Dominasi ekonomi pedagang Bugis :: Studi di Pasar Inpres Manonda Palu
HAKIM, Abd, Prof. Dr. Tadjuddin Noer E
2009 | Tesis | S2 SosiologiPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang dominasi ekonomi oleh pedagang Bugis serta hubungan interaksi sosial yang terjadi antara perantau Bugis dengan etnis Kaili (penduduk lokal) dan melihat bagaimana implikasinya secara sosiologis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan meliputi : (1) observasi langsung dilapangan, (2) wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide). Yang menjadi informan dalam penelitian ini terdiri dari: Pedagang tetap, Pedagang tidak tetap (sementara) sebanyak 15 orang. Penentuan 15 orang diambil secara purposive Sampling. Wawancara dilakukan di Pasar Inpres manonda Palu dan dirumah informan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengacu pada tiga komponen besar yang terdiri dari reduksi data (data reduction), sajian data ( Data display.), dan penarikan kesimpulan (conclusion) serta dianalisis secara deskriptive kualitatif dalam kategorisasi kedalam pola tertentu dangan teori- teori yang berkaitan untuk dilakukan penarikan kesimpulan. Perantau Bugis (Passompe) ke Palu telah berlangsung lama, sejak tahun 50- an para nenek moyang mereka telah menginjakkan kakinya untuk mengadu nasib dengan jalan berdagang dan berjualan di Pasar-pasar tradisional. Pasar Inpres Manonda Palu merupakan pasar modern pada tahun 1970-an yang telah didominasi oleh perantau Bugis (passompe). Mereka berdatangan ke Palu bersifat sporadis dan spontanitas. Tujuan mereka adalah untuk memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya. Untuk itu, mereka datang ke Palu dengan sistem patron klien, artinya siapa yang pertama kali dan sukses maka merekalah yang menjadi patron dan keluarganya dengan niat dan tujuan yang sama, yaitu berjualan dan berdagang. Dominasi penjual bugis di Pasar Inpres Manonda setidaknya beberapa hal yang menjadi preferensi: Pertama, penjual bugis yang pertama merintis dan membangun pasar tersebut. Sehingga, orang bugislah yang menjadi penjual yang membangun gardu, yang kemudian berkembang menjadi bangunan permanen yang disebut toko, kios dan los. Kedua, penjual bugis yang terbanyak secara kuantitas dibandingkan dengan etnis lain (kaili, gorontalo, jawa). Ketiga, penjual bugis memberlakukan beberapa strategi dalam menguasai situasi pasar, yaitu jaringan keluarga (solidaritas kekeluargaan), kemampuan modal, sistem arisan keluarga (andele) dan model pantron klien. Kesuksesan perantau Bugis melalui kerja keras dan semangat berkompetisi yang dilandasi dengan nilai-nilai budaya “SIRI†na “Pacceâ€. Sehingga setiap perantau Bugis harus dengan daya upaya yang maksimal mencari nafkah dengan jalan berjualan dalam merahi sukses. Jika seseorang yang tidak sukses, dianggap kurang memiliki nilai dan perasaan “SIRIâ€
This research aims to study about economic domination of Bugis sellers and social interaction relationship between Bugis wanderers and Kaili ethnic (local habitants) and to see how its implication sociologically. Method used in this research was descriptive analysis method which aims to illustrate facts relate to issues. Method of data collection used in this research included: (1) direct observation in the field, (2) in-depth interview by using an interview guide. The data in this research was collected from informers which consist of permanent seller, temporary seller in amount of 15 people. These 15 people were determined with purposive sampling. The interview was performed at Inpres Market of Manonda Palu and informers’ house. Method of data analysis used in this research was referring to three great components consisting of data reduction, data display, and conclusion and the data were analyzed descriptively and qualitatively in categorization into specific pattern with related theories to draw a conclusion. Bugis (Passompe) Wanderers has been at Palu for a long time, since 1950’s their ancestors had went to Palu to try one’s luck by trading and selling at traditional markets. Inpres Market of Manonda Palu was a modern market in 1970’s which has been dominated by Bugis (Passompe) wanderers. They came to Palu sporadically and spontaneously. Their purpose was to improve their family’s economy. Hence, they came to Palu with patron client system, it means that one who firstly succeeds, they and their families become patron with the same aim and purpose, i.e. selling and trading. Domination of Bugis sellers in Inpres Market of Manonda Palu at least has three preferences: First, Bugis sellers firstly pioneered and build the market. So, It was the Bugis who become sellers built small shops, which then developed becoming permanent buildings called shop, kiosk, and stall. Second, Bugis sellers are quantitatively the largest number than the others ethnics (Kaili, Gorontalo, and Javanese). Third, Bugis sellers put several strategies into force in empowering the market situation, i.e. family network (family solidarity), capital capacity, family arisan system (andele) and patron client model. The success of Bugis wanderers occurs through hard work and spirit to compete which based on cultural values of "SIRI" na "Pacce", so that every Bugis wanderer has to make maximum effort to earn a living by selling in reaching success. Someone who does not succeed is supposed to have less value and feeling of "SIRI".
Kata Kunci : Dominasi ekonomi, Pedagang Bugis, Economic Domination, Bugis Sellers