Laporkan Masalah

Pelayanan sosial penanganan masalah trafficking di Sumatera Utara

DIYANAYATI, Kissumi, Dr. Suharko

2009 | Tesis | S2 Sosiologi

Trafficking merupakan permasalahan sosial yang tumbuh sejalan dengan kompleksitas masyarakat dan merupakan salah satu masalah sosial yang menjadi keprihatinan masyarakat dunia. Penelitian model pelayanan sosial penanganan masalah sosial trafficking menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Bertujuan menggali informasi tentang bentuk-bentuk pelayanan sosial penanganan masalah trafficking yang telah dilakukan berikut faktor-faktor pendukung dan penghambatnya. Lokasi penelitian di Provinsi Sumatera Utara, wilayah yang masuk kategori daerah asal, transit dan tujuan trafficking. Sumber data sebanyak 14 orang berasal dari aparat instansi terkait dan pengurus berbagai lembaga sosial yang mempunyai sasaran garap masalah perlindungan anak dan perempuan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan telaah dokumen. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif-kualitatif dan interpretatif. Hasil penelitian menemukan bahwa permasalahan trafficking sulit diatasi karena (1) korban dan atau keluarganya seringkali tidak merasa sebagai korban trafficking, (2) trafficking merupakan permasalahan lintas daerah bahkan lintas negara (3) trafficking sudah menjadi sindikasi yang kuat dan tertata rapi (4) latar belakang kemiskinan keluarga sering menjadi moda pembenar tindak trafficking (5) tindak trafficking awalnya didukung oleh keluarga korban dan masyarakat karena kurangnya informasi tentang permasalahan trafficking dan atau karena desakan kebutuhan ekonomi. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah membentuk Gugus Tugas Penanggulangan Trafficking berdasar Peraturan Gubernur nomor 24 tahun 2005. Pelayanan sosial yang dilakukan oleh berbagai instansi terkait dan beberapa lembaga sosial yang tergabung dalam Gugus Tugas terkesan masih dilakukan sendiri-sendiri. Belum nampak adanya suatu program penanggulangan trafficking yang merupakan program bersama dan belum terlihat pembagian tugas wewenang sesuai dengan spesialisasi masing-masing instansi/lembaga sosial. Masing-masing lembaga cenderung menangani keseluruhan kebutuhan pelayanan sosial, mulai dari upaya pencegahan, penanganan sampai rehabilitasi. Manakala dalam tugas pokok dan fungsi lembaga yang bersangkutan tidak menangani pelayanan tertentu, tidak diberikan kepada lembaga lain, kecuali penanganan medis dengan membawa korban ke rumah sakit rujukan dan proses hukum dengan melaporkan pada kepolisian. Instansi pemerintah yang menjadi leading sector Gugus Tugas (Biro PP & KB) dan penanggungjawab penanganan masalah sosial (Dinas Kesejahteraan dan Sosial) bahkan dalam struktur organisasinya tidak terdapat devisi/seksi yang menangani masalah trafficking. Belum optimalnya Gugus Tugas dalam melakukan penanggulangan masalah trafficking ditengarai pula disebabkan oleh dinamika perubahan organisasi birokrasi yang kerapkali terjadi dan mobilitas aparat dari satu instansi ke instansi lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kuat dan rapinya sindikasi trafficker dalam mencari dan menjerat korbannya, banyaknya jalan-jalan tikus keluar masuk daerah Sumatera utara, kelemahan mendeteksi tindak trafficking dan kewenanganan kewilayahan merupakan faktor yang menghambat penanggulangan masalah trafficking. Rekomendasi yang diajukan berupa optimalisasi Gugus Tugas yang telah terbentuk melalui reaktualisasi dan revitalisasi. Tujuannya untuk membagi tugas penanggulangan trafficking antar instansi dan lembaga sosial yang tergabung dalam Gugus Tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, melakukan pertemuan secara periodik untuk evaluasi dan menjalin kerjasama, serta menyusun program bersama penanggulangan trafficking.

One of social problems that grow along with complicity of modern life, trafficking, has become a global concern. This research, which employs descriptive-qualitative method, looks into available social services designed to answer trafficking problems. The research aims to gather information about available services intended to cope with trafficking problems and to reveal factors that hamper and support those services. The research took place in North Sumatra Province, an area which becomes a starting point, transit and finishing point of trafficking activities. There were fourteen informants from whom data was gathered. The informants include related government officers and social workers whose field is children and women protection issues. Data was gathered through interviews, observation and desk research. The data was analyzed using a descriptive-qualitative and interpretative method. The results of the research show that trafficking problems are difficult to manage due to the facts that (1) the victims and families of victims are often unaware that they have been a victim of trafficking; (2) trafficking is an interregional, even an interstate issue; (3) trafficking is a well-organized crime; (4) breaking away from poverty has driven people to condone trafficking; (5) in the beginning families and the society support trafficking since information about trafficking is very limited or virtually non-existent and/or families need to get away from poverty. North Sumatra Provincial government has installed a Task Force to overcome trafficking as mandated by Governor’s decree number 24 of 2005. However, social services provided by the task force seem to be partial without a common ground. There hasn’t been an integrated program to cope with trafficking problems with clear tasks distributed among specialized agencies or institutions. Each member of the task force handles every line of social service, from preventive campaign, treatment up to rehabilitation. When an agency lacks a certain aspect of the service, instead of asking other agency to help, the service is left unavailable, except for medical treatment in hospitals and filing a case to the police. A dedicated division/section to handle trafficking is non-existent within leading sector of trafficking task force (PP & KB Bureau) or within the agency in charge of social problems (Welfare and Social Agency). The frequent organizational changes with the bureaucracy and the high mobility of officers transferred from an agency to another are suspected to render the Task Force ineffective. Trafficking problems become more complicated since trafficking is a well-organized crime with sophisticated strategies to lure its potential victims, that there are many covert passages to smuggle people out of North Sumatra, and there is no effective measure to detect trafficking plus there is problem with jurisdiction. It is recommended in this research that to optimize the Task Force, it needs updates and revitalization. Efforts to overcome trafficking have to be shared among agencies and institutions that are members of the Task Force, depending on their specializations and specific functions. Regular meetings are needed to evaluate current work, to improve coordination and to design a common program to overcome trafficking.

Kata Kunci : Trafficking,Pelayanan sosial,Sumatera Utara,


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.