Laporkan Masalah

Novel-novel pemenang sayembara Dewan Kesenian Jakarta era reformasi :: Kajian strukturalisme genetik

ZURMAILIS, Prof. Dr. C. Soebakdi Soemanto

2009 | Tesis | S2 Sastra

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan peran Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sebagai lembaga pengayom penyelenggara sayembara, yang berpengaruh pada perkembangan kesusastraan Indonesia. Objek penelitian merupakan tiga karya terbaik dalam tiga kali penyenggaraan sayembara DKJ Era Reformasi: Saman karya Ayu Utami (1998), Dadaisme karya Dewi Sartika (2003) dan Hubbu karya Mashuri (2007). Kajian dilakukan dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann dengan dibantu pandangan Diana Laurenson dan Janet Wolff tentang sistem pengayoman. Posmodernisme digunakan sebagai cara pandang mengingat ketiga karya memiliki pencirian Posmodern. Dengan menggunakan Strukturalisme Genetik Goldmann dan teori Lourenson dan Wolff dapat dijelaskan tentang semangat zaman dalam karya, pandangan dunia pengarang dan hubungan konseptual antara satu karya dengan yang lain serta kaitannya dengan lembaga pengayom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, komposisi ketiga novel menggunakan alur penceritaan yang inkonvensional yang memperlihatkan ciri-ciri posmodernisme sebagai semangat zamannya. Posmodernisme mempunyai kadar yang berbeda dalam setiap novel sesuai dengan masa dan lingkungan yang melahirkannya. Saman yang memenangkan sayembara menjelang reformasi, lahir dari komunitas budaya perkotaan yang mengalami langsung represi kekuasaan, memperlihatkan reaksi yang keras terhadap otoritas kekuasaan, budaya patriarki, lembaga agama, dan tradisi yang dipandang mewakili narasi besar. Saman menawarkan dunia yang partikular, berorientasi pada paham liberalisme barat yang menghargai kebebasan dan keterbukaan. Sedangkan Dadaisme yang menang lima tahun setelah Saman mempertanyakan kembali kebebasan dan keterbukaan yang diagungkan Saman. Dengan menggunakan konsep rantau dalam tradisi Minangkabau, Dadaisme memandang manusia postmodern sebagai perantau yang tidak mengenal jalan pulang. Mereka mengambang tanpa grafitasi dan mengalami penyakit psikologis yang kronis dan diakhiri dengan penghancuran diri. Dadaisme menawarkan rumusan budaya baru yang merupakan sintesis dari akumulasi perjalanan sejarah peradaban. Hubbu yang menjadi pemenang empat tahun kemudian memungut kembali serpihan budaya dan kepercayaan lama. Elemen waktu menjadi konsep penting dalam Hubbu dalam membangun jalinan hubungan antara masa lalu yang tradisional, realitas masa kini dalam Islam yang tradisional pula, dan masa depan yang diimpikannya melalui wilayah budaya ke tiga, yang mempertemukan tokoh dengan kenyataan sosial, realitas konkrit persoalan bangsa era reformasi. Hubbu juga mengkritik posmodernisme, meskipun tokohnya dengan sadar memasukinya dan terseret ke dalamnya. Dengan menjadikan konsep kepercayaan kepada Sastra Jendra sebagai pencapaian ideologi diri tertinggi, Hubbu berusaha menyusun kembali serpihan yang tertinggal dari penghancuran nilai-nilai akibat pandangan posmodernisme, untuk membentuk dunia baru yang mungkin. Kedua, karya-karya pemenang sayembara DKJ yang dijadikan objek penelitian memperlihatkan adanya rangkaian proses yang berlanjut dalam menyuarakan konsepsi kebudayaan yang berdasarkan pandangan humanisme universal, sebagai pandangan dunia DKJ yang menjadi lembaga pengayom. Ia juga berkaitan dengan program kegiatan lain yang diselenggarakan, terutama tercermin dalam program pidato kebudayaan sebagai sikap yang pada gilirannya dapat menjadi acuan bagi arah perkembangan kebudayaan Indonesia di masa depan.

The goal of this research is to show the role of Jakarta Art Council (DKJ) as the committee that organizes a competition which very influences the Indonesian literatures development. The objects of this research are the best of three on the three times performs of DKJ competition as long as reformation era; Saman by Ayu Utami (1998), Dadaisme by Dewi Sartika (2003) and Hubbu by Mashuri (2007). Genetic Structuralism theory by Lucien Goldmann is used in this research, be added the view of Diana Laurenson and Janet Wolff about patronage system. Postmodernism is employed as the point of view of this research because the three novels have postmodern characteristics. By using the Goldmann Genetic Structuralism and Laurenson and Wolff’s theory, we can elaborate about the spirit of epoch in the novels, world view of the authors, and conceptual relationship between a novel to others based on the concept of selecting committee. The results of this research are; first, the compositions of three novels use inconventional plot which has postmodernism characteristics as spirit of their epoch. The rate of postmodernism in each novel is difference between one to the others; it is depend on their era and environment. Saman, the winner before the reformation era which is resulted from cultural community in urban area and experiences with power repression, shows the action with power authority, cultural patriarchy, religion, and tradition. Saman offers the particular situation, liberalism, freedom and openness. On the other hand, Dadaisme, five years after Saman, asks about the freedom and openness by Saman. By using the migration principle of Minangkabaunese, Dadaisme looks the postmodern humanity as immigrants who don’t know how to go back to their home. They float without gravitation, have chronic physiological disease and suicide finally. Dadaisme offers a new cultural formula which comes from synthesis and accumulation of historical civilization. Hubbu, four years after Dadaisme, takes back a piece of cultures and old spiritual. Time element is the main principle from Hubbu for making the relationship between several components like; the tradition in the past, the recently reality in traditional Islam, a nice dream in the future on the third world, Hubbu critics postmodernism although its actors realize to enter and being lost on that situation. With the trust principle to Sastra Jendra as the highest ideology achievement, Hubbu struggle to compile the shivers which remain from postmodernism decay to create the new world possible. Second, the novels of DKJ competition, employed as the object of this research, show the sequential process to show the cultural principle as the point of view of DKJ as patronage organizer. It correlates with other programs, especially in cultural oration which is used as reference on Indonesian cultural development in the future.

Kata Kunci : Sayembara DKJ,Lembaga pengayom,Reformasi,Strukturalisme genetik,Kesusastraan Indonesia,DKJ competition,patronage,reformation,Genetic Structuralism,Indonesian Literature


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.