Persepsi masyarakat Toraja pada upacara adat Rambu Solo dan implikasinya terhadap ketahanan ekonomi wilayah :: Studi pada masyarakat Toraja di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
ROOSMALA, Prof. Dr. Kodiran, MA
2009 | Tesis | S2 Ketahanan NasionalPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang Persepsi Masyarakat Toraja pada Upacara Adat Rambu Solo' dan Implikasinya terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah. Penelitian ini merupakan penelitian survei dan bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah masyarakat Toraja di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Proportionate Stratified Random Sampling karena populasinya bersifat tidak homogen dan berstrata secara proporsional, sementara sampel yang terpilih berjumlah 146 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, kuesioner, wawancara, serta dokumentasi. Data diolah dan dianalisis secara kualitatif dikombinasikan dengan kuantitaf. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan upacara adat Rambu Solo’ (upacara kedukaan/kematian) oleh masyarakat Toraja dianggap sebagai warisan leluhur yang dihormati dan diyakini secara turun-temurun dan sudah berlangsung dan bertahan sejak dahulu, meskipun dalam pelaksanaannya terasa memberatkan oleh sebagian masyarakat Toraja jika ditinjau dari aspek ekonomi. Akan tetapi kebudayaan ini tetap menjadi kebanggaan dan tetap saja berlangsung hinggá saat ini. Pada dasarnya upacara adat Rambu Solo’ ini terkesan mahal karena dalam pelaksanaannya butuh biaya yang tidak sedikit terutama jika pelaksanaannya pada tingkatan yang tinggi, namun tetap saja dilaksanakan terutama bagi keluarga yang mampu dan berasal dari strata sosial yang layak (golongan bangsawan), karena pada dasarnya pelaksanaan upacara adat ini berdasarkan pada strata sosial dalam masyarakat, dengan anggapan bahwa dengan melaksanakan upacara adat Rambu Solo’ tersebut, selain dapat mempererat hubungan kekeluargaan, juga dapat mengangkat martabat keluarga. Meskipun demikian pelaksanaannya tetap didasarkan pada kemampuan ekonomi masyarakatnya karena hal ini tidak dipaksakan dan tidak ada sanksi sosial jika tidak melaksanakan. Tingkatan upacara tersebut diukur dengan banyaknya kurban kerbau yang dipersembahkan karena hal tersebut menunjukkan tingkat strata sosialnya, dalam hal ini kerbau merupakan persembahan yang utama. Karena mahalnya biaya pelaksanaannya maka setiap keluarga akan memberikan sumbangan, Namun sumbangan tersebut akan dikembalikan ketika sipenyumbang mengalami hal yang sama. Hal inilah oleh masyarakat Toraja disebut dengan utang budaya karena berlangsung secara turun-temurun. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, meskipun budaya ini dianggap sebagai suatu hal yang memberatkan namun tetap menjadi kebanggaan masyarakat Toraja dengan anggapan dapat mengangkat martabat keluarga serta menjadi obyek wisata, selain itu Toraja dapat dikenal sampai mancanegara karena merupakan budaya yang unik dan menarik.
This research was carried out to find out and to understand Torajan people’s perception about the Rambu Solo’ tradition ceremony and its implication to economic reciliance. This is a survey research with a descriptive nature. The research population is Torajan people in Panakkunang district in Makasar. Sampling technique used is Proportionate Stratified Random sampling. This technique use because the population in heterogenic and proportionally unstratified. The sample consists of 146 people. The data collected through observation, questionnaire, interview, and documentation. The data then processed and analyzed qualitatively and combined quantitatively. The result of the research shows that the Rambu Solo’ tradition ceremony (death/ mourning ceremony) carried out by the Torajan people, considered as an ancestor heritage. The ceremony has been believed from generation to generation and has lasted for a long time. Basically, this ceremony economically could be considered as extravagant because it spends a lot of money especially on high level ceremonies. However, this ceremony is still carried out in wealthy family and people of proper social strata (royal family). The Rambu Solo’ tradition ceremony in fact base on the social strata in the society. There assumption that this ceremony could enhance family’s ties and integrity. Therefore, the ceremony completion still considered its people economic standard and there is not any pressure and social sanction to perform it. The ceremony level measures of the amount of the buffalo for the sacrifice because it will show the social strata since buffalo is the main sacrifice. The high cost of this ceremony inquired every family to give contribution. However, the contribution will be returned if the contributor held the same ceremony. This is considered by the Torajan people as cultural credit and has been continuing from generation to generation. The conclusion of this research is the high the demand of the culture considered by the Torajan people as their culture which they held proudly. The ceremony will enhance the family integrity and becoming tourist attraction. Therefore Toraja is known to foreign countries for this unique and interesting culture.
Kata Kunci : Masyarakat Toraja, Upacara adat Rambu Solo’, Ketahanan Ekonomi Wilayah, Torajan people, the Rambu Solo’ tradition ceremony, Economic Reciliance