Laporkan Masalah

Mormonisn in American culture

TRIHASTUTIE, Nopita, Ratno Lukito, M.A., Ph.D

2009 | Tesis | S2 Pengkajian Amerika

Penelitian tentang Mormonisme di budaya Amerika, yang mencakup mitos, simbol and image merupakan suatu “konteks baru” bagi Pengkajian Amerika. Dasar dari hal ini adalah bahwa Mormonisme, yang walaupun dalam aspek nilai-nilai budayanya tampak “serupa” dengan Judeo Christianity, tetap tidak dapat digeneralisasikan sebagai sebagai Judeo Christianity atau tidak juga sebagai salah satu denominasi dalam Judeo Christianity. Hal ini dianggap sebagai “exceptionalism” dalam budaya Amerika. Dengan mengaplikasikan teori dan pendekatan dalam Pengkajian Amerika dan Ilmu Sosial, penelitian ini meneliti bagaimana dan mengapa Mormonisme ada di Budaya Amerika dan bagaimana Mormonisme “menciptakan” sebuah masyarakat yang dalam aspek nilai-nilai budaya berbeda dari masyarakat Amerika yang banyak dipengaruhi oleh Protestantisme arus utama. Mormonisme adalah sebuah agama yang lahir di Amerika, diantara masyarakat bagian Barat Amerika. Pemeluk Mormonisme adalah contoh respon baru terhadap tantangan fisik dan psikis Amerika dari jaman colonial di abad 19. Orang-Orang Mormon pindah dari New York ke Utah untuk tinggal secara komunal dan rivaval. Kebaharuan, migrasi dan tanah pilihan, stereotype tersebut, keyakinan dan pratek membuat Mormonisme menjadi agana baru di Amerika. Didasarkan atas wahyu pribadi Smith, awal dari agama ini menerima wahyu baru melalui mediumistic dan occultisme. Berdasarkan Kitab Suci nya, Mormonisme membuat pengajaran teologi yang akar dan esensinya berpusat pada konsep “materialisasi” – keyakinan akan keberadaan Tuhan yang “termaterialisasi” dan menekankan pada keberadaan manusia. Bedasarkan hal itu maka doktrin tentang keselamatan, dan ritual dibentuk. Orang-orang Mormon terhubung dengan Amerika melalui sejarah, performa cita-cita budaya dan ideology mereka. Selain memiliki pengalaman frontier sama, berkaca pada sejarah Amerika sebelum munculnya Mormonisme, ikatan budaya (cita-cita dan nilai-nilai kebajikan) antara orang-orang Mormon dan Puritan telah membuat Mormonisme mampu membagkitkan kembali nostalgia sejarah Amerika, khususnya bagi keturunan Puritan di New England. Orang-orang Mormon adalah kelompok minoritas, pekerja keras dan berpendidikan melebihi orang-orang Amerika kebanyakan dan komitmen pada gereja dan keluarga. Pada masa dahulu, nilai-nilai kebajikan tersebut secara idealistik mengidentifikasikan bagaimana seorang Amerika yang luhur dan berbudi. Jika dipandang dari segi etos kerja, maka hal tersebut adalah ciri khusus Amerikanisme yang sesungguhnya di abad 19. Mendeskripsikan orang Mormon sebagai “super-American” dengan realitas Mormon abad 19, walaupun semuanya tampak sesuai dengan Amerikanisme, Mormonisme secara konsisten tetap dipandang sebagai un- dan anti-American. Oleh karena penolakan dari non-Mormon dan pemerintah Federal, terlibat dalam proses asimilasi adalah penting. LDS mengembangkan cara yang efektif untuk tetap memegang keunikan identitas mereka tanpa menderita penolakan social. Orang-orang Mormon telah belajar untuk tunduk secara normative tanpa kehilangan identitas unik mereka.

Studying Mormonism in American culture which concerns with myths, symbols and images, is a “new context” for American Studies. The ground for this is that Mormonism in term of its cultural value(s), though, might seem having “similarity” with Judeo Christianity, still cannot be generalized as Judeo Christianity nor as one of Denominations within Judeo Christianity. It can be connoted as “exceptionalism” in American culture. Applying American Studies and Social sciences approach and theories this study uncover how and why Mormonism exists in American culture and how Mormonism “creates” a society which in term of their cultural value(s) might be different from American society which is much influenced by the mainline Protestantism. Mormonism is one of the “new made in America” religions which emerged amongst American West society. Mormons is the best known example of a new response to the physical and psychological challenges of America from colonial days through the part of the 19th century. The Mormons migrated, from New York State which was the setting for communes and for revivals to what is now Utah. Newness, migration across America, and chosen land within America: these stereotypical features, as well as, their basic beliefs and practices make Mormonism a fundamental new religion in America. Built upon personal revelation of Smith, the beginning of this religion accepted new supernatural revelation gained from mediumistic and other occult philosophy. It created its own new scripture which par the Christian Bible. Based on its own new scripture, Mormonism created its theological teachings in which the root and its essence would be found in its concept of “materialization” – the beliefs in the “materialized” existence of God and emphases on the being of man. Accordingly, the doctrine of salvation, quest for godhood, eternal covenant, and ritual practices derived from. Mormons linked to America through their history, the performance of their cultural ideals, and ideological realm. Besides the same frontier experience, mirroring the American past before the emergence of Mormonism, the cultural bound (ideals and virtues) between Mormon and Puritan has made Mormonism able to awake the nostalgia of the American past, especially to the descendants of New England Puritans. Mormons are a model minority, hardworking people with more education than the American average, deeply committed to church and family. These virtues are also the virtues idealistically used to define the great American man. If inculcation in the work ethic was the hallmark of true Americanism in the nineteenth-century, then Mormons were the super Americans of that century. Qualifying descriptions of the Latter-day Saints as “super-American” with the realities of nineteenth century perceptions of Mormons, yet for all the apparent Americanism, Mormonism was consistently seen as un- and anti-American. Because of the abjection from the non- Mormon and federal government, taking participation in the assimilation process was a necessary. The LDS developed an effective technique for holding onto their “unique identity” without suffering the wrath of social abjection. Mormons have learned to perform normativity without losing their abject identity.

Kata Kunci : Mormonisme,Budaya,Mormonism, Culture


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.