Laporkan Masalah

Pengaruh panjang penyaluran tulangan baja terhadap kapasitas pelat lantai komposit semi pracetak pada tinjauan daerah tumpuan

JUANITA, Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D

2009 | Tesis | S2 Teknik Sipil

Salah satu metode dalam pembuatan pelat lantai gedung adalah dengan beton monolit. Sebagai bagian struktural pelat lantai harus direncanakan dengan seksama. Dalam perkembangannya pelat lantai gedung tersebut dibuat dengan menggunakan sistem semi pracetak (berupa panel-panel pelat) yang digabungkan dengan sistem cast in situ. Penggabungan kedua sistem ini biasa dikenal dengan sistem pelat komposit. Salah satu persyaratan dalam struktur beton bertulang adalah adanya lekatan antara baja tulangan dan beton, sehingga ketika struktur beton tersebut diberikan beban tidak akan terjadi slip antara baja tulangan dan beton. Pada penelitian ini akan ditinjau pengaruh berbagai panjang penyaluran tulangan baja terhadap pelai lantai komposit di daerah tumpuan. Benda Uji yang dibuat berjumlah 12 buah. Untuk pelat monolit ada 3 buah benda uji yaitu : PM-200 berukuran p x l x t berturut 2050 x 200 x 120 mm, PM- 400 berukuran p x l x t berturut 2050 x 400 x 120 mm dan PM-600 berukuran p x l x t berturut 2050 x 600 x 120 mm. Sedangkan pelat komposit ada 9 buah yaitu : PK-200 (dengan variasi panjang penyaluran 20D, 30D dan 40D), PK-400 (dengan variasi panjang penyaluran 20D, 30D dan 40D) dan PK-600 (dengan variasi panjang penyaluran 20D, 30D dan 40D). Pada benda uji monolit di pasang 1 buah strain gauge pada tulangan tarik sedangkan untuk benda uji komposit di pasang 2 buah strain gauge yaitu pada tulangan tarik dan pada panjang penyaluran. Pengujian yang dilakukan pada benda uji yaitu : pengujian dengan pemberian beban statik berulang sebanyak 10 kali dan pengujian dengan membebani pelat sampai runtuh (ultimit). Dari hasil pengujian pelat dengan pembebanan 10 siklus pada kondisi elastis menunjukkan bahwa nilai kekakuan rata-rata pelat monolit (PM) lebih tinggi dibandingkan dengan pelat komposit dan pelat komposit dengan panjang penyaluran 30D memiliki nilai kekakuan rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan pelat komposit dengan panjang penyaluran 20D dan 40D. PK-200 dengan panjang penyaluran 20D, 30D dan 40D mengalami peningkatan kapasitas kuat lentur terhadap PM-200 secara berturut-turut sebesar 23,05%, 29,95% dan 83,05%, untuk PK-400 dengan panjang penyaluran 20D, 30D dan 40D mengalami peningkatan kapasitas kuat lentur terhadap PM-400 secara berturut-turut sebesar 23,53%, 45,55% dan 78,71% sedangkan untuk PK-600 dengan panjang penyaluran 20D, 30D dan 40D secara berturut-turut mengalami peningkatan kapasitas kuat lentur terhadap PM-600 sebesar 4.54%, 18,77% dan 40,89%. Panjang penyaluran sebesar 30D merupakan panjang penyaluran yang paling efektif jika dibandingkan dengan 20D dan 40D. Sedangkan pola retak yang terjadi pada pengujian pelat merupakan retak lentur.

One of the methods to construct the floor slab is by using monolith concrete. As a structural part, floor slab should be designed precisely. By time, the construction of floor slab is made by combining precast and cast in situ system. The combined of system is usually known as the composite slab system. One of the requirements for reinforcement concrete system is that there is an bonding between steel and concrete, so when the structure of concrete is loaded, slip take place between steel and concrete. In this research, the influence of various bond lengths of steel on composite floor slab around the support area is investigated. There were 12 speciments tested. For monolith slab, there were three speciments, i.e. PM-200 of p x l x t with 2050 x 200 x 120 mm in size; PM-400 of p x l x t with 2050 x 400 x 120 mm in size; and PM-600 of p x l x t with 2050 x 600 x 120 mm in size, respectively. Meanwhile, for composite slab, there were nine speciments tested, i.e. PK-200 (with variation in bond lengths of 20D, 30D, and 40D), PK-400 (with variation in bond lengths of 20D, 30D, and 40D), and PK- 600 (with variation in bond lengths of 20D, 30D and 40D), respectively. On monolith speciment, one strain gauge was installed on tensile steel, while on composite speciment two strain gauges were installed on both tensile steel and bond length steel. Testing was carried out through by both the repeated static loading 10 cycles and ultimate loading until collapse. From result of the slab test through on 10 cycles elastic conditions, showed that the average stiffness of monolith slab (PM) is higher than the composite slab (PK) and the composite slab with bond length of 30D has the average stiffness is higher than the composite slab with the bond lengths of 20D and 30D. PK-200 with the bond lengths of 20D, 30D, and 40D has resvectively the increase of the flexural capacity of 23,05%, 29,95%, and 83,05% on PM-200; PK-400 with the bond lengths of 20D, 30D and 40D has the increase of the flexural capacity of 23,53%, 45,55 % and 78,71% PM-400, while PK-600 with the bond lengths of 20D, 30D, and 40D has the increase of the flexural capacity of 4,54%, 18,77%, and 40,89% on PM-600. The bond length of 30D was the most effective bond length compared to 20D and 40D, meanwhile the crack pattern occurred in the testing slab indicate a flexural crack failure of slab.

Kata Kunci : Pracetak, Panjang penyaluran, Pelat komposit, Cast in situ, precast, bond length, composite slab, cast in situ.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.