Laporkan Masalah

Perkuatan lentur balok tampang persegi dengan penambahan tulangan tekan dan komposit mortar

AMIR, Fatmawati, Prof. Ir. Iman Satyarno, M.E., Ph.D

2009 | Tesis | S2 Teknik Sipil

Konstruksi bangunan sipil biasa dirancang dengan umur layan tertentu, namun sering terjadi sebelum umur layan tersebut tercapai bangunan beton bertulang sudah mengalami degradasi kinerja layan. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan fungsi bangunan, pemberian beban yang berlebihan, kesalahan dalam desain atau kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi, ataupun akibat gempa dan kebakaran. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis ulang terhadap kapasitas tampang dari elemen-elemen struktur bangunan, termasuk elemen balok. Apabila hasil analisis tampang tersebut tidak mampu menahan beban yang ada, maka salah satu cara penyelesaiannya tanpa membongkar bangunan tersebut adalah dengan melakukan perkuatan terhadap elemen struktur bangunan tersebut untuk mengembalikan kekuatannya seperti semula atau bahkan meningkatkan kemampuannya agar dapat menahan beban yang lebih besar. Pada penelitian ini dilakukan perkuatan balok beton bertulang tampang persegi dengan penambahan tulangan tekan dengan selimut beton berupa komposit mortar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penambahan tulangan longitudinal tekan dengan komposit mortar sebagai perkuatan balok. Dalam penelitian ini benda uji berupa balok yang dibuat skalatis sebanyak empat buah yaitu balok kontrol (BK), balok monolit (BM), balok perkuatan tanpa epoksi bonding agent (BP-1) dan balok perkuatan dengan epoksi bonding agent, benda uji balok diuji dengan pembebanan terpusat statik dua titik terhadap balok dengan tumpuan sederhana. Benda uji berupa balok tampang persegi dengan ukuran 150 mm x 250 mm dengan panjang 2500 mm untuk balok kontrol (BK), sedangkan balok monolit dan balok perkuatan dengan ukuran lebar web 150 mm, tebal flens 80 mm, tinggi 290 mm dan panjang 2500 mm. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah besarnya lendutan, regangan baja dan pola retak. Hasil pengujian kemudian dibandingkan dengan analisis teoritis berdasarkan SNI dan program Response-2000. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa perkuatan balok beton menunjukkan peningkatan kekuatan lentur untuk BM, BP-1, dan BP-2 secara berturut-turut terhadap BK adalah sebesar 34,30%, 25,04%, dan 26,13%. Kenaikan kekakuan lentur balok berturut-turut 31,40%, 381,51%, dan 44,49% terhadap BK. Daktilitas benda uji hasil eksperimen untuk BM, BP-1 dan BP-2 mengalami peningkatan secara berturut-turut sebesar 12,89%; 29,30% dan 20,31% terhadap BK. Pola keruntuhan yang terjadi pada balok kontrol (BK) adalah keruntuhan yang bersifat getas dan balok monolit (BM) mengalami keruntuhan lentur, sedangkan semua benda uji balok perkuatan mengalami delaminasi. Penggunaan mortar sebagai selimut perkuatan pada penelitian ini memiliki kemudahan dalam segi pelaksanaan dan ketersediaan bahan yang melimpah.

Building’s construction usually designed based on certain service lifetime. But, before the service time is reached, sometimes the concrete buildings have been experiencing service degradation of performance. This could be caused by changes in function of the building, overload, design or construction errors, or earthquake and fire. Therefore, the building should be re-analized to know the capacity of structure elements, including beam elements. If the beam is not able to carry the loads, then one way to disassemble it without destroying the building’s structure elements is restore its initial strength or increase its ability to hold a larger load. Objectives of this research is to study the effectiveness of the addition of longitudinal compression reinforcement with jacketing mortar as the composite girder cultivation. In this research a series of reinforced concrete beams were tested. The beams consist of four specimens : control beam (BK), monolith beam (BM), strengthened beam without epoxy bonding agent (BP-1) and strengthened beam with epoxy bonding agent (BP-2). The beam have rectangular cross-section of 150 mm x 250 mm for control beam (BK). Monolith beam (BM) and strengthened reinforced concrete beam (BP) measured 2500 mm in length with web thickness 150 mm, flens thickness 80 mm, wide 190 mm and depth 210 mm. All beams was tested under two concentrated loads to produce flexural and also instrumented for the measurement of mid-span deflection, steel strains and crack pattern. Test results were then compared to analytical method and program computer based layer method (Response-2000). The result show that monolith and strengthened beams have performed better in the ultimate load for BM specimen were 34,30%, BP-1 specimen were 25,04% and BP-2 specimen were 26,13% compared BK specimen. Stiffness of beam improvement based on experiment for BM specimen were 31,06%, BP-1 specimen were 381,51% and BP-2 specimen were 44,49% compared BK specimen. Ductility of beam at experiment for BM specimen decrease were 12,89%, BP-1 specimen decrease were 29,30%, and BP-2 specimen decrease were 20,31% compared BK specimen. Failure patterns of the control beam (BK) was brittle behaviour and monolith beam (BM) were flexural while the strengthened beams had delamination. At this research, methods of strengthened reinforced concrete beam with mortar jacketing had simply worked for implementation and the mortar had more supplied.

Kata Kunci : Balok beton bertulang,Perkuatan,Mortar,Response 2000, Reinforced concrete beam, mortar strengthening, Response- 2000 programme.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.