching location. In this research, considering variable of mother and foetus characteristic, hence transversal traction cause the possibility risk needed additional stitching of low uterine segment 2,3 times compared to craniocaudal traction (OR:2,3; 95%CI:1,05-5,05)

Kata Kunci : Traksi transversal,Traksi cranicaudal,Segmen bawah rahim,transversal traction, crniocaudal traction, low uterine segment