Formulasi kebijakan pendidikan gratis di Kabupaten Sukoharjo
DHARMANINGTIAS, Dewi Sendhikasari, Dr. Agus Heruanto Hadna
2009 | Tesis | S2 Magister Administrasi PublikPendidikan merupakan salah satu urusan pelayanan wajib yang dijamin oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Adanya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu bentuk kebijakan pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat dan wajib dipatuhi oleh semua daerah. Dalam Undangundang ini dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya dan menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Adapun Kabupaten Sukoharjo berusaha melaksanakan amanat tersebut dengan mengeluarkan kebijakan pendidikan gratis pada tahun 2007. Sampai sekarang masih terdapat beberapa masalah yang muncul sebagai dampak dari kebijakan tersebut. Oleh karena perumusan kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembentukan kebijakan publik,maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana proses formulasi kebijakan pendidikan gratis di Kabupaten Sukoharjo serta siapa saja aktor, nilai-nilai dan kepentingan yang mempengaruhi munculnya kebijakan tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi kasus yang menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dan informasi diperoleh melalui interview, observasi, dan dokumentasi. Adapun indikator yang digunakan dalam formulasi kebijakan pendidikan gratis yaitu tahap-tahap formulasi kebijakan, model-model formulasi kebijakan, aktor-aktor dalam formulasi kebijakan, serta nilai-nilai dan kepentingan yang mendasari perilaku para aktor dalam formulasi kebijakan. Dari analisis penelitian ini diketahui bahwa formulasi kebijakan pendidikan gratis di Kabupaten Sukoharjo merupakan bentuk kombinasi dari berbagai model perumusan kebijakan publik yaitu model kelembagaan, elit dan pilihan publik. Selain itu terdapat aktor dominan atau aktor tunggal yaitu Bupati yang mengeluarkan Surat Keputusan Bupati untuk menetapkan kebijakan tersebut. Sedangkan DPRD hanya berperan dalam penganggaran karena tanpa Perda yang mengatur kebijakan pendidikan tersebut, legislatif tidak dapat melakukan pendalaman materi kebijakan. Nilai-nilai yang digunakan oleh para aktor yaitu nilai-nilai politik, nilai-nilai organisasi, nilai-nilai pribadi, dan nilai-nilai kebijakan. Kepentingan yang digunakan yaitu kepentingan politik, public interest (kepentingan publik) dan personal interest (kepentingan pribadi). Namun nilai-nilai dan kepentingan yang paling dominan adalah nilai-nilai dan kepentingan politis semata. Selain itu ditemukan dampak dari kebijakan ini yaitu pro dan kontra dalam masyarakat, masalah kebijakan tanpa adanya perda, diskriminasi pendidikan, dan kesiapan daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah Sukoharjo dalam menetapkan sebuah kebijakan publik, hendaknya memperhatikan tahapan formulasi kebijakan, segera melembagakan kebijakan dengan pembuatan Perda kebijakan pendidikan, melibatkan aktor kebijakan dari berbagai elemen masyarakat dalam formulasi kebijakan, mengatasi berbagai dampak yang timbul akibat dari adanya kebijakan tersebut.
Education is one of public services that granted by local and central government. UU No. 20/ 2003 about National Education System is one form of education policies issued by central government and must be obliged by all regions in Indonesia. This UU stated that local and central government must assure basic education without collecting school fees and define 20 percent of education budget from APBN and APBD. Sukoharjo regency was trying to implement that policy by issuing a free education policy in 2007. Until now, there are still some problems appear as impacts of that policy. Because the policy formulation is one of important phases in the formulation of public policy, this research tries to answer how the process of free education policy formulation in Sukoharjo is held, who the actors are, and what values and interests affect to that policy. This research was a case study research using descriptive methods with qualitative approach. Data and information were taken from interview, observation, and documentation. Indicators used in this policy formulation are : policy formulation phases, policy formulation models, policy formulation actors, values and interests which become base of the actors’ behavour in formulating the policy. From this research we know that known that the free education policy formulation in Sukoharjo regency is a combination of various models of public policy formulation such as institutional, elite, and public choice models. Beside that, there is a dominant actor or a single actor. It is Regent that publish a regent decision letter to define that policy. Whereas regency house of representative only play a part in budgeting because without local regulation of education policy, legislative can’t take part in policy item. Values that used by actors are political values, organizational values, personal values, and policy values. The interests that used are political interest, public interest, and personal interest. However, the most dominant value is only political values and interests. The impact which is also found in this policy are pro and contra society, many policies without local regulation, education discrimination, and local readiness. This research shows that in defining a public policy, Sukoharjo local government should pay attention to policy formulation phases, as soon as possible institutionalizing this policy by making education policy local regulation, involve all of policy actors from various element of society in policy formulation, and overcome the impacts that emerge as consequences of that policy.
Kata Kunci : Kebijakan pendidikan gratis,Kabupaten Sukoharjo