Laporkan Masalah

Politik etnis Tionghoa Kota Medan

SARUMPAET, Budi Ali Mukmin, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.Phil., MA

2009 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Penelitian ini ingin mengeksplorasi bagaimana etnis Tionghoa di Kota Medan memanfaatkan liberalisasi politik yang memberikan peluang bagi mereka untuk saling berkompetisi ditengah-tengah tidak adanya mayoritas etnis dalam meraih jabatan-jabatan politik dalam kontestasi politik lokal di Medan. Setelah sistem electoral dilakukan secara langsung, baik untuk pemilihan Kepala Daerah dan pemilihan DPRD, muncul sebuah indikasi telah terjadi pergeseran politik yang dikembangkan oleh etnis Tionghoa. Kekuatan lobby maupun kuatan finansial saat ini dirasakan tidak cukup lagi untuk mengontrol berbagai kebijakan politik ditengah rumitnya dinamika politik lokal di Kota Medan. Ada semacam keharusan bahwa etnis Tionghoa harus terlibat langsung dalam sistem politik formal jika ingin melakukan perubahan secara cepat ditengah arus perubahan politik, sekaligus sebagai upaya menanggalkan image sebagai etnis perantara yang cenderung dipolitisasi dari berbagai kepentingan politik. Keberhasilan etnis Tionghoa untuk menempatkan 6 wakilnya dalam pemilu legislatif 2009 di Kota Medan mengisyaratkan bahwa mereka mulai menuai hasil dari perubahan strategi politik yang mereka kembangkan. Penggunaan fieldwork dengan metode observasi digunakan untuk melihat politik etnis Tionghoa dalam berbagai kontestasi politik lokal seperti, dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2008, maupun dalam pemilu legislatif pada pemilu 2009. Dokumentasi dari berbagai sumber juga dilakukan untuk melihat kegiatan politik etnis Tionghoa yang terlibat dalam pemilu 1999, maupun dalam pemilu legislatif tahun 2004 baik dari KPU Kota Medan, maupun dari analisa sosial ekonomi politik yang dikeluarkan oleh BPS Kota Medan. Selain obervasi, metode wawancara juga tak luput dari perhatian yang ditujukan kepada etnis Tionghoa yang terlibat dalam politik praktis serta dari beberapa organisasi-organisasi yang dihimpun oleh etnis Tionghoa yang dijadikan sebagai mesin penggerak massa etnis Tionghoa. Selain itu, wawancara juga ditujukan kepada politisi yang berasal dari luar etnis Tionghoa, dari akademisi, maupun dari beberapa organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada di Kota Medan untuk melihat tanggapan atas bangkitnya semangat entis Tionghoa di Medan untuk berpolitik. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa etnis Tionghoa yang berada di Medan, menggunakan kekuatan primordial sebagai sebagai basis pergerakan politik. Sistem kekerabatan yang terbangun sejak lama seperti, adanya kesamaan profesi (pengusaha), jejaring kekerabatan organisasi baik dari segi agama maupun suku dikonversi dengan baik sebagai modal untuk berkompetisi dengan mayoritas etnis yang lain sehingga memunculkan sebuah sistem politik kekerabatan. Dengan menggunakan kekuatan primordial ada beberapa main goal yang hendak dicapai etnis Tionghoa dengan meraih jabatan-jabatan politik. Pertama adalah untuk mereproduksi benefit pada level ekonomi dan politik. Keterwakilan politik ditingkat parlemen lokal diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang selama ini membelenggu etnis Tionghoa di Kota Medan. Kedua adalah pada level net working dimana keberhasilan etnis Tionghoa Medan menduduki pos-pos kekuasaan diharapkan mampu memperluas net-working dengan komunitas Tionghoa baik yang berada di Taiwan, Singapura, Malaysia bahkan dengan negara China. Ketiga adalah Karakter Tionghoa sebagai pelaku ekonomi tidak menutup kemungkinan bahwa keterwakilan mereka di parlemen tingkat lokal akan menjadi back-up terhadap lingkaran bisnis yang mereka kembangkan. Selain untuk memback-up kepentingan bisnis, karakter internal Tionghoa Medan yang hanya ingin menjadi nomer satu dan bukan nomer dua memberikan pengaruh besar, bahwa jabatan politik merupakan sebuah prestise untuk menaikkan status yang lebih tinggi didalam komunitas internal Tionghoa.

After the direct electoral system was applied, both for electing the Head of Regency and the members of the Local People Representative Council, there is a strong indication that a political shift occurred in ethnic community of Tionghoa. However, both lobby and financial powers are no longer felt as enough to control political policies in the sophisticated context of political dynamic in Medan City. There is necessity that ethnic community of Tionghoa should be directly involved in formal political system if they want to make difference in appropriate manner amidst political changes as well as to eliminate an image as an intermediary ethnic politicized by various political interest groups. Success of the ethnic community of Tionghoa in placing their six representatives in the 2009 Legislative Election in Medan City implies that they begin to benefit from positive change in political strategies developed. Therefore, purpose of this study is to explore a politic of the ethnic community of Tionghoa in Medan City as they have opportunity to actively and directly involve and compete in politic where there is no ethnic majority with dominance in political positions in the contestation of local politics. The study applied a fieldwork with observation method in several political contestations such as the 2008 Governor Election of North Sumatera and the 2009 Legislative Election. Supplementary data on many political activities of the ethnic community of Tionghoa in the 1999 and 2004 Legislative Election are obtained from the Public Election Commission, various socio-political analyses issued by the Central Bureau of Statistic in Medan City, and other literatures and Internet media by using a documentary technique. The study uses also the technique of interview with some figures from the ethnic community of Tionghoa practically involving in politic of several organizations made as machines to mobilize ethnic mass of Tionghoa. Interview is done also with academicians, journalists, and the existing organizations discerning emergence of the spirit of ethnic community of Tionghoa to directly participate in politic. From result of research it is found that ethnical of Tionghoa in Medan, ethnic instrument is used as a mobilizing machine of political power. Kinship system developed since long ago, such as similarity in profession (entrepreneurs) and a network of the kinship organizations with respect to religions and tribes, was conversed well as capitals to directly compete with other ethnic majority, so that a kinship-based political system rises in the contestation. Result of the study indicates also that there are several main goals that will be achieved by the ethnic community of Tionghoa when they decided to directly involve in practical politics using such ethnic politics as main instrument for power. These goals were first, to reproduce benefit at both economic and political levels, where it is expected that political representativeness at a parliament level is able to resolve problems previously trapping the ethnic community of Tionghoa in Medan City. Second, at networking level, where ethnic elites of Tionghoa successfully occupy authoritative posts, the goal is to expand a network with ethnic community of Tionghoa living in Taiwan, Singapore, Malaysia, and even in China. Third, based on character of the ethnic community of Tionghoa as economic actors, the goals are to make representatives at a local parliament level back-up for business developed and to make political position as a prestige of increasing status in the internal community of Tionghoa.

Kata Kunci : Politik etnis Tionghoa, Liberalisasi politik, Politisasi etnis, Politik kekerabatan, Ethnic Politic of Tionghoa, Political Liberalizations, Kinship-based Politics, Politicization of Ethnic.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.