Laporkan Masalah

Konflik Indonesia-Malaysia dalam kasus Ambalat

PERTIWI, Ita Endah, Ririn Tri Nurhayati, SIP., M.Si., MA

2009 | Tesis | S2 Hubungan Internasional

Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, karena di wilayah tersebut tumbuh dan berkembang interaksi antar masyarakat dari kedua negara bertetangga, yang dapat berdampak positif maupun negatif dalam perkembangan selanjutnya. Menurut pakar Hukum Internasional Indonesia, Hasyim Djalal, Blok Ambalat merupakan kelanjutan dari wilayah Kalimantan Timur. Hal ini sesuai dengan aturan landas kontinen dalam UNCLOS tahun 1982, dimana dikatakan landas kontinen suatu negara kepulauan meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran aut tepi landas kontinen atau 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Bahkan lebar landas kontinennya bisa mencapai 350 mil laut. Sehubungan dengan telah diratifikasinya UNCLOS tahun 1982, Malaysia sebagai salah satu negara pesert konvensi diwajibkan untuk menyampaikan penetapan batas-batas landas kontinennya kepada Komisi batas Landas kontinnen PBB. Namun hingga kini Malaysia tidak pernah melakukannya sehingga secara juridis Peta 1979 tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan klaim terhadap beberapa negara di kawasan Asia pasifik, termasuk Indonesia. Berbeda dengan kasus sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia mengenai kepemilikan atas Pulau Sipadan dan Ligitan, pada kasus sengketa Blok Ambalat yang terletak di Laut Sulawesi, sesuai dengan UNCLOS 1982 dimana Malaysia ikut meratifikasinya, maka dengan mengacu kepada panduan hukumnya, sudah jelas bahwa Indonesia memiliki kedaulatan yang sah atas Blok Ambalat. Namun berhasil atau tidaknya penyelesaian sengketa Blok Ambalat ini tergantung dari bagaimana kelihaian dan kepiawaian Diplomat Indonesia dalam beradu argumentasi dengan pihak Malaysia dalam perundingan yang sudah, sedang dan akan dilakukan di meja perundingan. Penyelesaian sengketa melalui konfrontasi bersenjata semaksimal mugkin dihindari karena akan merugikan kedua belah pihak, yang tidak saja secara politik sebagai akibat langsung konfrontasi, tetapi juga di bidang ekonomi dan sosial. Secara politik, citra kedua negara akan tercoreng, paling tidak diantara negaranegara ASEAN. Kedua negara termasuk pelopor berdirinya ASEAN, dimana ASEAN didirikan sebagai sarana resolusi konflik, maka cara-cara penyelesaian konflik yang konfrontatif dapat menjatuhkan citra kedua negara di ASEAN.

National borders have strategic value to support the success of national development because in these particular regions, social interactions between two neighboring countries are growing and developing which have positive and negative impacts. According to Indonesia international law expert, Hasyim Djalal, Ambalat Bloc is an integral part of East Kalimantan. It is complied with the continental shelf in the 1982 UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea), where it includes land base and ocean floor of regions under sea water surface which located from outside territorial sea as a natural prolongation of land territory until the outer edge of the continental margin or 200 miles from the baseline from which the territorial sea is measured. A nation may claim sea jurisdiction up to 350 miles from the baseline. Based on the 1982 UNCLOS ratification, Malaysia as one of convention participant is obliged to convey continental baseline to the UN Commission on the Limits of the Continental Shelf. Until now, Malaysia never do this, thus, the 1979 map is no longer valid to serve as a basis to claim a number of territory in the Asia Pacific countries, including Indonesia. Different from territorial dispute between Indonesia and Malaysia on the Sipadan and Ligitan Island, Ambalat Bloc is located in the Sulawesi Sea where it comply with the 1982 UNCLOS where Malaysia should ratify it. Referring to this law, it is clear that Indonesia has sovereign over Ambalat Bloc. The success of dispute settlement depends on the astute and skills of Indonesian diplomats on arguing with Malaysia counterparts in previous, present and future negotiation. The dispute settlement through armed confrontation should be avoided because it can inflict for both countries politically as well as economic and social aspects. From political point of view, both countries’ image will be at risk among ASEAN countries. Both countries are pioneer in ASEAN establishment where its purpose is to serve as conflict resolution. Thus, armed confrontation to settle conflict can destroy the image of the countries among ASEAN countries.

Kata Kunci : Konflik, Indonesia, Malaysia, Ambalat, Conflict


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.