Analysis of an urban public transport system angkot and the transportation policies concerned in Banyuwangi City Indonesia
SODIQ, Ahmad, Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP., M.Sc., Ph.D
2009 | Tesis | S2 MPKDAngkutan umum merupakan bagian yang penting dari sebuah sistem transportasi dan merupakan salah satu fasilitas umum yang disediakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Di Banyuwangi, Angkot (Angkutan Kota) memegang peranan yang penting sebagai angkutan umum di wilayah perkotaan. Namun, sebagaimana kota-kota lain di Indonesia, Angkot mengalami banyak permasalahan seperti kinerja yang buruk, ketidakseimbangan antara permintaan (demand) dan persediaan (supply), menurunnya jumlah penumpang, ketidakefektifan penerapan peraturan dan lain sebagainya. Di masa yang akan datang, apabila tidak ada tindakan perbaikan, maka kondisi angkutan umum akan semakin memburuk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem Angkot di Banyuwangi dan memfokuskan pada a) cakupan pelayanan dan kinerja dari Angkot di Banyuwangi, b) karakteristik pengemudi Angkot di Banyuwangi; dan c) kebijakan-kebijakan terkait dengan operasional angkutan umum. Hasil analisis menunjukkan bahwa 1) rute Angkot di Banyuwangi mencakup 40 – 50% dari seluruh kota Banyuwangi dan banyak terkonsentrasi di wilayah pusat kota dengan tingkat tumpang tindih dan deviasi yang tinggi. 2) mayoritas pengguna Angkot adalah anak sekolah, masyarakat berpengahsilan rendah dan tidak mempunyai kendaraan pribadi serta penggunaan Angkot terutama untuk perjalanan ke sekolah dan bekerja, 3) kinerja pelayanan Angkot di Banyuwangi cukup baik dan memenuhi standar sistem angkutan umum kecuali aspek umur kendaraan, faktor muat (load factor) dan perpindahan penumpang. 4) mayoritas pengemudi Angkot bekerja 7 hari per minggu dengan penghasilan kotor rata per hari antara Rp. 65,000 sampai Rp. 187,000. 5) Angkot di kelola oleh perseorangan atau koperasi tanpa subsidi dari pemerintah dan beroperasi pada trayek yang tetap, tak terjadwal, dengan tarif yang sama baik dekat maupun jauh serta menggunakan manajemen sistem setoran bukan sistem gaji. 6) Kebijakan transportasi yang ada belum diterapkan secara konsekuen sebagaimana mestinya, bahkan beberapa kebijakan tidak mendukung pengembangan dan peningkatan sektor angkutan umum, terutama operasional Angkot. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa dukungan finansial dan subsidi sangat diperlukan untuk meremajakan Angkot yang sudah tua dan tak layak serta untuk membantu penyedia angkutan umum dalam hal ini pemilik dan pengemudi Angkot dikarenakan rendahnya penghasilan mereka. Pemerintah Daerah perlu menata ulang trayek angkutan kota di Kota Banyuwangi agar pelayanan bisa lebih merata sesuai kebutuhan didasari survei yang cermat. Selain itu, Pemerintah Daerah sebaiknya merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang tepat dan memadai untuk meningkatkan sistem dan kualitas angkutan kota di Banyuwangi serta menerapkan peraturan maupun hukum di bidang transportasi secara konsisten dan konsekwen.
A public transport system is an unquestionably important part of transportation, and one of the social facilities provided with the aim of improving social welfare. In Banyuwangi City, micro vans with 12 passenger capacity, the so-called Angkot (the acronym of Angkutan Kota), play an important public transportation role in urbanized areas. Unfortunately, like in other cities in Indonesia, Angkot operations are riddled with problems such as poor performance, a mismatch between demand and supply, a decreasing number of passengers, ineffective legal and administrative structures and so on. In the future, if no action is taken, the conditions of public transportation systems will deteriorate further. This research aims to analyze Angkot system in Banyuwangi and focuses on a) the current service coverage and performance of Angkot in Banyuwangi city, b) Characteristics of Angkot drivers in Banyuwangi; and c) Policies regarding public transportation operations. The analysis results found that 1) Angkot routes in Banyuwangi City cover about 40 – 50% of Banyuwangi city areas and are concentrated in the central city with high overlapping and deviation level, 2) The majority of Angkot users are students, low income people and have no private vehicles. The main purposes of Angkot use are to travel to school and work. 3) The performance and services of Angkot in Banyuwangi are quite acceptable for a public transport system except for age, load factor and transfer rate aspects. 4) Most Angkot drivers work 7 days per week and the per day gross income of an Angkot driver is in the range of Rp. 65,000 to 187,000. 5) Angkots are managed by single-person enterprises without subsidy and operate at fixed route without timetable, stop on demand with a flat fare system and use a rental fee management system instead of a salary system. 6) The existing policies have not been applied consequently and properly yet, and even some existing policies do not support the development and improvement public transport operation. These results suggest that financial support and subsidy are needed to renew and maintain the Angkot vehicles and to support the existence of public transport because of low income of Angkot owners and drivers. Local Government needs to remanage Angkot routes in Banyuwangi City based on accurate survey to improve Angkot services to be spread more evenly. In addition, Local Governments should formulate and carry out proper policies in order to improve the Angkot transport system in Banyuwangi City. Law enforcement in transportation system must be appllied consistently and consequently.
Kata Kunci : Angkutan kota, Kinerja, Banyuwangi, Kebijakan transportasi, Performance, Banyuwangi, Transportation policy