Perbandingan karakteristik dinding dengan berbagai macam ukuran berdasarkan pedoman-pedoman yang ada di lapangan untuk rumah sederhana tahan gempa
SETIYANINGSIH, Herlina, Ir. Iman Satyarno, M.E., Ph.D
2009 | Tesis | S2 Teknik SipilIndonesia terletak diantara pertemuan tiga lempeng besar bumi yaitu lempeng Indo-Australia, Pasifik dan Euresia. Lempeng-lempeng bumi tersebut terus bergerak satu terhadap yang lain dan memicu terjadinya gempa di berbagai wilayah Indonesia. Gempa tersebut mengakibatkan berbagai kerusakan. Sebagian besar kerusakan bangunan terjadi pada rumah tembokan sederhana karena dalam pembangunan rumah tembokan sederhana masyarakat belum menerapkan konsep struktur bangunan yang aman terhadap gempa. Belajar dari pengalaman diatas maka selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi gempa telah banyak pedomanpedoman yang dikeluarkan mengenai persyaratan pembangunan rumah sederhana tahan gempa. Namun dalam pelaksanaannya di masyarakat pedoman ini tidak sepenuhnya dapat diterapkan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai perbandingan karakteristik dinding pasangan bata merah berdasarkan pedomanpedoman yang ada di lapangan yaitu menurut praktek di lapangan (Raharjo, 2005), menurut Boen (1994) dan Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaaan/ P2KP (2006). Dalam penelitian ini digunakan dua buah model struktur dengan ukuran dinding 3000x3000 mm yang meliputi dinding menurut Boen (1994) dan Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaaan/ P2KP (2006). Metode pembebanan dilakukan menggunakan beban bolak-balik untuk memodelkan beban gempa yang mengacu pada standar ASTM E2126-02a. Hasil penelitian dari dua model benda uji ini selanjutnya akan dibandingkan dengan praktek di lapangan dari penelitian terdahulu (Raharjo, 2005). Dari hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan dinding dalam menerima beban lateral meningkat lebih signifikan dengan menambah kekuatan dinding pengisi dibandingkan dengan menambah dimensi dan ukuran tulangan. Hal ini terbukti dari benda uji menurut praktek di lapangan (Raharjo, 2005) yang mempunyai kualitas pengisi (bata merah) yang lebih tinggi dibandingkan benda uji menurut Boen (1994) dan P2KP (2006), sehingga dihasilkan ketahanan terhadap beban lateral yang tidak jauh berbeda dengan benda uji menurut Boen (1994) dan P2KP (2006) yang mempunyai dimensi dan ukuran tulangan yang lebih besar. Penambahan angkur pada kolom ke dinding bata merah dapat mencegah terjadinya retak/ bukaan vertikal pada daerah sambungan antara kolom dengan dinding. Pedoman menurut praktek di lapangan (Raharjo, 2005) aman, tepat dan efektif digunakan pada wilayah gempa 1 dan 2, pedoman menurut Boen (1994) pada wilayah gempa 3 dan 4, sedangkan pedoman menurut P2KP (2006) pada wilayah gempa 5 dan 6. Pola/tipe kerusakan yang terjadi pada dinding bata merah praktek di lapangan (Raharjo, 2005), Boen (1994) dan P2KP (2006) adalah sliding failure dan shear failure
Indonesia is located between the meeting of three large plates, Indo- Australia plate, Pacific plate, and Eurasia plate. These plates are continuously moving one another and causing earthquakes in many regions in Indonesia. The earthquake resulted many damages. Most damages happened to masonry houses because in the construction of these houses, people were not applying the concept of safety earthquake building structure yet. By learning from this experience, now in the process of earthquake rehabilitation and reconstruction, more guidelines are released in order to fulfill the requirements of constructing a safer earthquake masonry houses. However, in the realization of these guidelines in the society, it cannot be fully applied. Because of that, this research is done to compare the characteristics of brick masonry wall based on the field guidelines according to the practice on the site (Raharjo, 2005), according to Boen (1994) and according to Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan/ P2KP (2006). In this research, two structure models with each wall sized 3000x3000mm are used according to Boen (1994) and according to Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan/ P2KP (2006). Load test method is conducted using cyclic loads as a model of lateral load refers to the ASTM E2126-02a standard. The result of these two experiment models will then be compared with the practice on the site from the earlier research (Raharjo, 2005). From the result of the research, we found out that the strength of the wall in receiving lateral loads was increasing more significantly if we are adding the strength of the infilled wall compared to the adding of the dimension and measure bar. This is proved by the experiment model according to the practice on the site (Raharjo, 2005) that has a higher infilled quality (bricks) than the experiment model according to Boen (1994) and P2KP (2006), finally the result of the resistant toward the lateral loads is not really different with the experiment model according to Boen (1994) and P2KP (2006) that have a bigger dimension and measure bar. The additional anchor in the column to the brick wall can prevent crack/ vertical open on the joints between columns and the wall. The guidelines according to the practice on the site (Raharjo, 2005) is safe, appropriate, and effective to be used in the earthquake region 1 and 2, guidelines according to Boen (1994) is for the earthquake region 3 and 4, while the guidelines according to P2KP (2006) is for earthquake region 5 and 6. The pattern/type of damages happened to the brick masonry wall in the practice on the site (Raharjo, 2005), Boen (1994), and P2KP (2006) are sliding failure and shear failure.
Kata Kunci : Dinding bata merah,Pedoman,Angkur,brick masonry, guidelines, anchor