Laporkan Masalah

Penetapan wali adhol dalam praktek pada Pengadilan Agama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

FITRIANI, Kusuma Shinta, Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H

2009 | Tesis | S2 Magister Kenotariatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan yang timbul kenapa wali nikah adhol untuk menikahkan perempuan di bawah perwaliannya serta untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menetapakan permohonan wali adhol. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Yuridis, sebab penelitian ini merupakan penelitian hukum yang melihat kesesuaian antara asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan mengikat lainnya dari hukum Islam dan kegiatan yang riil di lapangan mengenai Penetapan Wali Adhol di Pengadilan Agama. Empiris karena penelitian ini menitikberatkan pada penelitian secara menyeluruh, sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan Penetapan Wali Adhol di Pengadilan Agama. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan wali nikah adhol untuk menikahkan wanita di bawah perwaliannnya karena status sosial yang tidak seimbang antara Pemohon dengan calon suami Pemohon,moralitas calon menantu yang tidak baik atau orangtua menilai sopan santunnya yang dinilai kurang, orangtua atau wali tidak setuju kalau calon menantunya statusnya adalah duda atau duda sudah mempunyai anak sedangkan anaknya adalah seorang gadis, calon suami Pemohon adalah mantan suami Pemohon yang sudah bercerai, orangtua atau wali sudah mempunyai pilihan sendiri terhadap calon menantunya, orangtua atau wali menghendaki anak gadisnya selesai sekolah atau kuliah atau bekerja lebih dulu, orangtua atau wali merasa sudah dipermalukan oleh anak gadisnya karena anak gadisnya telah hamil lebih dahulu. orangtua atau wali bermusuhan dengan calon besannya, orangtua atau wali mempunyai pertimbangan kepercayaan adat sehingga menganggap jika anaknya menikah dengan calon suami tersebut akan membawa sial atau celaka. Seperti sering terjadi karena hitungan hari, pasaran, weton yang tidak cocok, dan letak rumah. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara mengenai permohonan wali adhol didasarkan pada Pasal 15 sampai dengan Pasal 23 KHI, Pasal 2 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim serta pendapat para ahli fiqh yaitu: “seorang wali telah dianggap adhol, apabila si perempuan telah balig, berakal serta pasangannya yang sekufu, sedangkan walinya menolak untuk mengawinkannya. Penolakan itu mungkin disebabkan sedikitnya maskawin, padahal maskawin itu merupakan hak mempelai wanita semata-mata. Penetapan adhol harus dilaksanakan oleh hakim, dengan alasan wali menolak untuk mengawinkan (perempuan yang diwaliyyinya), yang dinyatakan di depan hakim (dalam sidang), sesudah hakim memerintahkan agar ia mewaliyyinya, serta si wanita dan orang yang akan menikahinya (mempelai laki-laki) atau wakilnya hadir semua.” (Dikutip dari Kitab syarqawi, juz II, hal 230) dan dalil dalam Kitab I’anatut Tholibin Juz III halaman 314 sebagai berikut:“Pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali”.

This research aims to identify reasons why the wali nikah adhol (adhol marriage guardian) wed a woman under his guardianship and to identify the basic considerations of the judges in establishing judgment on the appeal of wali adhol. This is a juridical empirical research. It is juridical since it is legal research observing the appropriateness between legal principles, legal regulation and other binding materials of Islamic law, with real activities concerning the judgment on Wali Adhol in Religious Court. This is also empirical research because it more emphasizes comprehensive, systematic, factual and actual studies on some facts relating to the judgment on Wali Adhol in religious court. All data obtained, then, were descriptive-qualitatively analyzed. Results show that the reasons for the marriage wali adhol adopts to wed women under his marriage guardianship involve unbalanced social status between the applicant and her prospective husband; bad morality of prospective son-in-law or less polite attitude of prospective son-in-law ; parents or guardian’s disapproval on the status of prospective son-in-law as widower or widower with children while the daughter is virgin; the prospective husband of the applicant is the divorced former husband of the applicant; parents or guardian has prepared particular candidate as their son-in-law; parents or guardian expect their daughter to firstly finish school or course or work parents or guardian perceive that they have been humiliated because of their daughter’s pregnancy; parents or guardian are at enmity with the parents of their prospective son-in-law; parents or guardian hold traditional belief that when the daughter marry to the prospective husband, then they will be in calamity. As usually found, it relates to ill-matched day, pasaran (Javanese day), weton (Javanese birthday), and house location. The consideration that the judge uses in deciding the case on wali adhol’s appeal is based on the Article 15 to 23 of KHI (Islamic Law Compilation), Article 2 and Article 4 of 1987 Regulation Religion Ministry Number 2 concerning Wali Hakim and the opinions of fiqh experts namely: “a will be considered as adhol when a woman has been in mature condition, and her partner is at the same level with her, while the guardian refuses to wed. The rejection may be caused lower brideprice, whereas the bride price merely belongs to the bride. Judgment on adhol status should be issued by the judge because the guardian refuses to wed her (the woman whom he serves as guardian for), stated before the judge (during session in the court), following the judge’s instruction for guardianship and the woman and man who want to marry her (prospective groom) or the representative

Kata Kunci : Wali adhol,Pengadilan Agama,Wali Adhol, Religious Court


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.